Bab 131
Namun, mereka yang mengetahui kisah
di dalamnya tahu bahwa Nathan bisa dengan mudah mengambil posisi wakil kepala
rumah sakit.
Jangankan wakil kepala rumah sakit,
berdasarkan keterampilan medis Nathan, pria itu bahkan memenuhi syarat untuk
menjadi kepala rumah sakit.
Menatap ruangan kantor baru yang
didekorasi khusus untuknya, Nathan berkata dengan tak berdaya, "Nona
Regina, Bu Tiara, sebenarnya aku nggak tertarik dengan posisi wakil kepala
rumah sakit."
Regina sangat gembira. "Dokter
Nathan, kami tahu kamu nggak tertarik dengan jabatan."
"Tapi Rumah Sakit Perdana
merupakan rumah sakit swasta yang kami kelola. Jabatan kepemimpinan dipegang
oleh orang-orang yang berkemampuan, tanpa memandang kualifikasi. Aku rasa
jabatan wakil kepala rumah sakit sangat cocok untukmu."
Tiara juga tersenyum dan berkata,
"Nathan, kalau kamu mau, aku bisa menyerahkan posisi kepala rumah sakit
kepadamu. Biarlah aku menjadi wakil kepala rumah sakit dan membantumu."
Nathan tersenyum pahit dan berkata,
"Lupakan saja. Menjadi wakil kepala rumah sakit saja sudah membuatku
pusing, apalagi menjadi kepala rumah sakit."
Senyum licik tiba-tiba muncul di
wajah Regina. "Tiara, kamu tiba-tiba begitu perhatian sama Dokter Nathan.
Jangan-jangan kamu menyimpan perasaan padanya?"
Tiara berkata dengan marah,
"Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Aku hanya merasa keterampilan medis
Nathan lebih tinggi dariku, jadi akan lebih tepat kalau posisi kepala rumah
sakit diberikan padanya."
Regina mendengus. "Benarkah
seperti itu?"
Tiara langsung memutar bola matanya.
"Kalau nggak, apa lagi memangnya?"
Regina tersenyum jahat dan berkata,
"Bukankah Dokter Nathan sudah menyembuhkan atresia rahim-mu? Siapa tahu
kamu jatuh cinta padanya dan ingin dia menjadi pria pertama yang mengambil
kesucianmu?"
"Huh. Meski kita berdua tumbuh
bersama sebagai teman baik, Tiara, aku beri tahu kamu, Dokter Nathan itu
milikku. Siapa yang berani tidur dengannya, aku pasti akan nggak melepaskannya
begitu saja."
Tiara tampak malu sekaligus marah.
Dia menghentakkan kakinya dan berkata, "Regina, kamu kira semua orang sama
sepertimu? Kamu sungguh seperti preman wanita."
Nona Regina tersenyum hingga lesung
pipitnya terlihat jelas. "Itu tergantung siapa yang aku hadapi. Kalau itu Dokter
Nathan, aku rela menjadi preman wanita sepanjang waktu."
Nathan tampak berkeringat dingin. Dia
kemudian berkata, "Kalian jangan berdebat lagi. Ada orang yang
datang."
Begitu selesai berbicara.
Pintu ruangan dibanting hingga
terbuka.
Andre bergegas masuk dengan marah.
"Bu Tiara, aku butuh penjelasan."
"Penjelasan apa?" tanya
Tiara.
Andre sangat marah dan menunjuk
Nathan. "Mengapa? Dia hanya seorang dokter kecil, bagaimana dia bisa
dipromosikan menjadi wakil kepala rumah sakit? Selain itu, mengapa rumah sakit
nggak minta pendapatku tentang masalah ini?"
"Oh? Jadi, Pak Andre punya
pendapat?" tanya Tiara.
Andre menjawab dengan tegas,
"Menurutku, Nathan sama sekali nggak pantas menjadi wakil kepala rumah
sakit. Dia juga nggak punya kualifikasi seperti itu."
Tiara berkata dengan nada dingin,
"Maaf. Nathan pantas atau nggak, itu bukan hal yang bisa diputuskan
olehmu, Pak Andre."
"Hal ini sudah diputuskan secara
bulat oleh dua pemegang saham utama, yaitu Keluarga Suteja dan Keluarga Wijaya
kami."
Andre menggertakkan giginya dan
berkata, "Jadi, rumah sakit nggak peduli dengan perasaan dokter veteran
sepertiku?"
Regina mengangkat alisnya dan
berkata, "Pak Andre, Rumah Sakit Perdana punya visi untuk menyembuhkan
penyakit dan menyelamatkan nyawa, serta menghasilkan keuntungan yang lebih
tinggi untuk investasi para pimpinan."
"Bukannya membiarkanmu mengambil
keuntungan dengan menggunakan senioritasmu. Veteran? Di hadapan para pimpinan,
dokter veteran seperti apa rupanya kamu?"
Andre berkata dengan marah,
"Nona Regina, Keluarga Suteja kalian memang pemegang saham utama Rumah
Sakit Perdana."
"Aku mungkin nggak punya
pimpinan yang mendukungku dari belakang. Tapi kita lihat saja nanti."
No comments: