Bab 229
"Tapi yang kulakukan untukmu
kali ini sudah cukup untuk membalas semua pengorbananmu."
Nathan mengerutkan kening dan
berkata, "Jadi sampai sekarang, kamu masih berpikir untuk perhitungan
denganku? Kamu juga berusaha keras untuk memastikan bahwa kamu dan Grup
Sebastian nggak berutang apa pun padaku lagi?"
Emilia memalingkan wajahnya dan
berkata dengan keras kepala, "Ya, aku nggak ingin berutang padamu."
Nathan tersenyum sinis. "Kamu
nggak berutang apa pun padaku. Minggirlah. Bukankah Tuan Edward sangat sombong?
Bukankah dia ingin mengendalikanku? Aku akan beri dia kesempatan."
Emilia tertegun sejenak. Kemudian,
dia memarahi pria itu. "Nathan, kamu tahu apa yang kamu lakukan?"
"Mundur. Edward ditemani oleh
master dari Keluarga Halim. Kalau kamu terus keras kepala seperti ini, percuma
saja aku kompromi dengan Edward barusan."
Nathan mendorong Emilia dan berkata
dengan nada datar, "Pertama, aku sama sekali nggak butuh kamu membantuku
berkompromi."
"Kedua, Tuan Edward sedang pamer
di wilayahku, jadi aku harus membiarkan dia tahu dia akan menanggung konsekuensi
karena berani pamer di sini."
Edward tertegun sejenak, lalu tertawa
terbahak-bahak.
Seolah-olah dia baru saja mendengar
lelucon paling lucu di dunia.
"Master Emir, kamu dengar apa
yang dikatakan bocah ini?”
"Aku berbaik hati ingin
melepaskan nyawanya, tapi nggak kusangka, dia akan begitu nggak tahu diri dan
berbalik menyerangku. Master, apa dia sudah bosan hidup?"
Edward menghadap ke arah Master Emir
dan belasan pengawal Keluarga Halim sambil tertawa terbahak-bahak.
Master Emir memasang ekspresi tegas,
lalu melirik Nathan dengan jijik. Pria itu mengayunkan lengan bajunya dan
mendengus dingin, "Aku nggak sembarangan turun tangan, tapi begitu aku
bertindak, pasti akan terjadi pertumpahan darah."
"Nak, kalau kamu bisa selamat,
itu berarti kamu beruntung sekali. Tapi kalau kamu ngotot mau mati, jangan
harap ada yang bisa menyelamatkanmu."
Semua pengawal Keluarga Halim
menertawakannya dengan jijik.
"Apa yang terjadi? Master Emir
sudah turun tangan, kamu masih berani bersikap sombong seperti ini? Apa kamu
benar-benar begitu keras kepala?"
"Master Emir bisa membunuhmu
dengan mudah. Kamu bukan hanya nggak takut mati, tapi kamu terus membuat
masalah. Jujur, aku mengagumi keberanianmu!"
"Master Emir, sepertinya kita
harus beri pelajaran pada bocah ini. Setidaknya kita harus patahkan kakinya.
Kalau berita ini sempat tersebar, orang-orang akan mengira Master Emir dan Tuan
Edward mudah ditindas."
Edward menunjuk Nathan dan mencibir,
"Nathan, kamu dengar itu?"
"Selama ini, aku tahu kamu punya
sedikit kemampuan dan juga sombong. Tapi kamu juga harus tahu batas diri. Kalau
aku nggak membawa Master Emir ke sini, kamu kira aku berani melawanmu?”
Nathan berkata sambil memasang
ekspresi datar, "
Jangankan kamu membawa Master Emir
hari ini, sekalipun kamu bawa ayahmu yang sakit-sakitan itu."
"Jangan harap kamu bisa keluar
hidup-hidup dari Rumah Sakit Perdana ini."
Begitu selesai berbicara, Nathan
langsung mengambil tindakan.
Sebelum Edward bisa menarik kembali
jarinya yang terulur, Nathan telah meraihnya.
Setelah itu
Krek!
Jari-jarinya langsung dipatahkan oleh
Nathan.
Namun, itu masih belum berakhir.
Nathan kembali menendangnya keluar.
Edward meraung kesakitan. Dia memegangi
perutnya, lalu terhempas mundur dengan keras.
"Aduh, tanganku, tanganku....
Master Emir, bunuh, cepat bunuh dia untukku. Bunuh dia, bunuh dia!"
Putra sulung Keluarga Halim langsung
menjerit histeris saat ini.
No comments: