Bab 54
Edward juga tidak bisa duduk diam
lagi. Wajahnya yang tadinya berbinar langsung berubah muram.
Dialah yang mengeluarkan Pil Mujarab.
Jika Tuan Besar Arga meninggal, sudah pasti dia harus bertanggung jawab.
Sialan. Padahal dia masih belum
sempat mendapatkan tubuh Emilia, sekarang kakeknya malah meninggal lebih dulu.
Apa yang terjadi sebenarnya?
Edward mengeluarkan ponselnya dan
segera menelepon, "Dokter Bayu, ini saya, Edward. Saya ingin merepotkan
Anda. Sesuatu telah terjadi di sini. Tolong datang ke sini untuk menyelamatkan
nyawa orang secepatnya!"
Saat ini, Emilia teringat dengan
Nathan dan langsung memohon dengan cepat.
"Nathan, kamu seorang dokter.
Cepat periksa Kakek. Apa yang terjadi sebenarnya? Bukankah dia baik-baik saja
tadi!"
Nathan meliriknya dengan dingin.
"Sudah kubilang, Pil Mujarab ini palsu dan nggak boleh diminum. Aku nggak
mempermasalahkan Keluarga Sebastian nggak memercayai perkataanku, tapi bahkan
kamu juga menganggapku sebagai orang jahat. Sekarang setelah terjadi masalah,
kamu baru teringat sama aku?"
Wajah Emilia memerah. Dia sangat
malu.
Namun, dia keras kepala dan tidak mau
mengakui kesalahannya. Dia menggertakkan giginya dan berkata, " Jangan
bicarakan masalah ini dulu. Bisakah kamu menyelamatkan Kakek lebih dulu?"
Nathan melangkah maju dan dengan
cepat menekan beberapa titik akupunktur pada tubuh Tuan Besar Arga untuk
menghentikan pendarahan.
Selanjutnya, dia memijat Tuan Besar
Arga sebentar agar membantu pernapasannya. Kemudian, dia menyuruh Ken untuk
menggendongnya ke tempat tidur.
Meski anggota Keluarga Sebastian
konyol dan sombong, Tuan Besar Arga selalu bersikap baik padanya. Jadi, Nathan
tentu saja tidak akan berdiam diri dan melihatnya mati begitu saja.
Melihat pendarahan Tuan Besar Arga
telah berhenti, Edward langsung berkata sambil tersenyum, "Bibi, Emilia,
Ken, kalian nggak perlu terlalu khawatir. Aku sudah minta Dokter Bayu datang ke
sini."
Tamara terkejut dan bertanya,
"Menantuku, apa yang kamu bicarakan itu dokter genius dari Keluarga Wijaya
di Beluno itu?"
Edward tersenyum sambil mengangguk.
"Benar, dialah yang kumaksud."
Semua anggota Keluarga Sebastian
langsung terpana.
"Keluarga Wijaya termasuk keluarga
kelas satu di Beluno. Dokter Bayu sudah lama mengasingkan diri. Orang-orang
biasa nggak akan punya kesempatan untuk bertemu dengannya, apalagi
mengundangnya."
"Tuan Edward memang hebat. Kamu
bahkan bisa mengundang Dokter Bayu ke sini. Kali ini, Tuan Besar Arga pasti
akan terselamatkan!"
"Tuan Edward memang pintar
mengatasi masalah!"
Tiba-tiba, semua anggota Keluarga
Sebastian kagum dengan penampilan Edward.
Semuanya bahkan sudah lupa, jika
bukan karena Pil Mujarab palsu dari Edward, kondisi Tuan Besar Arga juga tidak
berubah menjadi seperti ini.
Sebaliknya, mereka malah mengabaikan
tindakan penyelamatan yang dilakukan Nathan.
Tamara berkata dengan acuh tak acuh,
"Nathan, Dokter Bayu akan segera datang. Sekalipun nggak ada kamu di sini,
ayah mertuaku juga akan baik-baik saja."
Nathan berkata sambil tersenyum,
"Jadi, pada akhirnya akulah yang terlalu sentimen?"
Tamara mendengus, "Terserah saja
kalau kamu mau berpikir seperti itu. Aku hanya ingin memberitahumu kalau Edward
kami bisa melakukan apa saja."
Emilia mengerutkan kening dan
berkata, "Bu, kata-katamu sudah kelewat batas."
"Di saat kritis barusan,
Nathan-lah yang membantu menghentikan pendarahan Kakek."
Tamara berkata dengan nada tidak
puas, "Lantas, kenapa? Apa keterampilan medisnya bisa dibandingkan dengan
Dokter Bayu? Saat Dokter Bayu datang nanti, dia pasti bisa menyembuhkan
kakekmu."
Edward tersenyum dan berkata,
"Aku barusan sudah periksa. Nathan sebenarnya nggak melakukan apa pun.
Hanya saja, dia memang khawatir."
"Setelah Dokter Bayu datang
nanti, Kakek pasti akan baik -baik saja. Meski begitu, kita masih harus
berterima kasih kepada niat baiknya Nathan!"
Nathan tersenyum dan berkata,
"Tuan Edward, apa kamu sedang mengatakan aku nggak kompeten dan hanya
mengkhawatirkan hal-hal yang nggak perlu?"
"Kalau begitu, aku mau tanya,
apa yang diminum oleh Kakek Arga hingga bisa terjadi pendarahan di mata,
hidung, dan mulutnya?"
Diserang balik dengan pertanyaan
seperti itu, Edward hanya bisa tersenyum kecut untuk menyembunyikan rasa
canggungnya.
Ada kilatan dingin yang melintas di
matanya. Pecundang ini terus mempermalukannya berulang kali. Apa Nathan mengira
dirinya, yang mana terkenal sebagai tuan muda nomor satu di Beluno, begitu
mudah ditindas?
No comments: