Bab 685
Saat melihat perempuan licik itu
menggoda Cakra, Nindi langsung melangkah maju dan menarik Sania agar menjauh.
Lalu, Nindi berkata dengan dingin,
"Jangan menggoda orang di sini, tunanganmu masih hidup di sana!"
Sania benar-benar tak tahu malu,
tidak ada yang bisa menandinginya.
"Kak Nindi, kamu salah paham.
Aku sedih kamu berpikir seperti itu."
Mata Sania memerah, lalu dia berkata
dengan nada penuh kepedihan, "Aku mengatakan ini demi kebaikanmu. Kalau
kamu menikah dengan Tuan Cakra, Keluarga Lesmana akan jadi keluargamu dan
satu-satunya tempatmu bersandar."
"Berhenti menyanjung diri
sendiri. Memangnya kalian ini bisa dipercaya?"
Nindi meremehkan kecepatan Sania
dalam bereaksi.
Saat ini, Sania berjalan mendekati
Darren sambil terisak. "Kak Darren, Kak Nindi benar-benar salah paham
padaku," ujarnya.
Darren mendengus dingin. "Siapa
suruh cari muka sama orang yang nggak peduli? Salahmu sendiri!"
Ekspresi Sania membeku sesaat. Dia
tidak menyangka Darren akan mengatakan hal itu.
Bukankah Darren seharusnya menjaga
hubungan baik supaya Cakra tidak menghancurkan keluarga Lesmana?
Apa yang akan terjadi dengan
rencananya jika Lesmana Grup bangkrut?
Dia bahkan belum sempat menikmati
hasilnya!
Melihat ini, Nindi tertawa sinis dan
berkata, " Dengar itu, Sania? Kak Darren memang selalu tinggi hati dan
nggak akan pernah mengaku salah."
Darren berkata dengan dingin
"Nindi, aku memang meremehkan kemampuanmu, tapi aku nggak akan menyerah
begitu saja."
Benar-benar mustahil untuk memintanya
menundukkan kepala dan meminta maaf.
Sepanjang hidupnya, Darren telah
hidup dengan harga diri yang tinggi. Bagaimana mungkin dia mau merendahkan diri
di depan pria yang tidak dia hormati ? Itu bahkan lebih menyakitkan daripada
mati!
Nindi mengangguk dan berkata,
"Bagus, aku juga ingin lihat berapa lama perusahaan yang cuma bisa pakai
trik kotor sepertimu bisa bertahan."
"Pakai trik kotor atau nggak,
aku yang membesarkanmu. Dari kecil sampai dewasa, semua yang kamu makan, minum,
dan pakai, semua itu dari uangku!"
Nindi menjawab sambil menatapnya
dengan tajam, " Pertama, uang sekolahku berasal dari yayasan yang
didirikan orang tua kita. Soal biaya hidup, kamu mengambil semua uang keluarga
untuk membangun bisnismu, termasuk bagian yang seharusnya jadi milikku. Aku bahkan
nggak menagih bunganya padamu, jadi sudah impas!"
Selama bertahun-tahun, Nindi hidup
dengan penuh keterbatasan, jauh berbeda dari kehidupan Sania yang serba mewah.
"Omong kosong! Aku menghabiskan
banyak uang untukmu!" teriak Darren.
"Omong kosong apa? Semua uang
itu kamu habiskan untuk Sania. Kalau nggak percaya, tanya saja Kak Nando!"
Nindi menatap Darren dan menegaskan,
"Aku nggak berutang apa-apa padamu."
Dari samping, Witan menyela,
"Nindi, kalau uang itu dipakai untuk Sania, terus kenapa? Bukannya wajar?
Dasar pelit, suka perhitungan!"
Nindi menatap Darren dan berkata
sinis, "Dengar itu? Kalau mau menagih uangmu, tagih saja ke orang yang
kamu beri uang. Jangan coba-coba peras aku!"
Darren sangat marah hingga dia tidak
bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Tatapannya tertuju pada Sania dan
Witan, dua orang yang tidak berguna dan selalu membuat kepalanya semakin
pusing.
Dia pun membentak dengan kesal,
"Pergi sana! Mau terus berdiri di sini bikin malu?"
Sania merasa agak enggan untuk pergi.
Dia menoleh ke arah Cakra dengan tatapan penuh penyesalan. Jika dia tahu
identitas pria itu lebih awal, dia pasti sudah membuat Cakra menjadi miliknya
sejak dulu.
Kenapa malah Nindi yang dapat
keuntungan?' pikir Sania.
Sania berkata lagi kepada Cakra,
"Tuan Cakra, Kak Darren menang salah, tapi dia cuma mengikuti perintah
Nyonya Martha. Ini bukan kesalahan Keluarga Lesmana sepenuhnya!"
Dengan tatapan dingin, Cakra
menjawab, "Kamu nggak pantas bicara denganku."
Senyum Sania langsung memudar.
"Tuan Cakra, aku tahu kamu salah paham terhadap Keluarga Lesmana karena
kejadian sebelumnya, tetapi kami dan Kak Nindi tetaplah keluarga. Kalau nanti
kamu sama Kak Nindi, Keluarga Lesmana tetaplah keluarga kandung yang nggak bisa
dia tinggalkan."
Sania sekarang berharap Nindi bisa
bersama Cakra.
No comments: