Bab 223
Edward berkata dengan ekspresi tidak
senang, "Aku tahu semua yang Ayah katakan. Tapi masalahnya, aku nggak
membeli mahkota ini dengan harga 40 miliar."
Thomas mengerutkan kening. "Apa
kamu bilang?"
Jelas-jelas dia pergi ke acara lelang
Grup Valentino dan langsung menekan situasi tersebut secara terang-terangan.
Apa Roland berani tidak menunjukkan
rasa hormat pada Keluarga Halim?
Edward berkata sambil memasang
ekspresi serba salah, " Sebenarnya, aku sudah bisa mendapatkan mahkota
berlian itu dengan harga 40 miliar."
"Tapi tiba-tiba ada bajingan
yang muncul dan menantangku sampai akhir. Alhasil, harganya naik menjadi 200
miliar lebih. Jadi aku, aku...."
Tanpa menunggu Edward selesai
berbicara.
Wajah Thomas tiba-tiba berubah pucat.
Dia menunjuk putranya dengan jari gemetar. "Apa yang kamu katakan? Kamu
menghabiskan lebih dari 200 miliar lagi?"
"Anak durhaka! Bukankah aku
sudah memperingatkanmu kalau harganya nggak boleh melebihi 100 miliar? Kamu...
kamu ingin menghancurkan kondisi keuangan yang sudah aku jaga dengan susah
payah ini?"
Edward berkata dengan keras kepala,
"Ayah, kamu menyalahkanku? Tapi aku nggak mengerti. Pelaku dari semua ini
adalah Nathan. Dia mengabaikan peringatanmu dan terus memaksaku menawar harga
tinggi. Aku juga nggak bisa berbuat apa-apa.”
Setelah berteriak keras, Thomas
memegangi perutnya, lalu membungkuk ke tanah sambil mengerang kesakitan.
Dia tampak sangat emosi!
"Pecundang! Kamu pecundang. Ada
orang yang menawar tinggi, mengapa kamu nggak melepaskannya? Kamu malah terus
menawar tanpa tahu akibatnya?"
"Dasar berengsek! Apa kamu
begitu nggak berkemampuan? Kamu hanya bertindak sesuai keinginanmu sendiri dan
menghancurkan Keluarga Halim serta situasi yang baru berhasil aku pulihkan.
Aku... aku akan menghabisimu...."
Setelah berteriak keras.
Pada akhirnya, Thomas tidak bisa
melampiaskan amarahnya dan memuntahkan banyak darah.
Istri Thomas berteriak,
"Suamiku, suamiku, jangan menakutiku. Kamu harus ingat kesehatan
tubuhmu."
Urat-urat di punggung tangan Thomas
tampak menonjol. Pria itu baru bisa berdiri tegak dengan bantuan istrinya.
"Bajingan itu namanya Nathan,
'kan?"
"Dia sudah berkali-kali
menyulitkanmu dan nggak menghormati Keluarga Halim."
"Dasar bocah yang nggak tahu
diri. Sebelum aku mati, aku pasti harus menyingkirkannya. Biar dia merasakan
kehebatan dari keluarga terpandang di Beluno."
Thornas yang saat ini tampak
menyemburkan darah. Matanya memerah dan dia juga meraung.
Edward berkata dengan nada dingin,
"Nathan didukung oleh Regina. Terlebih lagi, dia juga mantan pacar
Emilia.”
"Ayah, kalau Ayah mengizinkanku
mengerahkan master Keluarga Halim untuk membunuhnya langsung, maka hambatan
Keluarga Halim juga akan berkurang satu."
Thomas menggertakkan giginya dan
berkata, "Sudah kubilang, sebelum menjadi kepala Keluarga Halim, kamu
nggak punya hak untuk menggunakan master Keluarga Halim."
"Tapi jangan khawatir, sebelum
aku mati, aku pasti akan menyingkirkan semua rintangan untukmu dan mewariskan
Keluarga Halim yang utuh padamu."
Edward sangat gembira, tetapi raut
wajahnya memperlihatkan ekspresi penuh penyesalan.
"Ayah, kondisi tubuhmu sudah
seperti ini. Sebagai anakmu, aku benar-benar nggak tega membiarkanmu bekerja
lebih keras lagi!"
Ada aura mendominasi seorang pemimpin
yang terpancar keluar dari tubuh Thomas.
"Demi warisan Keluarga Halim,
sekalipun kamu nggak punya pencapaian apa pun dan malah lebih sering membuat
masalah, tapi bagaimanapun juga, kamu masih putraku."
"Menghabisi Nathan juga termasuk
ide yang bagus untuk memperingatkan Keluarga Suteja dan Bima. Mereka harus tahu
kalau Keluarga Halim bukanlah lawan yang mudah ditindas. Kita juga akan segera
bangkit dan berjaya kembali!"
Hati Edward diam-diam merasa gembira.
Yang dia inginkan adalah Thomas
bertarung habis-habisan untuknya dan melenyapkan semua musuh Keluarga Halim
untuknya.
Dari sudut matanya, dia kebetulan
melihat sosok ibu tirinya yang begitu menawan dan seksi.
Tubuh bagian bawah Edward langsung
menegang. Begitu kembali ke rumah malam ini, dia pasti akan memaksa wanita itu
melayaninya.
Lantaran tidak berhasil mendapatkan
tubuh Emilia, dia harus menyalurkan nafsunya pada ibu tirinya itu.
Perasaan melanggar norma kemanusiaan
itu membuat Edward merasakan kegembiraan yang belum pernah dia alami
sebelumnya.
No comments: