Bab 130
Waldi bergumam, "Nathan, Nathan
...."
Kemudian, diikuti dengan bunyi keras,
dia langsung menampar Andre dan membuatnya terpental.
"Kamu cari mati, ya? Beraninya
kamu mempermainkanku?"
Melihat Waldi emosi, Andre tertegun
dan berteriak, "
Tuan Waldi, aku hanya mengatakan yang
sebenarnya. Mengapa kamu memukulku?"
Padahal, Andre telah memberikan saran
dan nasihat, tetapi siapa sangka Waldi bukan hanya tidak menghargainya, tetapi
dia juga memukulnya. Andre benar-benar ingin berbalik dan pergi. Dia tidak
peduli dengan Daren lagi dan biarlah anak itu mati begitu saja.
Waldi berkata dengan kejam, "Apa
salahnya aku memukulmu? Kamu bodoh. Tahukah kamu titik fatal yang dialami Daren
itu disebabkan oleh Nathan?"
"Apa? Titik fatal Tuan Daren
disebabkan bocah itu?"
Andre tercengang. Dia baru mengerti
mengapa Waldi menamparnya.
Bukankah ini namanya mengangkat isu
yang tidak relevan dan menyingkap kepedihan Tuan Waldi?
Tamparan barusan sungguh tidak adil.
"Tuan Waldi, kalau titik fatal
Tuan Daren benar-benar disebabkan oleh bocah itu, maka kita dalam
masalah."
Andre yang terhenyak kembali langsung
memasang ekspresi serius.
Waldi mendengus dingin. "Kenapa
dalam masalah? Berdasarkan koneksi dan kekuasaan yang kumiliki, apa mungkin aku
akan membiarkan putraku mati begitu saja?
Andre berkata dengan ekspresi kaku,
"Tuan Waldi, Anda mungkin belum tahu kalau keterampilan medis bocah ini
lebih tinggi dibandingkan Bayu. Selain itu, dia juga punya keterampilan rahasia
pengobatan kuno yang unik. 11
"Titik fatal Tuan Daren
disebabkan oleh teknik penekanan titik akupunktur dan penyegelan meridian dari
metode kuno. Aku khawatir, selain bocah itu, sepertinya nggak ada orang di
Beluno yang bisa menanganinya."
Waldi terdiam selama beberapa saat.
Wajahnya tampak berubah muram.
Hari berikutnya.
Nathan berjalan keluar dari gerbang
Cusio. Sosok wanita bertubuh mungil dan seksi sudah menunggunya di sana.
Wajah Tiara tampak berseri-seri.
Rambut panjangnya dibiarkan terurai di belakang. Dia tersenyum manis dan
berkata, "Nathan, biar aku antar kamu ke rumah sakit."
Sejak penyakitnya disembuhkan oleh
Nathan, wajahnya kini tampak berseri-seri dan tidak lagi suram seperti
sebelumnya.
Nathan berkata sambil tersenyum,
"Bu Tiara, kamu tiba-tiba begitu antusias padaku. Sepertinya aku akan
sulit terbiasa."
Wajah Tiara merona. "Nathan, aku
minta maaf padamu karena sudah memandang rendah dirimu sebelumnya."
"Sekarang aku tahu kamu adalah
pria yang sangat hebat. Dulu aku sudah salah menilaimu."
Nathan tersenyum tipis dan berkata,
"Nggak perlu minta maaf. Lagi pula, aku juga nggak menyimpannya dalam
hati."
Nathan pun masuk ke mobil Tiara. Tak
lama kemudian, keduanya pun tiba di Rumah Sakit Perdana.
Begitu memasuki gerbang rumah sakit,
Nathan langsung dikelilingi oleh dokter dan perawat yang tiba-tiba bergegas
keluar.
"Dokter Nathan, selamat
ya!"
"Nathan, hari ini adalah hari besarmu.
Akhirnya kamu sukses juga."
"Dokter Nathan, mulai sekarang
Anda adalah atasan kami."
Mendengar ucapan selamat dari semua
orang, Nathan tampak bingung.
Apa yang telah terjadi?
Saat ini, Regina yang mengenakan
setelan kasual berjalan mendekat ditemani oleh pengawal Keluarga Suteja.
"Dokter Nathan, eh salah, kamu
sekarang wakil kepala rumah sakit, seharusnya panggil kamu Pak Nathan. Selamat,
ya!"
Nona Regina tersenyum dengan mata dan
alis melengkung.
Nathan menatap Tiara yang bertepuk
tangan dengan antusias dan bertanya dengan heran, "Bu Tiara, apa yang
terjadi?"
Tiara tersenyum dan menjawab,
"Nathan, mulai sekarang kamu diangkat menjadi wakil kepala Rumah Sakit
Perdana. Bagaimana, kamu senang dengan kejutan ini, 'kan?"
Nathan baru memahami situasi yang
terjadi.
Dua pemegang saham terbesar Rumah
Sakit Perdana, Keluarga Suteja dan Keluarga Wijaya mempromosikan Nathan agar
menjabat sebagai wakil kepala rumah sakit.
Ini bisa dikatakan sebagai promosi
yang luar biasa.
No comments: