Bab 691
Usai keluar, Nindi sedikit menoleh
dan melirik ke arah Cakra.
Pria itu menundukkan kepalanya dan
bertanya, " Kenapa kamu melihatku?"
"Kenapa kamu ngomong begitu sama
mereka?" ucap Nindi.
Tatapan Nindi tampak tengah
menggodanya.
Dia berkata dengan nada dingin.
"Salah, ya? Aku cuma ngomong jujur kok, lagian itu 'kan juga bukan. urusan
mereka."
Nindi menatap Cakra. "Tapi, dia
'kan sahabat Ibumu. Kamu nggak takut kalau Ibumu nanti marah dan bikin
gara-gara sama kamu."
"Kamu khawatir sama aku,
ya?" ucap Cakra.
Nindi tampak memalingkan wajahnya.
"Siapa juga yang khawatir sama kamu, kayak nggak ada kerjaan lain
saja."
Usai masuk ke dalam mobil, Cakra
sibuk melakukan panggilan telepon. Sesekali berbicara dalam Bahasa Iroz,
kemudian beralih ke Bahasa Jeyvan.
Nindi mendengarkan dari samping.
Setelah Cakra mengakhiri panggilan telepon, barulah dia bertanya. "Mau
pergi dinas, ya?"
"Kok kamu tahu?" tanya
Cakra.
"Aku dengar waktu kamu telepon
tadi. Habisnya ngomong sekencang itu, mana mungkin nggak dengar coba?"
ujar Nindi.
Nindi berkata dengan terus terang.
Dia melirik ke luar jendela dan berkata, "Kita sudah sampai. Kamu juga
cepat istirahat, ya."
Begitu selesai berbicara, dia segera
membuka pintu mobil dan turun. Cakra tiba-tiba saja menghentikannya. "Nih,
ambil."
Nindi mendapati sebuah kantong di
tangannya. Dia melirik sekilas, ternyata itu adalah sebuah tas merek mewah.
"Di dalamnya juga ada salep
penghilang bekas luka, " tambahnya.
Nindi hendak mengucapkan sesuatu,
tetapi Cakra sudah meninggalkan tempat itu.
Dia meraih kantong itu dan memeriksa
isinya, sebuah tas Caneil edisi terbatas berwarna hitam emas, yang amat
bergaya.
Nindi merasa bingung antara ingin
tertawa atau menangis. Dia membawa kantong itu dan kembali ke asrama.
Sesaat setelah Nindi pergi, seseorang
muncul dari sudut dengan ponsel di tangannya dan berhasil mengabadikan momen
saat dirinya turun dari mobil mewah serta menerima sebuah hadiah.
Wah, ini berita besar.
Sesampainya di kamar asrama, dia
meletakkan kantong itu di atas meja. "Malam ini aku nggak tidur di sini,
aku harus pulang ke rumah keluarga Lesmana."
Yanisha segera menengadah. "Mau
lihat drama seru, ya? Katanya malam ini Tante Martha janjian ketemu sama Kak
Cakra buat ngobrol."
"Iya, aku sudah tahu. Makanya
aku pulang ke rumah juga buat lihat drama seru, sekalian mau negosiasi
sih," ujar Nindi.
Setelah kelas sore berakhir, Nindi
segera kembali ke kediaman keluarga Lesmana.
Bagaimana mungkin dia akan melewatkan
drama seru itu, 'kan?
Nindi bergegas kembali ke kediaman
keluarga Lesmana. Kebetulan, dia melihat ke arah taman di luar, dan mendapati
beberapa awak wartawan tengah melakukan pengambilan gambar.
Tentu saja, fokus utama mereka
tertuju pada sosok Sania dan Witan.
Saat Nindi melangkah mendekat, Sania
masih sibuk menatap Witan dengan penuh perasaan. "Aku nggak masalah sama
kondisinya sekarang. Tapi, aku tetap berharap suatu saat nanti dia bisa berdiri
dan hidup normal, tanpa perlu rendah diri karena tatapan orang lain."
Witan mengenakan kaki palsu, tetapi
senyumnya tampak sedikit canggung.
Dia memeluk Sania dengan keinginannya
sendiri. " Iya, aku bersyukur sekali bisa bertemu Sania. Dia beneran
perempuan yang berbakat dan hebat. Demi aku bisa berdiri seperti orang normal,
dia sampai berusaha keras seperti ini."
Seorang wartawan perempuan berbicara
dengan nada kagum. "Ini seperti sebuah cerita di novel yang menjadi
kenyataan. Saya sangat iri."
Sania tampak menikmati tatapan iri
dari semua orang yang hadir di sana.
Nindi berjalan mendekat dan bertepuk
tangan. Wah, bagus juga! Kalian memang cocok banget jadi pelakon." 11
Namun, saat melihat Nindi, ekspresi
Sania segera berubah menegang. 'Ngapain si jalang Nindi ini pulang ke rumah,
sih?' ucapnya dalam hati.
Sania yang tak ingin tersorot kamera
wartawan, segera berkata, "Sepertinya wawancara hari ini sudah cukup,
terima kasih atas kerja keras kalian!"
"Produk plagiat dan kisah cinta
palsu, memang pasangan yang serasi," ujar Nindi.
Usai berbicara, seorang wartawan perempuan
menatap Nindi. "Apa maksud ucapan Anda, Nona?"
"Seperti yang barusan kukatakan,
sampel produk dari Lesmana Grup itu hasil tiruan. Bahkan kisah cinta mereka
juga cuma sandiwara, itu sengaja dibuat cuma untuk membohongi kalian
semua," jelas Nindi.
Wartawan perempuan itu menuduh Nindi
dengan marah. "Apa alasanmu berbicara seperti itu? Kamu siapa? Ini vila
pribadi keluarga Lesmana, bagaimana bisa kamu masuk ke sini?"
No comments: