BAB 46
Dua orang turun dari kendaraan
tersebut. Yang satu memakai seragam khas manajemen Awania, yang satu lagi
mengenakan seragam petugas keamanan, namun memiliki pangkat pada bahunya.
Melihat kemunculan orang yang
sepertinya berkuasa di Komplek Awania, Tina langsung mendatangi mereka dan
bercerocos.
"Bapak-bapak...! Untung
bapak-bapak datang! Lihat, Pak. Ada napi menyelusup ke komplek ini, kemudian
dia berkelahi dengan anggota keamanan! Lalu, dia juga mengancam pacar saya,
Pak! Kurang ajar sekali, bukan?! Tolong segera ditindak, Pak!"
Kocak jadinya. Tina sudah capai-capai
meminta pertolongan dua orang tersebut. Akan tetapi, mereka tidak menggubris
dia.
Orang yang mengenakan pakaian
manajemen bahkan melakukan gerakan seperti menyingkirkan Tina yang menghalangi
jalannya. Dua-duanya langsung melangkah ke hadapan Jackie yang telah melepas
Gerald..
"Tuan Jackie..., apa ada yang
bisa kami bantu?" sapa laki-laki yang memakai baju manajemen Awania. Dia
adalah Fendi Kalisno, Manajer Operasional Komplek Awania.
"Tuan Jackie, apakah Anda
baik-baik saja?" si petugas keamanan bertanya penuh perhatian. Sebab, dia
adalah Oman Galanto yang merupakan kepala keamanan Komplek Awania.
"Selamat siang, bapak-bapak.
Saya... hanya mengalami sedikit gangguan dari... dua orang ini," Jackie
menjawab sembari mendelik tajam pada Gerald dan Tina. "Lalu,
petugas-petugas ini juga berusaha untuk mengeroyok saya karena dihasut oleh
mereka."
Seketika itu, raut Oman berubah
menjadi sangat galak. Kedua netranya membeliak. "Apa?! Kurang ajar! Kalian
itu petugas keamanan, mengapa malah berniat menganiaya Tuan Jackie?!"
"Siap, kami mohon maaf atas
tindakan kami!" salah satu petugas keamanan yang kemungkinan adalah
pimpinan regu berucap sembari tertunduk.
"Maaf, maaf...! Tetap saja
kalian terkena hukuman karena telah bertindak sembarangan! Ayo, kalian semua
push-up sana sampai saya bilang berhenti, cepat!" titah Oman.
Tanpa perlawanan, para petugas
keamanan tersebut langsung melakukan seperti yang dipinta oleh atasan mereka.
Yang tidak terlibat pengeroyokan hanya berdiam tegak agak jauh di belakang.
"Macam-macam saja kalian itu,
tidak ada hormat-hormatnya pada Tuan Jackie!" Fendi memarahi rekan-rekan
kerjanya sembari memperhatikan mereka.
Baru tadi pagi, Fendi bersama Oman
menyempatkan diri bertemu dengan Jackie berbarengan dengan Wanarto.
Mereka datang karena Aldo telah
menyampaikan pesan pada mereka, bahwa mereka mesti menghormati Jackie dan harus
memperlakukannya dengan istimewa. Sebab, Jackie merupakan atasan tertinggi
Wanarto.
Sedangkan Gerald dan Tina hanya bisa
melongo dengan mulut terbuka tatkala melihat bagaimana Fendi dan Oman malah
membela Jackie habis-habisan.
Meski begitu, Tina merasa penasaran.
Maklum, dia sudah menganggap mantan kekasihnya bak sampah. la memberanikan diri
bersuara.
"Bapak-bapak, me-mengapa
bapak-bapak memperlakukan Jackie spesial seperti ini? Dia itu hanya seorang
mantan napi. Dia sangat berbahaya! Dia pasti sudah memiliki niat untuk menjarah
atau melakukan kejahatan lain di sini!"
"Maaf, Tina. Kau tidak bisa
menuding aku seperti itu," kalem Jackie menanggapi.
"M-me-memangnya kenapa? Kamu
pasti sudah menipu bapak-bapak ini sehingga mereka menurut padamu, sama seperti
yang kau lakukan terhadap Vanessa, bukan?" Tina melawan,
Jackie menghela napas diiringi senyum
nyaris tak kentara. Lalu, dia berucap, "Tina, aku adalah pemilik rumah di
sebelah sana itu."
Pengakuan Jackie membuat Tina berdiri
kaku. Mulutnya terbuka. Gerald memperlihatkan mimik percaya tidak percaya. Apa
benar Jackie sekarang telah menjadi salah satu pemilik rumah di Tatar Nirwana?
"T-tu-tunggu..., ka-kau...
memiliki rumah di sini?!" Gerlad angkat bicara sangking menurutnya,
pernyataan Jackie itu sangatlah mustahil.
"Betul, Kak. Tuan Jackie
merupakan pemilik salah satu rumah di sini. la menempati rumah nomor 78 yang
ada di sebelah sana," Fendi yang menjawab.
Jeger! Semakinlah tenggorokan Gerald
dan Tina bak tercekik rasanya. Karena penjelasan Fendi, kepala Gerald bagai
dihantam oleh palu. Masih saja dia tidak mempercayai perkataan sang manajer.
"Mana buktinya...?! Sa-saya
tidak percaya! Bapak pasti salah, mungkin yang Bapak maksud adalah orang
lain!" tentang Gerald mati-matian.
Segera itu Fendi tersenyum sabar.
"Kalau Kakak tidak percaya..., saya adalah Manajer Operasional di sini.
Saya memiliki data warga komplek Awania. Sebentar, saya tunjukkan."
Fendi merogoh saku celana yang ia
kenakan dan mengeluarkan ponsel. Gerald dan Tina mulai menenggak liur.
Menyentuh-nyentuh layar ponselnya
sejenak, Fendi pun menunjukkan alat komunikasinya pada Gerald dan Tina.
"Silahkan diperiksa. Ini, nama Tuan Jackie tertera di sini."
Rasa-rasanya, Gerald dan Tina bak
disambar petir di siang bolong. Fendi benar. Keduanya bisa melihat dengan
jelas. Di sana, tertulis nama Jackie lengkap dengan alamat tempat rumahnya
berada. Nomor 78.
"Ini sangat tidak
mungkin...!" kaget Gerald dan Tina dalam hati.
Tina masih tidak habis pikir. la
sudah mencampakkan Jackie demi menjalin hubungan dengan Gerald yang kaya. Tapi
sekarang, dia kecele berat. Siapa sangka. Kini, derajat mantan kekasihnya yang
baru saja keluar dari Penjara Bawah Sembilan mendadak menukik naik. 1
Namun Tina belum mau menyerah. Ia
belum bisa menerima kenyatan bahwa Jackie mungkin sudah setara dengan
kekasihnya.
"Aku tahu! Kau pasti bisa
mendapatkan rumah ini karena Vanessa memberinya padamu, bukan? Dasar kau pria
rendahan tak tahu diri! Bisanya hanya bergantung pada perempuan!" sindir
Tina.
Meski berkata seperti itu, terbersit
penyesalan dalam dirinya karena telah mengakhiri hubungannya dengan Jackie. Dia
adalah perempuan materialistis. Itulah mengapa dia lebih memilih Gerald
dibanding mantan pacarnya tersebut.
la rela melakukan apa saja demi uang.
Sekarang, ia merasa dirinva bodoh karena telah meninggalkan Jackie yang telah
memiliki rumah di Komplek Awania. Dia terus berusaha memojokkan Jackie.
"Sudahlah, akui saja bahwa kamu
telah mengemis pada Vanessa agar bisa mendapatkan rumah di sini...!"
Rupanya, sindrian demi sindiran dari
Tina malah membuat Fendi terganggu. Dia telah menganggap bahwa Jackie adalah klien
terhormatnya. Sehingga, ia kembali melindungi Jackie.
"Kak, Tuan Jackie betulan
pemilik rumah ini. Apa perlu saya buktikan bahwa beliau adalah pemilik
sahnya?"
Perkataan Fendi membuat Tina terdiam
seribu bahasa. Gerald dikuasi kebingungan. Dia masih mencari-cari kesempatan
untuk kembali merendahkan Jackie. Tetapi, ia tak dapat menemukan cara untuk
melakukannya.
"Dengar, Tina. Jangan samakan
semua orang seperti kamu yang rela mengangkang demi uang. Berlagak seperti
orang kalangan atas... padahal, siapa kamu? Bukan siapa-siapa! Berhati-hatilah,
suatu saat nanti, orang yang kamu keruk hartanya juga bisa meninggalkan
kamu!"
Gantian. Sekarang Jackie bisa
menyindir Tina yang sama skelai tidak bisa membalas. Ia hanya memandangi Jackie
dengan pucat dan takut-takut.
"Tuan Jackie yang saya hormati,
apa yang bisa saya bantu untuk menjernihkan masalah ini? Tolong maafkan rekan-rekan
saya yang sudah bertindak sembarangan," ujar Oman kemudian.
"Tidak perlu, Pak. Saya anggap
semuanya telah selesai. Apa yang dilakukan para bawahan Bapak barusan hanyalah
karena mereka terkena provokasi dari dua orang tidak penting ini," jawab
Jackie.
"Terima kasih untuk
pengertiannya, Tuan, Hey, kalian semua, sudah cukup push-up-nya! Sekarang
berdiri dan berterima kasihlah pada Tuan Jackie!" titah Oman pada para
bawahannya.
Mendengar instruksi sang atasan, para
petugas keamanan tidak terkecuali dua orang yang mengenal siapa Jackie langsung
merunduk dan berkata kompak.
"Terima kasih telah mengampuni
kami, Tuan!"
"Tuan Jackie. Saya ingin
mengusulkan..."
No comments: