Bab 230
Tindakan Nathan cepat dan tegas.
Gerakannya juga sangat tajam.
Seketika membuat Emilia, Tiara, dan
yang lainnya tercengang.
Mereka sama sekali tidak menyangka
bahwa Nathan masih berani menyerang Edward. Padahal, dia ditemani oleh Master
Emir hari ini.
Yang lebih mengejutkan mereka lagi,
bukankah Edward juga termasuk tuan muda terkenal di Beluno dan punya
keterampilan bela diri yang cukup sempurna?
Kenapa begitu jatuh di tangan Nathan,
Edward malah seperti orang lemah dan justru dipukul secara habis-habisan?
Sampai-sampai tidak bisa bangkit lagi hanya karena sentuhan ringan.
Ada nyala api membara yang muncul di
mata Emir.
"Nak, nyalinya besar juga."
1
"Beraninya kamu menyerang orang
di hadapanku. Jangan harap kamu bisa lolos hidup-hidup."
Nathan melambaikan tangan ke arahnya.
"Jangan omong kosong lagi. Cepatlah kalau kamu mau bertindak.”
"Selesai bertindak, aku masih
harus memeriksa pasien lainnya."
Kesabaran Master Emir seakan-akan
diuji. Dia sudah hampir mengamuk. "Dasar bocah kurang ajar. Sombong sekali
kamu!"
Edward tergeletak di lantai.
Jari-jarinya yang patah membuatnya merasakan sakit yang teramat parah. Dia
sudah hampir pingsan.
"Master Emir, bertindaklah. Aku
mau dia mati. Aku mau dia mati."
Emilia buru-buru berkata,
"Edward, kamu sudah janji akan melepaskan Nathan. Apa kamu mau ingkar
janji sekarang?"
Edward berkata dengan garang,
"Kalau aku nggak membunuhnya hari ini, jangan panggil namaku lagi."
"Kamu sendiri juga lihat, 'kan?
Bajingan ini yang lebih dulu menyerangku. Aduh, tanganku, tanganku!"
Selesai berbicara, dia kembali
menjerit kesakitan.
Swush, swush!
Emir mengayunkan kedua tangannya dan
meluncur ke arah Nathan.
Lantaran kecepatannya begitu tinggi,
orang-orang yang lewat hanya merasakan hembusan angin kencang. Bahkan, gendang
telinga mereka juga terasa sakit.
Tiara langsung berteriak,
"Nathan, hati-hati."
Ada cahaya dingin yang melintas di
mata Nathan. Alih-alih mundur, dia malah maju dan meluncur gesit ke arah Emir.
Emir kemudian mendengus dingin, lalu
meng menggenggam tangannya, dan bersiap menargetkan kepala Nathan.
"Nak, aku jamin dua pukulanku
ini akan membuat nyawamu langsung melayang!"
Gerakan Nathan tidak cepat ataupun
lambat. Dia langsung mengapit tangan Emir layaknya sebuah tang.
Dua pukulan yang tadinya begitu hebat
itu langsung terkunci di tempat. Emir tidak bisa maju sedikit pun.
"Kamu ...."
Emir tampak ngeri.
Serangan Ganda Maut merupakan teknik
pamungkasnya. Berkat teknik ini juga, dia bisa begitu mendominasi dunia bela
diri dan bertahan hidup.
Apalagi, teknik ini lebih berpusat
pada kecepatan, ketepatan, dan kekejaman.
Sebelum lawan bereaksi, dia akan
menggunakan telapak tangannya yang kuat untuk menyerang gendang telinga lawan.
Begitu mengejutkan indera pendengaran lawan, dia bisa langsung membunuhnya
dengan satu pukulan.
Namun, dia sama sekali tidak
menyangka bahwa Nathan akan mencegat serangannya dengan mudah.
"Sampah!"
Menyadari tatapan Emir yang
seakan-akan tidak percaya itu, Nathan langsung melontarkan kata itu dengan nada
meremehkan.
Emir marah besar. Emosi yang sedari
tadi dia tahan langsung meledak keluar. Dia meraung keras dan bersiap menarik
tangannya kembali.
Namun, tidak peduli seberapa keras
dia mencoba, tangannya yang dipegang Nathan tidak bergerak sama sekali.
"Lepaskan tanganku.
Lepaskan!"
Saking emosinya, Emir juga
menggertakkan giginya. Dia mengangkat kakinya dan hendak menendang Nathan.
Nathan mendengus dingin. "Pak
Tua, aku nggak tertarik bermain denganmu lagi.”
Dia langsung memblokir tendangan Emir
dan mendorong keras dengan lututnya. Terdengar suara keras seperti guntur.
Bagian dada Emir terkena pukulan
telak. Meski tertutup oleh pakaiannya, semua orang juga bisa melihat dengan
jelas bahwa bagian dadanya telah hancur.
Pfft!
Darah dalam jumlah besar menyembur
keluar dari mulut Emir.
Dia tampak bergidik.
Dia sudah kalah?
Apalagi, tendangan lutut bocah ini
hampir membuat organ dalamnya hancur.
Sebenarnya kekuatan bocah ini sudah
sampai tahap mana?
Apa kekuatan bocah ini jauh lebih
tinggi darinya?
Untuk sesaat, Emir tidak sanggup
menerima kenyataan pahit itu. Dia memegang dadanya dan melangkah mundur.
No comments: