Bab 690
Nindi menoleh dan melihat Cakra
mengenakan setelan jas biru tua dengan kancing yang terpasang rapi hingga
bawah. Lengan bajunya dilipat, memperlihatkan sebuah jam tangan mahal.
Nindi tersenyum dan berkata,
"Aku belum pernah lihat dandananmu yang seperti ini sebelumnya."
"Dandanan?"
Pria itu menoleh dan berkata,
"Ini cuma baju kerja biasa. Memangnya aku perlu berdandan?"
Nindi menatap wajah Cakra yang tampak
tegas itu dan berkata, "Dengan wajah ini, kamu bisa langsung jadi
artis."
"Apa dengan wajah ini cukup
untuk bisa dapat pacar?"
Cakra balik bertanya, tatapannya
tertuju pada Nindi.
Nindi menghindari tatapan Cakra dan
bertanya, " Apa yang bakalan kamu lakukan untuk Lesmana Grup?"
"Sebenarnya, kita bisa langsung
menghabisi mereka dengan gampang, tapi bukannya kita bilang mau menahannya
dulu? Nyonya Martha sudah mengatur waktu untuk makan malam denganku, melalui
ibuku. Kurasa dia mau membahas hal ini. Aku bakalan serahin semuanya padamu dan
Kak Darren akan mencarimu."
"Oke, aku akan kembali ke vila
keluarga Lesmana malam ini."
Nindi melihat sorot kekhawatiran di
mata Cakra, lalu berkata, "Aku akan pulang dan nonton drama ini.
Keputusannya ada padaku, jadi aku harus pura-pura berkuasa di Keluarga Lesmana.
Akan kumainkan peran ini sepenuhnya, terus aku bakalan mempermainkan mereka
supaya mereka merasa puas sesaat."
Semakin tinggi mereka terbang,
semakin keras pula jatuhnya.
Cakra tersenyum tipis, lalu berkata,
"Kalau Kak Darren pintar, dia seharusnya mengagumimu."
"Aku tetap harus berterima kasih
sama Tuan Cakra untuk semua ini."
"Kamu sudah berterima kasih dua
kali, nggak mau pikirin cara balasnya?"
Cakra memutar tubuhnya dan menatap
Nindi dengan serius.
Nindi merasa terpojok oleh
tatapannya, jadi dia berkata, "Aku bisa traktir kamu makan siang hari ini.
11
"Hari ini aku yang ajak kamu
duluan. Lain kali saja, jangan lupa kamu punya utang makan denganku."
Nindi mengangguk sambil berkata,
"Oke, aku nggak bakalan lupa."
Pada saat itu, mobil itu pun berhenti
di depan sebuah restoran.
Cakra membukakan pintu dan berkata,
"Makanan di sini juga lumayan, cobalah."
Mereka berdua pun masuk ke ruang VIP
di restoran itu.
Nindi melirik Cakra, lalu bertanya,
"Gimana keadaan nenekmu sekarang?"
Mereka sudah tidak saling menghubungi
selama seminggu.
"Sekarang kondisi nenek sudah
jauh lebih stabil."
Nindi mengangguk dan tidak berkata
apa-apa lagi.
Setelah selesai makan, keduanya
berjalan keluar restoran bersama. Cakra berjalan agak menjauh untuk menerima
telepon.
Nindi menunggu di ruang depan.
"Nindi, kamu masih sempat makan
di restoran? Kudengar ada masalah plagiarisme pada sampel perusahaanmu. Sebagai
penanggung jawab utama, kamu nggak khawatir?"
Sofia dan Nyonya Belinda berjalan
mendekat sambil bergandengan tangan.
Sambil tersenyum dingin, Nyonya
Belinda berkata, " Nak, Nona Nindi tenang-tenang saja karena dia
mengandalkan Cakra untuk beresin kekacauan ini. Kalau nggak mampu, jangan sok
kuat biar nggak jadi bahan tertawaan."
Nindi memandang ibu dan anak itu
sambil berkata, " Apa Serena sudah ditahan? Kalau keluar, mungkin dia
harus pakai alat pelacak di kakinya."
Ekspresi Nyonya Belinda berubah
drastis. "Dasar wanita jalang, ini semua gara-gara kamu!" teriak
Nyonya Belinda.
"Kamu salah. Ini karena kamu
nggak mendidik anakmu dengan baik. Memanjakan anak itu sama saja dengan
menyakitinya. Kali ini cuma pakai alat pelacak, lain kali mungkin masuk
penjara."
Nyonya Belinda hendak memukul Nindi,
tetapi Sofia segera menahannya dan berkata, "Nona Nindi, kalau kamu
sehebat ini, kuharap suatu hari nanti kamu nggak perlu minta bantuan keluarga
Morris."
"Jangan khawatir, hari itu nggak
akan pernah terjadi."
Cakra menghampiri ibu dan anak itu,
lalu berkata, " Nindi nggak perlu meminta bantuan kalian. Ayo pergi."
Wajah Sofia langsung pucat pasi.
Dengan matanya berkaca-kaca, dia berkata, "Cakra, memangnya dia sehebat
itu?"
Sofia berbicara dengan suara bergetar
penuh emosi. Dia tidak tahan saat melihat Cakra membela Nindi.
Rasanya lebih menyakitkan daripada
kematian.
Namun, Cakra tidak menoleh sedikit
pun dan langsung membawa Nindi pergi dari restoran itu.
Nyonya Belinda menenangkan putrinya
dengan penuh kasih, "Jangan khawatir, mereka berdua nggak mungkin bisa
bersama."
Dengan mata penuh air mata, Sofia
berkata, "Bu, Ibu bohong."
"Aku nggak bohong, keluarga
Julian yang menyebabkan kematian orang tua Nindi!"
No comments: