Bab 187
Regina terkejut dan berkata,
"Bahkan kepala Keluarga Halim juga datang. Mari kita pergi apa yang mereka
rencanakan."
Begitu memasuki aula utama klub,
Nathan menyadari bahwa selain anggota Keluarga Halim, Emilia juga ada di sana.
Saat pandangan Emilia bertemu dengan
Nathan, dia langsung memalingkan mukanya sambil memasang ekspresi datar.
Edward tersenyum sinis dan menatap
Nathan dengan arogan.
"Regina memberi hormat pada
kepala Keluarga Halim!"
Regina yang berdiri di depan langsung
membungkuk kepada Thomas, kepala Keluarga Halim.
Sebagai kepala keluarga besar di
Beluno, status Thomas tidak jauh berbeda dari orang-orang seperti Walikota
Samuel.
Bahkan dalam beberapa aspek,
pengaruhnya lebih besar daripada wali kota.
Misalnya, hubungan Keluarga Halim
dengan sekte bela diri di Beluno. Keluarga Halim telah beroperasi di sini
selama beberapa generasi, jadi mereka lebih dihargai oleh para master sekte
daripada orang biasa.
"Regina, Paman sudah lama nggak
bertemu dengannya. Kamu banyak berubah dan sudah jadi gadis dewasa sekarang.
Kamu juga bisa memimpin Keluarga Suteja!"
Thomas tertawa, lalu juga
terbatuk-batuk. Dia buru-buru menutup mulutnya dengan sapu tangan putih di
tangannya.
Kilatan tajam melintas di mata
Nathan. Meski gerakan Thomas sangat cepat, dia masih melihat ada bercak darah
di sapu tangan putih itu.
Apalagi, wajah Thomas tampak pucat
dan matanya juga sayu.
Nathan bisa dengan mudah menyadari
bahwa Thomas sudah terkena racun parah dan kondisinya kritis.
"Kalau Paman Thomas sakit, kita
bisa bicarakan masalah ini lain waktu!" ucap Regina dengan segera.
Kondisi kesehatan Thomas memang tidak
terlalu baik.
Sebagai seorang junior, Regina merasa
kurang pantas untuk langsung membicarakan masalah akuisisi Klub Balavan.
Thomas melambaikan tangannya dan
berkata, "Bukan masalah serius. Sudah penyakit lama."
"Ayo kita bahas masalah
penting."
Kedua belah pihak langsung mengambil
tempat duduk!
Thomas melirik orang-orang di sekitar
Regina. Terakhir, dia bahkan sengaja menatap Nathan lebih lama.
Meski tidak lama, Nathan bisa
merasakan tatapan dingin penuh dengan permusuhan yang tersembunyi di mata
kepala keluarga bangsawan itu.
"Keluarga Halim kami sekarang
mengalami nasib buruk dan nggak beruntung. Apalagi aku sendiri juga menderita
penyakit serius dan nggak berdaya."
Thomas angkat bicara dan berkata
perlahan, "Apa boleh buat. Kami hanya bisa menjual Klub Balavan untuk
menutupi dana operasional sementara.”
Regina mengangguk dan berkata,
"Aku memahami kerja keras Paman Thomas. Sebagai keluarga bangsawan, kalian
harus mengeluarkan banyak uang setiap harinya untuk mempertahankan
situasi."
"Paman Thomas, jangan khawatir.
Kalau mampu, Keluarga Suteja pasti akan memberikan bantuan."
Thomas tersenyum dan berkata,
"Regina, kamu jauh lebih murah hati daripada ayahmu yang pelit. Paman
menyukaimu."
"Sebenarnya, kamu dan Edward
adalah pasangan serasi. Sayangnya, takdir nggak mengizinkan kalian untuk
bersama. Pamanmu sangat menyesal!"
Regina menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Paman, kamu terlalu memuji. Tuan Edward berwawasan tinggi dan
berbakat. Aku nggak pantas bersanding dengannya."
"Lagi pula, sekarang aku sudah
punya orang yang aku sukai!"
Mendengar itu, Thomas segera melirik
Nathan dan berkata dengan nada datar, "Regina, orang yang kamu cintai pasti
Tuan Nathan ini, 'kan?"
Regina sama sekali tidak malu dan
langsung menjawab, " Benar, orang yang aku sukai adalah Dokter
Nathan."
Sikap terus terang dan tidak
dibuat-buat itu membuat Nathan merasa segan.
Emilia yang berdiri di belakang
Edward langsung melirik Nathan dengan dingin. Ada emosi yang sulit dijelaskan
yang tampak dari matanya.
"Tuan Nathan adalah pria yang
berbakat, jadi nggak heran Regina menyukainya.”
"Tapi aku dengar Keluarga Suteja
punya tradisi keluarga yang ketat dan hanya akan menikahkan anak mereka dengan
keluarga bangsawan," ucap Thomas.
"Sebaliknya, Tuan Nathan lahir
di keluarga biasa dan nggak punya latar belakang. Dari sudut pandang seorang kepala
keluarga, aku rasa kalian berdua nggak akan bisa bersama. Regina, lebih baik
kamu menyerah dan jangan membuat Tuan Nathan berharap lebih jauh.”
No comments: