Bab 224
Rumah Sakit Perdana.
Begitu Nathan masuk ke dalam
ruangannya, Tiara bergegas menghampiri dan berkata dengan ekspresi aneh,
"Nathan, mantanmu dan keluarganya berada di rumah sakit kita."
Nathan terkejut dan bertanya,
"Apa terjadi sesuatu pada mereka?"
Tiara cemberut dan berkata,
"Sepertinya kamu masih punya perasaan terhadap Emilia. Kamu masih peduli
padanya, 'kan?"
"Bukan seperti yang kamu
bayangkan. Aku hanya merasa aneh," ucap Nathan tak berdaya.
Tiara mendengus dan berkata,
"Emilia baik-baik saja, tapi ibunya, si wanita tua galak itu, dan juga
adik laki-lakinya, Ken, hampir dipukul sampai mati."
"Aku lihat kondisi Emilia tampak
kacau, wajahnya juga pucat, dan kebingungan. Bukankah kalian berdua kenal?
Lebih baik kamu pergi lihat sendiri saja."
Nathan tersenyum dan berkata,
"Lantas, kenapa kamu barusan sepertinya nggak ingin aku pergi
melihatnya?"
Tiara membusungkan dadanya dan
berkata dengan arogan, "Memang benar. Aku nggak ingin kamu terjerat dengan
Emilia lagi."
"Tapi bagaimanapun juga, kamu
adalah wakil kepala rumah sakit. Memeriksa pasien juga merupakan tugasmu."
Nathan mengangguk dan bergegas pergi
ke ruang ICU di mana tempat keluarganya Emilia berada.
Dia langsung membuka pintu.
Tampak Tamara dan juga Ken yang
kondisinya terlihat sangat menyedihkan.
Ada kain kasa tebal yang membalut
kepala kedua orang itu. Sekilas, tampak lucu sekali.
Kondisi Tamara sangat mengerikan. Dia
mengerang kesakitan. "Aduh, sakit sekali. Apa aku sudah mau mati?"
"Edward memang bajingan yang
nggak tahu malu. Berengsek itu pantas mendapatkan balasan dari perbuatannya.
Sialan! Aku pasti nggak akan berdamai dengannya."
Perawat mengerutkan kening dan
berkata, "Pasien, kondisimu saat ini masih parah. Lebih baik kendalikan
emosimu."
"Selain itu, rumah sakit kami
bukan sembarangan tempat. Tolong jangan gunakan kata-kata kasar."
Tamara tidak bisa menggerakkan
kepalanya dengan leluasa, tetapi matanya langsung terbelalak. Wajahnya tampak
galak. "Hei, jalang. Kamu pikir kamu siapa? Beraninya kamu
mengaturku?"
"Tahukah kamu aku ini ibu
kandungnya CEO Grup Sebastian? Kamu percaya nggak, putriku bisa membuatmu
dipecat dengan mudah."
Emilia yang sedang duduk linglung di
samping tempat tidur baru saja bersiap menegur Tamara.
Di saat seperti ini, ibunya masih
saja bersikap kasar dan tidak masuk akal. Hatinya lelah.
Tepat di saat ini, Nathan sudah
berjalan mendekat dan berkata dengan nada dingin, "Bibi, kalau kamu merasa
pelayanan rumah sakit kami nggak baik, kamu bisa ajukan untuk pindah ke rumah
sakit lain.”
Tamara tampak ketakutan. Dia baru
saja berhasil menstabilkan luka-lukanya dan tidak ingin menderita lagi.
Namun, saat melihat yang datang
adalah Nathan, dia kembali berteriak, "Aku kira siapa? Kamu rupanya.
Nathan, apa kamu begitu hebat sekarang? Beranikah kamu melawanku?"
Nathan menatapnya dan memasang wajah
tanpa ekspresi. "Kamu mungkin lupa kalau aku sekarang adalah wakil kepala
Rumah Sakit Perdana."
"Kalau kamu berani bersikap
keterlaluan pada staf medis kami lagi, aku berhak memintamu keluar dari rumah
sakit kami."
Ekspresi Tamara langsung berubah. Dia
menggertakkan giginya dan berkata, "Bagus, akhirnya aku melihat wajah
aslimu. Dasar nggak tahu berterima kasih. Kamu bukan hanya nggak ingat kebaikan
Keluarga Sebastian padamu, tapi malah berbalik menyerang kami."
"Padahal Emilia dulu begitu
tulus padamu, tapi kamu sekarang begitu kejam padanya."
Selesai berbicara, dia langsung
berbalik dan menghadap ke arah Emilia. Dia berteriak dan menangis, seakan-akan
telah mengalami ketidakadilan besar.
Nathan sama sekali tidak
menanggapinya dan hanya tersenyum pada perawat, "Adel, pergilah dan
lanjutkan pekerjaanmu. Biar aku yang mengurus masalah di sini."
Perawat muda itu tersenyum lembut dan
tersipu. "Kalau begitu, merepotkan wakil kepala rumah sakit."
Belum berjalan jauh, perawat itu
kembali menoleh ke belakang, lalu menggigit bibir merahnya dan berkata pelan,
"Pak Nathan, apa kamu punya waktu setelah pulang kerja nanti? Kakekku
bilang dia sudah lama nggak mengundangmu ke rumah untuk makan malam.”
No comments: