Bab 228
Emilia berkata dengan kaku,
"Maaf, aku nggak butuh semua itu. Aku sudah bilang tadi malam, hubungan
kita sudah berakhir."
'Dasar wanita nggak tahu berterima
kasih!'
Edward diam-diam memaki Emilia dalam
hatinya, tetapi wajahnya masih tetap tersenyum. "Aku tahu kamu masih
marah."
"Aku nggak minta kamu
memaafkanku sekarang. Tapi Emilia, perasaanku padamu nggak pernah berubah. Aku
akan datang ke kediaman Sebastian setiap hari untuk mengakui kesalahanku sampai
kamu memaafkanku."
Emilia berkata dengan nada jijik,
"Edward, tahukah kamu pemikiranmu itu terlalu kekanak-kanakan?"
"Sudah kubilang, kamu nggak
perlu mengakui kesalahanmu. Mulai sekarang, kita juga nggak perlu saling
berhubungan lagi. Itu lebih baik daripada apa pun.
Tamara juga ikut memarahi.
"Edward, jangan ganggu putriku lagi. Bagaimanapun juga, kamu itu putra
sulung Keluarga Halim. Jangan jadi orang yang nggak tahu malu. 31
Wajah Edward tampak geram. Dia ingin
menghampiri Tamara dan menghajar wanita tua itu.
Namun, dia menarik napas dalam-dalam
dan bergumam dalam hati, 'Sabar, aku harus sabar ...."
"Emilia, kamu boleh nggak
memaafkanku."
"Tapi aku harus ingatkan kamu
satu hal. Nathan sudah berulang kali menentang Keluarga Halim. Ayahku sudah
berencana untuk menghabisinya.”
"Aku juga nggak ingin membuat
situasi bertambah buruk. Tapi kalau kamu masih nggak tahu diri dan nggak mau
menerimaku lagi, maaf. Aku juga bukan orang yang mudah ditindas. Pecundang di
sampingmu pasti akan celaka."
Lantaran tidak bisa mengendalikan
Emilia, Edward pun mengubah strateginya.
Dia tahu Emilia paling tidak suka
melibatkan orang lain.
Jadi, dia pun menggunakan Nathan
sebagai ancaman bagi Emilia agar mau bekerja sama.
Wajah Emilia seketika berubah. Dia
berkata dengan marah, "Edward, masalah kita berdua nggak ada hubungannya
dengan Nathan."
"Kamu melibatkan orang lain
seperti ini hanya akan membuatku makin membencimu."
Edward tersenyum sinis dan berkata,
"Bukankah kamu sudah ribut mau putus denganku sekarang? Apa kamu pikir aku
masih peduli kamu menganggapku penting atau nggak?"
Dia menatap Nathan dan berkata dengan
nada meremehkan, "Nathan, kemarilah dan berlututlah di hadapanku. Asalkan
kamu membantuku membuat Emilia berubah pikiran, aku bisa pertimbangkan untuk
mengampuni nyawamu."
Sikapnya yang arogan itu, seolah-olah
Nathan telah kalah sepenuhnya.
Nathan memasang ekspresi dingin dan
berjalan maju selangkah demi selangkah.
Tiara buru-buru mengingatkan.
"Nathan, hati-hati. Orang-orang di sekitar Edward adalah master Keluarga
Halim. Sebaiknya jangan dekati mereka.”
Nathan tidak peduli dan terus
berjalan mendekati Edward.
Emilia maju untuk menghentikannya dan
berkata dengan nada dingin pada Edward, "Edward, apa yang kamu
inginkan?"
"Sudah kubilang, ini nggak ada
hubungannya dengan Nathan. Kenapa kamu harus mengandalkan kekuatan Keluarga
Halim untuk menindas orang lain?"
Edward tertawa keras. Dia merasa
sangat bangga.
"Emilia, kamu juga tahu kalau
Keluarga Halim kami bukanlah keluarga yang bisa kamu provokasi dengan
mudah."
"Kamu juga tahu, sudah berapa
kali Nathan mempersulitku. Nggak mungkin aku melepaskannya begitu saja."
Emilia berkata dengan nada dingin,
"Kalau kamu berani menyentuh Nathan, langkahi mayatku dulu."
Edward bertambah marah dan
menggertakkan giginya. " Kamu masih melindunginya sampai sekarang."
"Emilia, katakan padaku, apa
kamu masih punya perasaan padanya?"
Jantung Emilia berdebar kencang. Dia
berkata dengan ekspresi rumit, "Baiklah, aku janji padamu. Asalkan kamu
nggak menyakiti Nathan, masalah kita berdua masih bisa dibicarakan."
Edward langsung tertawa
terbahak-bahak. Inilah hasil yang diinginkannya.
Menggunakan Nathan, si pecundang ini,
untuk mengancam Emilia.
Setelah semuanya selesai, dia akan
meminta Master Emir membunuh Nathan.
"Nathan, maaf. Kamu hampir
mendapat masalah gara-gara aku."
Emilia menatap Nathan, lalu
memaksakan senyum, dan berkata, "Tapi setelah ini, kita nggak punya utang
apa pun lagi. Rumah Sakit Perdana menyelamatkan Ibu dan adikku. Kamu juga
banyak membantu karierku.”
No comments: