Bab 703
Tatapan Sofia berubah menjadi jauh
lebih dingin.
Serena pun menghampiri, lalu berkata
dengan tak rela, "Kak, Nindi itu benar-benar keterlaluan. Kamu lihat
sendiri, 'kan? Bisa-bisanya malah duduk di sebelah Pak Cakra?"
"Diam, aku juga tahu!"
Sofia kembali ke kursinya dengan raut
kesal.
Pandangan matanya tertuju pada Cakra
di barisan pertama. Dia juga bisa mendengar bisik-bisik di belakang tentang
betapa tampan dan kayanya Cakra.
Sofia teringat kata-kata ibunya waktu
itu. Lalu, Sudut bibirnya melengkung membentuk senyum tipis.
Benar juga, sekarang bukan waktunya
untuk gegabah.
Fakta bahwa keluarga Cakra
bertanggung jawab atas kematian orang tua Nindi adalah kejutan yang terlalu manis
untuk dilewatkan.
Dengan kartu as sebesar ini di
tangannya, dalam beberapa hari terakhir saja Sofia nyaris tidak bisa tidur
karena terlalu antusias.
Senyuman Sofia tampak sedikit bengis.
Pantas saja Cakra tiba-tiba pergi ke Kota Alana dan rela bekerja sebagai dokter
sekolah. Ternyata semua itu hanya demi Nindi.
Cakra mungkin hanya merasa bersalah
pada Nindi, bukan benar-benar mencintainya.
Bagaimana caranya menyampaikan hal
ini pada Nindi?
Saat itu juga, Serena bergegas ke
barisan pertama dan memprotes Nindi, "Memangnya ini tempatmu, ya? Kudengar
belakangan ini kamu sering dijemput pria tua kaya malam-malam, bahkan katanya
kamu dikasih tas Caneil. Benar nggak, tuh?"
Nindi bisa merasakan adanya banyak
pasang mata tertuju padanya. Gosip itu memang sedang ramai beredar di kampus
akhir-akhir ini.
Serena melirik ke arah Cakra dengan
penuh kemenangan, "Lihatlah, Nindi itu memang wanita matre. Kehidupan
pribadinya saja sekacau ini."
"Serena, jangan asal bicara.
Mungkin saja itu cuma salah paham."
Sofia buru-buru datang untuk
merasakan suasana, lalu berkata lembut, "Nona Nindi, mohon maaf, ya."
"Kak, kenapa kamu bela dia, sih?
Jelas-jelas dia suka merayu pria tua yang kaya. Ada yang lihat sendiri, kok.
Bahkan ada fotonya juga!"
Serena langsung mengeluarkan
ponselnya dan menampilkan foto itu tanpa ragu.
Hari ini, dia ingin memperlihatkan
siapa sebenarnya Nindi di depan Cakra.
Mata Sofia berbinar begitu melihat
foto-foto itu sekilas. Dia pun segera berkata, "Cakra, bisa saja ini cuma
salah paham."
Cakra mendongak, lalu menatap Serena,
"Pria tua kaya yang kamu maksud itu pasti aku."
Nindi spontan menoleh ke pria di
sebelahnya dengan ragu, 'Benarkah dia baru saja mengaku?”
Apa dia tak takut jika orang-orang
mengetahui ini?
Ekspresi Serena langsung membeku,
"Nggak mungkin."
Bagaimana bisa orang itu ternyata
Cakra?
Sofia pun ikut terkejut. Dia kemudian
memperhatikan lagi mobil dalam foto itu, ternyata itu memang mobil Cakra.
Dalam sekejap, emosi di dalam hati
Sofia hampir meledak.
Apapun alasannya, jelas Cakra begitu
baik pada Nindi."
Ekspresi Serena menjadi tak
terkendali. Mulutnya ternganga, tanpa mampu mengucapkan satu kata pun.
Cakra berkata dengan dingin,
"Serena, apa kamu tahu kalau sembarangan menyebarkan rumor juga melanggar
hukum?"
"Aku, aku cuma lihat di forum
kampus. Semuanya memang ditulis begitu,"
Serena kini mulai terdengar gugup.
Dirinya sekarang tak bisa menanggung risiko jika semua dibawa serius.
Sofia segera maju untuk menengahi,
"Cakra, Serena cuma lihat komentar orang-orang di forum. Kalau pun mau
menyelidiki lebih lanjut, seharusnya yang bertanggung jawab adalah orang yang
mengunggah rumor jahat itu."
"I... iya, betul. Aku juga cuma
dengar dari orang lain, bukan aku yang mulai menyebarkan, kok.”
Serena buru-buru menatap Sofia,
"Kak, aku benar-benar nggak ada sangkut pautnya sama ini."
"Tenang, aku percaya kamu."
Faktanya, hati Sofia mulai gelisah.
Dia beralih menatap Cakra, "Kalau kamu nggak percaya, selidiki saja
semuanya sampai tuntas."
Cakra berkata dengan sinis,
"Menyebarkan informasi palsu dan mencemarkan nama baik orang lain bisa
masuk fitnah yang keji, tentu saja bisa dirposes secara hukum.”
No comments: