Bab 40
Tapi tentu saja, Aldo tidak percaya
dengan apa yang diucapkan oleh Jackie. Ia berpikir, "Jackie ini berbohong
dengan tidak tanggung-tanggung. Mana mungkin orang yang pernah dipenjara
memiliki urmah di Nirwana Mekar?"
Meski begitu, tetap saja Aldo
mengemudikan mobilnya untuk menyusuri jalan Nirwana Mekar. Cresialah yang sudah
gatal ingin kembali merendahkan Jackie.
"Di sebelah mana rumahmu itu,
Jackie? Jika kamu memang memiliki urmah di sini, kamu pasti tahu di mana
letaknya bukan?" uajr Cresia sinis.
"Nirwana Mekar nomor 78,"
ucap Jackie yakin.
Lagi-lagi, Aldolah yang dibuat
terkejut oleh gaya Jackie yang begitu kalem. Dia masih tidak habis pikir.
Bagaimana bisa Jackie berkata begitu mantap seolah dia benar-benar memiliki
rumah di sana. Akhirnya, dia tidak mampu lagi menahan gemas.
"Nirwana Mekar nomor
78...?" tanya Aldo singkat.
"Ya, betul," santai Jackie
menyahut. Dia malah asyik memandangi rumah-rumah yang ada di sana.
"Jackie, aku harap khayalanmu
tidak ketinggian. Memiliki rumah di Nirwana Mekar saja sudah tidak masuk akal.
Apalagi Nirwana Mekar 'nomor besar'?!"
Perkataan Aldo itu membuat baik
Hendra dan keluarganya juga Sukiman dan Cresia termangu bertanya-tanya. Sampai
akhirnya, Cresia memutuskan berkata pada anaknya.
"Memangnya ada apa dengan Nirwana
Mekar 'nomor besar', anakku sayang?"
Sejurus Aldo yang fokus mengemudi
terdiam selama beberapa detik. Setelahnya, barulah dia menjawab. "Semakin
besar nomor rumah di Nirwana Mekar, akan semakin besar juga bangunannya."
Memang benar begitu. 'Nomor besar'
yang Aldo maksud adalah nomor rumah di sana yang lebih tinggi dari angka 50.
Semakin lama, jarak satu rumah ke
rumah yang lain di jalan Nirana Mekar akan semkain renggang karena halaman
bangunannya begitu luas. Pengembang sengaja membutanya demikian demi kenyamanan
dan privasi.
"Selain itu, letaknya juga akan
semakin dekat dengan Danau Lembang. Pemandangannya indah. Itulah kenapa rumah
di atas nomor 50 jauh lebih mahal dibanding yang lain," papar Aldo.
"Hahaha...!" tiba-tiba saja
Cresia tergelak hingga Hendra, Anita dan Sherina terkejut dan memandang ke arah
dia. Kemudian, mulailah Cresia bercerocos.
"Jackie, kamu itu bisa saja
menggretak orang. Pasti kamu sudah mencari tahu seperti apa rumah-rumah di sini
terlebih dahulu, bukan? Agar pada saat ada orang yang bertanya padamu, kamu
bisa berlagak keren. Iya 'kan?"
Mendengar penjelasan Aldo, Hendra,
Anita dan Sherina mulai cemas. Benarkah Jackie sudah memiliki rumah baru di
komplek perumahan mewah tersebut atau hanya menggretak untuk mempermainkan keluarga
Sukiman?
"Aku tidak mencari tahu melalui
internet atau dari sumber lain. Aku datang kemari sendiri dan memilih mana
rumah yang cocok untuk aku dan keluargaku."
Lagi-lagi, Jackie menanggapi
ujaran-ujaran yang menyerang dia begitu santai. Aldo hanya menggeleng-gelengkan
kepala sedikit karena masih menganggap Jackie tengah meracau.
"Banyak alasan sekali kamu,
Jackie!" timpal Cresia.
Sukiman yang mulai lelah dengan
perangai istrinya kembali berkomentar. "Cresia, sudahlah. Kau tadi sudah
bilang bahwa Jackie mesti membuktikannya dengan mencoba kunci yang dirinya
miliki. Tunggu saja, tidak usah banyak bersuara!"
Diingatkan oleh sang suami, Cresia
pun bungkam. Meski begitu, dia tersenyum miring karena ia merasa yakin benar.
Jackie kemungkinan sudah sinting dan membual mengenai rumah barunya.
"Tidak mungkin si napi ini
mengalahkan keluargaku!" batin Cresia geram.
Mobil milik Aldo lanjut mencari rumah
yang Jackie maksud. Tetapi kemudian, Aldo melihat ada orang-orang yang
berkumpul di halam salah satu rumah.
"Oh, itu Pak Gilang... dia
adalah ketua senator dari Partai Demokrasi Makara! Tunggu sebentar, aku ingin
menjumpai dia dahulu!" Aldo berkata sembari menghentikan mobilnya,
kemudian berujar.
"Jackie, sabar, ya? Aku akan
mengantarmu ke rumah... 'dalam mimpi-mu itu. Tapi aku harus bersosialisasi
sebentar. Maklum, kenalan-kenalanku adalah orang penting sekarang. Aku mesti
menyapa mereka agar tidak disangka sombong."
Tentu saja Jackie tidak menanggapi
apa yang dikatakan oleh Aldo. Dia diam saja. Aldo tidak pernah tahu. Di Bawah
Sembilan, pasien-pasien Jackie juga merupakan petinggi-petinggi di Makara.
Dia pernah merawat ayah Gilang dan
mendapat bayaran yang luar biasa. Akan tetapi, Jackie tidak mau bertemu dengan
politisi tersebut.
"Nanti urusannya jadi lama dan
aku musti menghadapi entah celotehan apa lagi dari si dungu Aldo dan ibunya
yang cerewet itu!" omel Jackie dalam hati.
Sedangkan Aldo keluar dari
kendaraannya guna mendatangi salah satu politisi kenamaan di negara mereka
tersebut.
Rupanya. Aldo mulai terbuai karena
merasa bisa mengenal orang-orang penting. Selesai dengan Gilang, dia malah
menyeberang dan menjumpai pemilik rumah yang lain. Cresia pun bangga karenanya.
"Ya, begitulah Aldo. Sekarang
dia sudah mengenal banyak orang hebat. Artis, politisi... tak tahulah aku siapa
lagi. Biarkan saja. Toh akan berdampak bagus juga untuk karirnya," ujar
Cresia menyombongkan diri.
Jackie menghela napas. Semua tipe
orang yang disebut Cresia barusan sudah pernah dirinya jumpai. Malahan jika
Jackie mau, dia bisa membongkar tingkah seorang selebritas cantik kenamaan.
Wanita itu datang pada Jackie untuk
menghilangkan tumpukan lemak pada pahanya. Tentu saja Jackie berhasil
melakukannya. Namun tanpa ia duga sebelumnya, perempuan tersebut meminta ia
menidurinya di salah satu sel VIP Bawah Sembilan!
"Pikir-pikir Aldo ini banyak
tingkah sekali. Seandaikan Pak Sukiman tidak mengajak kami, aku sudah membawa
keluargaku sendiri kemari!" keluh Jackie.
Melihat Aldo masih berbasa-basi
dengan kliennya, Jackie turun dari mobil tersebut. Hendra, istri dan anak
perempuannya tercengang. Sukiman hanya bisa melongo, sedangkan Cresia
memandangi Jackie dengan ekspresi jijik.
"Ayah, ibu, Sherina, biar aku ke
rumah kita duluan dengan berjalan kaki," ucap Jackie. Ia membalikkan badan
dan mulai melangkah.
Sekian ratus meter sudah Jackie
berjalan. Di depan, Danau Lembang tampak menghampar di belakang rumah-rumah
besar di sana
"Hei, Jackie, mau ke mana
kamu?!"
Terdengar Aldo yang kembali
berkendara memanggil Jackie. Tetapi, orang yang dia sebut terus melangkah.
Hingga akhirnya, Jackie tiba di depan sebuah rumah yang begitu besar.
"Ini dia," ucap Jackie
membatin. Keluarganya menyusul. Aldo datang mendekati dia.
"Bagaimana Jackie, kamu sedang
mengkhayal untuk membeli rumah ini? Silahkan, pandangi dia sampai puas. Siapa
tahu, kamu bisa..."
Bermaksud kembali merndahkan Jackie,
Aldo tidak melanjutkan kata-katanya. Nomor yang terpampang pada rumah di depan
mereka adalah 78.
"Nomor 78...!" ucap Hendra
seolah dia terkagum-kagum. Lalu, dia menatap pada istri dan putrinya.
Anita dan Sherina berdiri kaku.
Mereka masih merasa percaya tidak percaya. Apa benar Jackie akan membuat mereka
tinggal di rumah semewah itu?
Sementara Aldo berceloteh.
"Jadi, rumah nomor 60 ke atas itu biasanya dimiliki oleh orang-orang yang
sebenarnya tidak juga menempatinya. Mereka sebetulnya tinggal di luar negeri
atau bahkan warga negara asing..."
Untuk yang kedua kali, Aldo yang
bermaksud meninggi dibuat terperangah. Tatkala, dengan ringannya Jackie
berjalan menuju pintu Nirwana Mekar nomor 78.
Saat itulah Aldo dan Cresia
benar-benar tercengang. Jackie membuka pintu menggunakan kunci yang ada
padanya!
No comments: