Bab 709
Nindi sungguh tak menyangka, ternyata
masih ada orang yang sebegitu kurang ajarnya.
Dia sama sekali tidak mempersiapkan
apa pun, tetapi langsung didorong hingga jatuh ke pelukan Cakra.
Pria itu spontan merangkul
pinggangnya, memeluknya erat agar tak sampai terluka.
Namun, bagi Nindi, tindakan seperti
ini hanya membuatnya merasa muak. Seolah-olah wanita bisa dipermainkan
seenaknya!
"Mahasiswi zaman sekarang memang
beda. Lihat betapa mudanya, wajahnya saja sampai bening begitu."
"Pak Kevin, jangan bercanda
seenaknya begini. Ini kampus, bukan klub malam."
"Klub malam juga isinya banyak
mahasiswi, tapi jarang yang seberbakat dan secantik dia."
Nindi buru-buru bangkit dari pelukan
Cakra dengan wajah memerah. Dia menatap tajam pria paruh baya yang barusan
mendorong dan melecehkannya dengan kata-kata.
Pria itu menyeringai, "Wah,
marah, ya? Pak Cakra itu pria yang tampan dan sukses. Ada banyak gadis yang
berharap bisa dekat dengannya, kamu mau menolak begitu aja?"
Nindi menyeringai dingin, wajahnya
tak lagi ramah.
Cakra hanya memperhatikan dari
samping, tanpa berkata apa pun. Dia tahu Nindi bisa menghadapi ini sendiri.
Nindi memandangi pria paruh baya itu
dan berkata, "Pak Kevin bilang ada banyak mahasiswi di klub malam, ya?
Berarti termasuk putri Pak Kevin juga, dong?"
Wajah pria itu langsung berubah
masam, "Apa maksudmu? Kamu ini nggak tahu aturan, ya!”
"Aku cuma bilang fakta, Pak
Kevin. Kudengar putrimu memang suka nongkrong di klub malam dan gonta-ganti
model pria tiap malam. Waktu itu bahkan ada yang tewas karena ulahnya. Lalu,
demi menutupi masalah, kamu buru-buru kirim dia ke luar negeri, 'kan?"
"Kamu ini ngomong apa,
sih?"
Wajah pria paruh baya itu langsung
pucat pasi. Padahal semua sudah ditutup rapat-rapat. Bagaimana mungkin gadis
ini tahu?
Nindi tersenyum tipis, "Entah
aku mengarang, atau nggak, yang pasti Pak Kevin tahu jawabannya."
Karena hari ini ada acara pertukaran
ini, Nindi sudah lebih dulu mempersiapkan diri.
Mengenai putri Kevin, Yanisha -lah
yang pertama kali memberi tahu. Untuk urusan gosip keluarga orang kaya, Yanisha
memang paling cepat mengetahuinya.
Tak disangka, hari ini informasi itu
justru berguna di sini.
Pria paruh baya itu langsung naik
pitam, lalu menunjuk ke arah Nindi sambil membentak, "Aku tadi cuma
bercanda! Harus, ya, seserius itu?"
"Aku juga cuma bercanda, Pak
Kevin. Kenapa Bapak jadi seserius ini?"
Nindi melempar senyuman tipis.
Orang-orang seperti mereka benar-benar menyebalkan dan menjijikkan.
Cakra segera menarik kursi untuk
Nindi dan berkata, "Duduklah.”
"Nggak perlu, aku masih ada
urusan, silakanı kalian lanjutkan saja."
Nindi tahu, jika dia tetap tinggal di
situ, mungkin akan ada masalah lain. Dia benar-benar malas berurusan dengan
para pria paruh baya itu.
Begitu Nindi pergi, Cakra hanya
menatap punggungnya yang menjauh dengan emosi meledak -ledak sambil menghela
napas.
Telapak tangannya masih terasa
hangat, seolah jejak saat memegang pinggang ramping Nindi tadi belum sepenuhnya
menghilang.
Pikiran pria itu mulai melayang ke
mana-mana, entah kapan dia bisa menenangkan hatinya yang gelisah ini.
Pria paruh baya itu buru-buru bicara,
"Pak Cakra, kalau kamu suka mahasiswi itu, biar kubantu datangkan dia
untukmu."
Gadis-gadis muda seperti itu,
kelihatannya memang keras kepala. Namun, pada akhirnya, uang dan tekanan selalu
bisa meluluhkan mereka.
Raut wajah Cakra seketika berubah.
Ekspresinya mengeras, disertai sorot mata yang mendingin.
Dia menatap pria paruh baya itu
dengan sengit, " Daripada sibuk dengan cara kotor seperti itu, lebih baik
pikirkan bagaimana cara menyelamatkan perusahaanmu biar nggak sampai
bangkrut."
Meskipun perusahaan teknologi, ada
juga yang jalannya tak berjalan baik.
"Pak Cakra, terus terang saja,
aku mau jalin kerja sama dengan Perusahaan Patera Akasia.”
"Aku selalu pilih mitra
berdasarkan integritas. Tapi integritas Pak Cakra, jelas nggak memenuhi
syarat."
Cakra menatapnya tajam, "Aku
paling benci dengan orang yang merendahkan wanita."
Wajah pria paruh baya itu langsung
berubah pucat. Keringat dingin mengalir deras di pelipisnya. Kali ini, dia
bahkan tak berani membalas sepatah kata pun.
No comments: