Bab 171
Namun saat jatuh di tangan Nathan,
kenapa rasanya dia begitu tidak berdaya dan tidak bisa melawan sama sekali?
Emilia juga tercengang saat ini.
Selama ini, sosok Edward itu bagaikan
kesatria berkuda putih dalam hatinya.
Edward bukan hanya mahir dalam bidang
sastra dan bela diri, tetapi ke mana pun pria itu pergi, tindakannya selalu
penuh wibawa hanya dan menonjolkan statusnya sebagai putra sulung Keluarga
Halim.
Namun begitu berhadapan dengan Nathan
sekarang, dia bukan hanya dipukuli secara habis-habisan, tetapi sisi
pengecutnya, ditambah lagi dengan giginya yang terkatup erat dan juga rambutnya
yang acak-acakan membuat Emilia merasa mual.
Untuk pertama kalinya, dia merasa
Edward membuatnya ilfil.
"Nathan, beraninya kamu menampar
wajahku? Beraninya kamu menampar wajahku?"
Edward menutupi wajahnya dan menunjuk
Nathan dengan mata memerah. "Aku harus membunuhmu. Master Keluarga Halim
kami pasti akan membuatmu mati mengenaskan."
Emilia mengerutkan kening dan
berkata, "Edward, sudah cukup."
"Aku melihat jelas masalah ini.
Kamu yang mulai duluan. Sayangnya, kamu bukan hanya kalah, tapi justru diberi
pelajaran oleh Nathan. Kamu nggak bisa menyalahkan siapa pun."
Edward berteriak dengan liar,
"Emilia, kamu itu wanitaku atau wanitanya Nathan?"
Dia tidak menyangka Emilia akan
berpihak pada Nathan.
Emilia mencibir dan berkata,
"Maaf. Aku bukanlah wanitamu."
"Aku juga nggak membantu Nathan.
Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kamulah yang duluan menyerang. Dia baru
membalas."
"Selain itu, aku mengira kamu
orang yang bisa mengandalkan diri sendiri. Tak kusangka, saat menghadapi
sesuatu, kamu malah berpikir untuk menggunakan kekuatan Keluarga Halim untuk
menekan orang lain. Edward, penampilanmu hari ini benar-benar membuatku
jijik!"
Hati Edward dipenuhi dengan rasa
kebencian. Dia berharap dia bisa menelan Nathan hidup-hidup.
Namun, sikap dingin Emilia kembali
mengejutkannya.
Gawat. Citra tuan muda keluarga kaya
yang selama ini dia bangun sepertinya mulai runtuh.
Pantas saja Emilia menatapnya dengan
jijik.
"Baiklah. Memandang dari wajah
Emilia, aku akan melepaskanmu."
"Nathan, aku mungkin nggak
beruntung kali ini, tapi kalau kamu masih nggak mau berhenti, di mata Keluarga
Halim kami, kamu bukanlah apa-apa. Aku bisa menghabisimu kapan saja."
Karena takut merusak citra
sempurnanya dalam pikiran Emilia, Edward memutuskan untuk berhenti.
Namun saat teringat Nathan
menamparnya dua kali barusan, dia diam-diam memutuskan bahwa dia harus membunuh
pengecut ini.
Selama ini, Edward bisa memutuskan
hidup dan mati seseorang hanya dengan beberapa kata.
Mana pernah dia dipermalukan dan
ditampar habis-habisan seperti barusan?
Apalagi, semua hal itu terjadi di
depan Emilia dan Tiara. Mulutnya bahkan hampir miring akibat ditampar.
Edward juga menyadari bahwa tampang
aslinya telah terekspos sepenuhnya.
Jadi, satu-satunya hal yang bisa dia
lakukan sekarang adalah membunuh bocah bernama Nathan ini.
Nathan tersenyum dan berkata,
"Apa Tuan Edward begitu murah hati? Atau kamu akan berbalik dan membiarkan
para penguasa Keluarga Halim menghancurkanku?"
Edward mendengus dingin.
"Nathan, aku memang sedikit impulsif barusan, jadi aku nggak akan beri
perhitungan denganmu lagi."
"Tapi ingat, Emilia nggak akan
terus memihakmu. Kalau bukan karena Emilia, aku pasti nggak melepaskanmu begitu
saja, apalagi setelah menamparku barusan."
Nathan mencibir. Tidak akan
melepaskanku begitu saja?
Terus terang saja, baik itu Edward
ataupun Keluarga Halim, bagi Nathan, menghancurkan mereka bukanlah masalah
besar.
No comments: