Bab 128
Nathan tersenyum sinis,
"Bukankah Tuan Waldi ingin bertarung sampai mati?"
Waldi sudah mengamuk. "Diam dan lepaskan
putraku. Aku akan membiarkan kalian pergi. Enyah, enyah kalian semua!"
"Nona Regina, Kak Arjun, Dokter
Bayu, ayo kita pergi," ucap Nathan dengan datar.
Arjun tidak bergerak. "Tuan
Nathan, jangan percaya sama Waldi. Begitu kita melangkah keluar, dia pasti akan
memerintahkan anak buahnya untuk menyerang."
Nathan menatap Waldi dan berkata
sambil tersenyum, 11 Tuan Waldi, sebaiknya kamu nggak mengingkari kata-katamu.
Lagi pula, aku sudah menekan titik fatal di tubuh putramu."
"Kalau kami nggak bisa
meninggalkan tempat ini dengan selamat, percayalah, putramu ini akan menjadi
orang pertama yang mati."
Ekspresi Waldi berubah lagi.
Dia memang berencana demikian. Begitu
Nathan melepaskan Daren, dia akan memerintahkan anak buahnya untuk membunuh
mereka.
Siapa sangka bocah ini akan begitu
teliti dan sudah meninggalkan taktik pada tubuh putranya.
"Tuan Waldi, apa kita akan
membiarkan bajingan ini pergi begitu saja?"
Anak buah kepercayaan Waldi berteriak
dengan marah, " Kapan Hessen kita pernah mengalami kerugian sebesar
ini?"
Waldi berkata dengan muram,
"Kalau nggak membiarkan mereka pergi, lantas apa yang bisa kita perbuat?
Apa kamu ingin mempertaruhkan nyawa Daren?
Saat ini, Daren yang tergeletak di
lantai mulai kejang-kejang dan bola matanya melotot.
Waldi terkejut dan langsung berseru,
"Cepat selamatkan putraku!"
Nathan dan lainnya berhasil
meninggalkan wilayah Hessen.
Tiara keluar dari mobil dan bertanya
dengan gugup, " Kakek, Regina, apa kalian baik-baik saja?"
Dokter Bayu mengerutkan keningnya.
"Kami baik-baik saja."
Dalam hatinya dia berpikir, orang
yang dalam masalah itu Waldi. Dia pasti sangat marah sekarang.
Arjun menyeka keringat dingin di
dahinya dan berkata kepada Nathan sambil tersenyum kecut, "Tuan Nathan,
kamu sudah terlalu...."
Nathan tertawa dan berkata, "Kak
Arjun, kamu ingin bilang aku terlalu berani, 'kan?"
Arjun tertawa datar, tetapi tidak
berkata apa-apa. Hanya saja, memang itulah yang dia pikirkan dalam hati.
Nathan berkata dengan cuek, "Sebenarnya,
aku ingin bertemu dengan Waldi, tapi Zevan dan Daren justru membawaku ke
gudang."
"Apa boleh buat. Terpaksa aku
menghadapi mereka dulu. Setelah itu, aku baru minta Daren membawaku menemui
Waldi."
Menghadapi situasi barusan, bahkan
jantung Regina pun berdebar kencang.
Pria ini bahkan lebih ganas dan liar
dari bayangannya.
Dilihat dari seluruh Beluno, bahkan
beberapa kepala keluarga besar pun tidak memiliki keberanian untuk melawan
penguasa Hessen sendirian.
"Dokter Nathan, kamu bukan hanya
melawan Daren dan Zevan, tapi kamu... kamu masih berani menendang Waldi,"
kata Dokter Bayu.
"Hais, kamu sudah resmi menjadi
musuhnya. Sejak Waldi menjadi penguasa Hessen, nggak ada seorang pun yang
berani melawannya. Dia pasti nggak akan melupakan kejadian hari ini."
Nathan berkata dengan nada datar,
"Orang dari Hessen yang duluan mencari masalah. Kalau Waldi masih nggak
mau menyerah, aku juga nggak bisa berbuat apa-apa. Aku terpaksa hanya bisa
melenyapkan satu dari empat penguasa bawah tanah utama di Beluno."
Saat mengucapkan kalimat ini, nada
bicara Nathan sangat datar.
Namun, begitu sampai di telinga
Dokter Bayu dan lainnya, kata-kata itu bagaikan petir di siang bolong.
Tidak seorang pun meragukan bahwa
Nathan sedang membual.
Terutama Arjun. Dalam hatinya, dia
sudah mendoakan akhir yang terbaik untuk Waldi.
Hessen masih tidak tahu sosok seperti
apa yang telah dia provokasi!
"Masih ada hal yang aku nggak
ngerti. Orang-orangku selalu mengikuti Tuan Nathan. Bagaimana Zevan dari Hessen
bisa menemukan keberadaan Tuan Nathan?" tanya Arjun.
Regina bertanya dengan dingin,
"Dokter Nathan, sebelum kamu dibawa pergi, kamu pasti bertemu dengan orang
lain, 'kan?"
"Saat itu, aku sedang makan
malam bersama Keluarga Sebastian dan juga tuan muda dari Keluarga Halim,"
jawab Nathan.
Tiara menggertakkan giginya dan
berkata, "Kalau begitu, nggak usah diragukan lagi. Pasti Edward yang
membocorkan rahasia itu."
No comments: