Bab 9
Dia menatap Nathan dengan dingin. Ada
kekecewaan, kemarahan, dan kecemburuan di matanya, yang bahkan dia sendiri juga
tidak menyadarinya.
"Nathan, nggak kusangka,
hubungan kita baru saja berakhir, tapi kamu sudah menemukan pacar baru. Konyol
sekali aku masih merasa bersalah padamu selama ini. Sepertinya aku yang terlalu
sentimental!"
Nathan membalas, "Kalau mau
bahas masalah ini, aku rasa aku masih nggak bisa dibandingkan dengan kecepatan
Bu Emilia dalam mencari pasangan baru!"
"Kamu .... Baiklah! Aku nggak
bisa menang berdebat denganmu. Kamu benar."
Emilia kembali terdiam.
Kecantikan Regina, terutama tubuhnya
yang seksi dan juga temperamennya yang begitu mendominasi, membuat Emilia
merasa tertekan.
Andai orang yang berdiri di samping
Nathan adalah seorang gadis dengan penampilan biasa, dia mungkin akan
mentertawakannya dan meremehkannya.
Nainun, Regina berbeda. Hal ini
membuat Emilia merasa terancaru.
Dilihat dari bagian mana pun, gadis
ini tidak kalah darinya. Bahkan, dada Regina yang seksi jauh lebih menarik
dibandingkan dengannya.
Gadis yang sangat berkelas dan juga
penuh pesona. Hanya melihat tatapan cabul Daniel saja sudah cukup untuk membuktikan
semuanya.
Apalagi, gadis secantik ini
mendampingi pria yang dia campakkan.
Tidak dimungkiri, Emilia merasa ini
semua bagaikan tamparan hidup baginya.
Seakan-akan menyiratkan bahwa dirinya
yang tidak pandai menilai seorang pria.
Setelah mengambil napas dalam-dalam,
Emilia pun menatap Nathan dan berkata, "Nathan, kurasa kita berdua perlu
bicara!"
Nathan memperlihatkan sikap acuh tak
acuh. "Maaf, Bu Emilia. Nggak ada yang perlu aku bicarakan lagi!"
"Nathan, kamu sungguh ingin
mempermalukanku di depan umum?" seru Emilia dengan marah. Bahkan, matanya
juga memerah.
Melihat penampilannya yang lembut dan
ramah, hati Nathan tersentuh. "Ada bagusnya juga, kalau begitu...."
Sebelum Nathan menyetujuinya.
Regina yang berdiri di samping telah
berinisiatif menggenggam erat tangan Nathan, lalu berkata sambil tersenyum,
"Kak Nathan, bukankah dia sudah meremehkanmu dan mencampakkanmu?"
"Tapi jangan takut. Aku ada di
sini. Apa pun yang kamu inginkan, aku akan memberikannya padamu!"
Sikap centil dan lembut seperti itu
tentunya membuat Daniel cemburu setengah mati. Dia menggertakkan giginya. Dia
berharap dirinya bisa menggantikan posisi Nathan saat ini.
Sialan! Kebajikan seperti apa yang
telah dilakukan bajingan ini di kehidupan sebelumnya? Sampai-sampai ada gadis
secantik itu yang bisa jatuh ke dalam pelukannya!
Emilia langsung berbalik dan berlari
sambil mengangkat gaunnya.
Begitu sampai di tempat yang sepi,
air matanya tidak bisa ditahan lagi.
Nathan keterlaluan sekali!
Percuma Emilia mengkhawatirkannya selama
ini. Sekarang Nathan malah memamerkan gadis lain di hadapannya.
"Emilia, Emilia,
tunggu...."
Tamara dan Daniel tampak kebingungan.
"Nathan, dasar bajingan.
Lihatlah apa yang telah kamu lakukan. Kamu sudah menyakiti Emilia. Aku
peringatkan, jangan terlalu sombong. Nggak ada gunanya pecundang sepertimu
terus-terusan bergantung pada orang lain. Cepat atau lambat, kamu pasti akan
dicampakkan!"
Tamara memperlihatkan wajah garang.
Dia mengarahkan jarinya ke arah Nathan, kemudian mengejar Emilia.
Daniel berkata dengan nada muram,
"Nona, minggirlah. Aku harus memberi pelajaran pada bajingan di sampingmu
hari ini!"
Regina sangat senang karena berhasil
mengusir Emilia. Dia berkata dengan dingin, "Aku peringatkan kamu sekali
lagi. Namaku Regina Suteja. Nathan itu orangku. Kalau kamu berani menyentuhnya,
aku pasti akarı menghancurkanmu!"
"Regina Suteja? Kamu putri
sulung Keluarga Suteja, wanita tercantik di Beluno?"
Daniel terkejut dan tidak berani
bersikap lancang lagi.
Keluarga Suteja dari Beluno termasuk
keluarga terkenal. Statusnya sebagai putra sulung Keluarga Liman masih tidak
pantas untuk membalikkan situasi, jadi dia terpaksa pergi dengan malu.
Namun, keengganan dan keserakahan
sudah memenuhi hatinya.
Bagaimana Nathan, si pecundang itu,
pantas bertemu dengan wanita yang lebih baik, bahkan hampir sempurna, setelah
meninggalkan Emilia?
Apa sudah tidak ada keadilan di dunia
ini?
"Dokter Nathan, kamu nggak akan
menyalahkanku karena mencampuri urusanmu tadi, 'kan?" tanya Regina sambil
tersenyum. Dia memasang tampang polos. 1
Melihat senyumnya yang polos, Nathan
tidak bisa marah lagi. Dia hanya tersenyum pahit. "Aku tahu Nona Regina
melakukan semua ini demi membantuku melampiaskan emosi."
Mata Regina berkedip-kedip, lalu
tersenyum lebih lebar. "Bagaimana kalau aku bukan hanya ingin membantu
Dokter Nathan melampiaskan emosi, tapi kata-kataku itu serius?"
Apa?
Nathan agak bingung dan ragu.
Dia serius?
Regina tiba-tiba mencondongkan
tubuhnya. Membuat dirinya hampir bersandar pada Nathan sepenuhnya.
"Dokter Nathan, jujur saja,
sebenarnya aku ingin mengubah sandiwara palsu itu menjadi kenyataan!"
Napas hangat itu masih tertinggal di
telinga Nathan. Membuatnya merasa mati rasa.
Regina sudah terkekeh. Didampingi
oleh para master Keluarga Suteja, dia pun berjalan menuju aula pengumpulan
dana.
'Dasar gadis licik!' Nathan diam-diam
mengumpat dalam hati. Dia tersenyum tak berdaya dan mengikutinya ke dalam aula.
"Emilia, jangan-jangan kamu
masih mencintai pecundang itu?"
Di bawah perhatian banyak tamu,
orang-orang dari Grup Sebastian juga telah berjalan memasuki aula penggalangan
dana.
Menyadari ekspresi wajah Emilia yang
terlihat buruk, Daniel pun bertanya dengan marah.
Tamara juga berkata, "Putriku,
kamu juga sudah lihat bajingan nggak berguna itu. Dia memang pecundang. Setelah
meninggalkanmu, dia masih mencoba bergantung pada orang lain. Hanya
memikirkannya saja, aku sudah malu padanya!"
Emilia sudah kembali bersikap dingin
dan berkata dengan nada datar, "Aku sudah menarik garis yang jelas
dengannya. Apa pun yang ingin dia lakukan, sudah nggak ada hubungannya
denganku."
"Aku hanya nggak menyangka dia
akan memperlakukanku seperti itu. Sampai-sampai dia meminta gadis lain untuk
bekerja sama dengannya dan sengaja membuatku jijik."
Daniel menggertakkan giginya dan
berkata, "Gadis itu bernama Regina Suteja, putri sulung dari Keluarga
Suteja. Dia adalah gadis pujaan nomor satu di Beluno. Aku benar-benar nggak
tahu mengapa dia menyukai pecundang seperti Nathan?"
Ada kilatan keterkejutan yang melintas
di mata Emilia. Kemudian, dia tiba-tiba berkata, "Pantas saja."
Daniel bertanya dengan penasaran,
"Pantas saja?"
"Kalian pikirkanlah, siapa yang
bisa bersaing dengan Grup Sebastian kita untuk mendapatkan tanah panti asuhan
malam ini?"
Tanpa menunggu Daniel berbicara,
Emilia sudah menjawab pertanyaannya sendiri. "Jelas sekali, yang punya
sumber keuangan dan hadir di sini hanya Keluarga Suteja. Dilihat sekilas,
Regina sepertinya sangat sayang pada Nathan. Tapi sebenarnya, dia hanya ingin
memanfaatkan Nathan untuk menyerangku dan mengganggu mentalku."
Daniel menepuk pahanya sendiri dan
berkata, "Ya, pasti itu alasannya. Pantas saja, mana mungkin Regina
tertarik pada pecundang seperti Nathan."
"Ternyata dia bodoh. Tanpa
sadar, dia digunakan oleh Regina sebagai alat untuk mengacaukan mentalmu,
Emilia. Harus kuakui, gadis dari Keluarga Suteja ini cukup berbahaya!"
Emilia menunjukkan senyum sinis dan
berkata dengan percaya diri, "Aku bisa memimpin Grup Sebastian hingga
sampai di posisi sekarang ini membuktikan bahwa aku bukanlah gadis lemah yang
nggak pernah menerjang badai."
"Keluarga Suteja kaya dan
berkuasa. Regina juga cantik, tapi aku nggak mungkin lebih buruk darinya."
Saat ini, pembawa acara mengumumkan
bahwa penggalangan dana telah dimulai.
Sesuai ketentuan yang berlaku, pihak
yang menyumbangkan uang terbanyak pada acara penggalangan dana ini akan
memperoleh hak untuk membeli tanah panti asuhan!
Daniel bertanya, "Emilia, berapa
yang ingin kamu sumbangkan?"
Emilia menjawab dengan nada tegas,
"Tentu saja jumlah yang mengalahkan semua pesaing. Sudah kubilang
sebelumnya, Grup Sebastian harus mendapatkan tanah ini!"
Daniel buru-buru menyanjungnya.
"Emilia, meski kamu seorang gadis, kamu sama beraninya dengan seorang
pria! Ditambah lagi dengan bantuan Keluarga Liman kami, aku jamin kamu pasti
akan mendapatkannya!"
Tamara sangat gembira dan berkata
dengan bangga, " Aku setuju dengan apa yang dikatakan Tuan Daniel. Emilia
adalah gadis yang sempurna. Jadi, Nathan si pecundang itu seharusnya menyingkir
sejauh mungkin!"
No comments: