Bab 20
Orang-orang di sekitar berteriak
ketakutan. Mereka tidak menyangka gangster-gangster ini bahkan tidak takut
dengan Keluarga Liman.
"Dalam hidupku, aku paling benci
orang sok hebat sepertimu."
"Siapa suruh kamu berlagak di
sini? Huh? Hajar dia!"
Pria botak itu memberi perintah dan
langsung menginjak wajah Daniel.
Daniel tergeletak di lantai. Belasan
pria berpakaian hitam kompak menginjaknya dengan keras. Tidak puas hanya dengan
menginjaknya, mereka juga menendangnya.
"Kalian bajingan, cari
mati!"
"Hentikan! Aku perintahkan
kalian untuk berhenti sekarang juga, atau aku akan membuat kalian semua menjadi
abu!"
"Argh! Jangan pukul lagi. Kak,
berbelas kasihanlah! Jangan pukul aku lagi. Kalau terus begitu, aku akan
dipukuli sampai mati. Argh...."
Sayangnya, sebelum bertahan selama
tiga detik, Daniel telah mengeluarkan lengkingan keras. Dia memegangi kepalanya
sambil memohon ampun.
Hidungnya patah. Seluruh wajahnya
memar dan bengkak.
Yang lebih parah lagi,
selangkangannya juga ditendang sampai mati rasa. Dia khawatir entah kemaluannya
akan terkena dampak atau tidak.
Wajah Emilia mernucat. "Kalian
bajingan! Mengapa kalian memukuli orang?"
Di saat kritis seperti ini, Emilia
justru berlari untuk melindungi Daniel.
Pria botak itu berteriak,
"Hentikan!"
Dia menatap Daniel yang wajahnya kini
babak belur sambil mencibir, "Di mata Kak Arjun, keluarga kecil dan
rendahan seperti Keluarga Liman hanyalah sampah. Apa kamu mengerti?"
"Bukankah kamu bilang kamu juga
ikut andil dalam tanah panti asuhan, maka nggak ada salahnya kamu pergi bersama
kami untuk menemui Kak Arjun."
Daniel tiba-tiba teringat dengan
sesuatu. Dia tampak gemetar, "Tunggu. Mungkinkah Kak Arjun yang kamu sebut
itu penguasa lokal di Gluton?"
Pria botak itu mendengus dingin.
"Kamu baru teringat sekarang? Sudah terlambat. Bawa dia dan Emilia
pergi."
Tamara dan Ken panik setengah mati,
tetapi kaki mereka gemetar saat ini. Mereka bahkan tidak berani maju untuk
menghentikannya.
Sekelompok orang ini sangat brutal.
Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa sekelompok gangster ini tidak akan
menganggap serius Keluarga Liman. Keduanya sudah ketakutan setengah mati.
Ekspresi Daniel terus berubah. Dia
tiba-tiba menggertakkan giginya dan berkata, ""Tunggu sebentar. Ada
sesuatu yang ingin aku katakan."
"Ka, kalau tanah panti asuhan
nggak ada hubungannya denganku, bisakah kalian melepaskanku?"
Begitu mendengar kata-kata itu,
Emilia, ibunya dan Ken langsung menatapnya dengan ekspresi tidak percaya.
Namun, Daniel tidak acuh. Dia bahkan
tidak bisa mempertahankan nyawanya sendiri sekarang. Mana mungkin dia peduli
dengan yang hal lainnya lagi.
Dia memeluk kaki pria botak itu
sambil memohon, " Saudaraku, aku akan berterus terang. Tanah panti asuhan
sekarang ada di tangan Grup Sebastian. Keluarga Liman dan aku masih belum
menyentuhnya."
Pria botak berkata dengan nada
meledek, "Haha. Bukankah kamu barusan membual dan mengatakan kamulah yang
membantu CEO cantik ini? Dilihat dari penampilanmu tadi, sepertinya kamu merasa
dirimu sangat hebat."
Daniel tertawa datar,
"Sebenarnya aku hanya membual. Aku nggak punya kemampuan seperti itu. Kak
Arjun orang yang berlapang dada. Dia pasti menyukai sebidang tanah ini,
'kan?"
"Kalian cari Grup Sebastian dan
Emilia saja. Mereka yang punya tanah itu. Sebaliknya, Keluarga Liman kami sama
sekali nggak ada hubungannya dengan mereka."
Tamara tercengang dan berkata, "Tuan
Daniel, omong kosong apa yang kamu bicarakan? Bukankah kamu yang membantu kami
mendapatkan tanah itu?"
"Sialan! Hei, wanita tua, jangan
sembarangan menuduhku seperti itu."
Daniel mengumpat balik, lalu menatap
Emilia dan buru-buru mengklarifikasi kebenarannya.
"Lantaran masalah sudah menjadi
seperti ini, aku akan berterus terang saja. Keluarga Liman sama sekali nggak
membantu masalah tanah itu dan nggak ada hubungannya denganku."
Sejak melihat Daniel memperlihatkan
sisi pengecutnya, Emilia sudah mulai merasa curiga.
"Jadi, semua yang dikatakan
Nathan itu benar? Aku bersalah padanya...."
Wajahnya tiba-tiba berubah pucat. Dia
segera berbalik untuk mencari Nathan.
No comments: