Bab 708
"Siapa yang suruh kalian ngomong
begitu di depan rektor tadi? Nindi jelas berhasil karena usahanya sendiri,
bukan bantuan orang lain."
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa pun
tampak sedikit kikuk. Dia tanpa sadar melirik ke arah Nindi yang berdiri tak
jauh darinya.
Sekarang, satu-satunya orang yang
bisa meredam semua ini hanyalah Nindi.
Namun, Yanisha tiba-tiba maju dan
berdiri di depan Nindi, "Barusan Nindi datang dengan niat baik buat
meluruskan masalah ini, tapi malah ada yang nggak tahu terima kasih dan terus
memprovokasi. Begitu sekarang masalahnya jadi runyam begini malah panik
sendiri. Rasain sendiri akibatnya."
"Itu benar, 'kan? Semua ini cuma
karena mereka iri dengan Nindi. Iri karena ada wanita sehebat dia, itu sebabnya
mereka cuma bisa main cara kotor."
Galuh pun langsung menggandeng lengan
Nindi, Ayo, kita pergi saja. Nggak usah buang waktu dengan orang yang seperti
itu."
Nindi tak mengatakan apa pun, lalu
ikut pergi bersama teman-temannya.
Sementara itu, gadis itu juga mulai
ketakutan saat ini, "Bagaimana ini? Aku juga nggak mau dihukum."
"Baru takut sekarang, ya? Kenapa
sih tadi kamu ngonong begitu di depan rektor? Kami jadi kena imbasnya gara-gara
ulahmu. Aku nggak peduli, kamu yang kasih foto itu dan sebarin rumornya. Jadi,
kamu yang harus tanggung jawab!"
Gadis itu langsung menangis hingga
gemetaran.
Apa yang harus dilakukan?
Di sisi lain, Nindi dan
teman-temannya sudah tiba di luar.
Ada banyak mahasiwa menghampirinya,
"Nindi, kamu keren sekali."
"Nindi, kamu sekarang
benar-benar pemegang saham di Perusahaan Patera Akasia? Kalau nanti perusahaan
kamu memasuki bursa saham, kamu pasti nggak akan pernah kekuarangan uang, ya?"
Nindi menatap teman-teman di
sekitarnya sambil tersenyum tipis, "Namanya juga bisnis, pasti ada
risikonya. Memangnya siapa yang tahu akan terjadi apa ke depannya?"
Serena merasa iri begitu melihat
Nindi dikelilingi banyak orang dengan antusias, "Kak, kalau bukan karena
dukungan keluarga Julian, mana bisa Nindi sukses segampang itu? Tetap saja,
ujung-ujungnya mengandalkan pria."
"Ada saatnya, mengandalkan pria
memang menjadi sebuah keterampilan.
Sofia pun terdiam dalam gelisah. Dia
tahu satu rahasia besar. Namun, dia juga sadar jika rahasia itu hanya akan
berdampak jika diungkap di saat yang paling tepat.
Untuk hari ini, dia memilih
membiarkan Nindi tenang sementara waktu.
Setelah Nindi mengobrol sebentar
dengan teman -temannya, tampak ketua Badan Eksekutif Mahasiswa datang
menghampiri, "Nindi, ada wawancara dari kampus dan kamu perlu ikut."
"Baiklah, aku akan ikut.”
Nindi pun melangkah mengikuti sang
ketua. Akan tetapi, dari kejauhan, matanya menangkap sosok Cakra sedang
berbicara dengan beberapa pengusaha yang diundang.
Pria itu bersandar santai di kursinya
seraya tersenyum tipis. Namun, senyuman itu tampak palsu.
Nindi langsung mengerti bahwa itu
hanyalah topeng yang biasa Cakra pakai.
Begitu dirinya muncul, Cakra langsung
menoleh ke arahnya.
Ketika dia mendongak, semua orang di
sekelilingnya pun turut menoleh dan memusatkan pandangan. Alhasil, semuanya
menatap Nindi seorang.
Ketua Badan eksekutif Mahasiswa yang
menyadari situasinya pun segera mendekat dan berkata, "Sini, ayo ikuti
aku, jangan tegang."
Nindi pun membalas sang ketua dengan
senyum hangat dan mengikuti langkahnya.
Namun, entah mengapa dada Cakra
terasa sesak ketika menatap senyuman pada wajah Nindi.
Apalagi, saat dia menatap pemuda yang
tampak ceria berdiri di samping Nindi. Hatinya makin tak tenang.
Seseorang di dekat Cakra bahkan
memperhatikan dirinya yang terus memandangi Nindi tanpa jeda.
Setelah wawancara berakhir, salah
satu pria paruh baya dari kelompok bisnis itu memanggil Nindi, " Nak, ke
sinilah sebentar buat ngobrol dengan kami.”
Nada bicaranya yang terdengar agak
memerintah membuat Nindi tak nyaman. Namun, dia tetap mendekat.
"Duduklah di sebelah Pak
Cakra."
Begitu tiba di sana, seseorang
tiba-tiba mendorong Nindi hingga membuatnya terjatuh dalam pelukan Cakra.
No comments: