Bab 186
Billy langsung menolak, "Maaf,
aku nggak bisa melakukan tugas nggak berguna seperti itu. Jelas sekali, Nathan
sangat dekat dengan Nona."
"Kalau aku menyentuhnya, Nona
pasti akan membenciku. Aku masih harus mengandalkan Keluarga Suteja untuk
bertahan hidup. Aku bukan bekerja untukmu."
Selesai berbicara, Billy berbalik dan
menghilang ke dalam hutan, tanpa peduli dengan ekspresi jelek dan marah di
wajah Liam.
"Satya, si Billy takut mati.
Kalau begitu, kamu saja yang bunuh bocah itu agar kelak nggak menambah
masalah!"
Liam pantang menyerah dan malah
meminta Satya bertindak.
Satya tampak memasang ekspresi tidak
yakin.
"Masalah ini nggak boleh
terburu-buru. Kalau sempat melakukan kesalahan, maka kita akan kehilangan
segalanya."
"Sekarang kita yakin Bibi Eva
tewas di tangan master Guru Besar junior. Apalagi, master ini kemungkinan
adalah orang yang mendukung Nathan. Kalau bertindak gegabah sekarang, aku hanya
akan mendapat masalah."
Jika bertindak kali ini, yang mulanya
bertekad untuk menang akan kehilangan segalanya. Saat itu, pasti akan menyesal.
Jadi, Liam pun berteriak,
"Satya, jangan-jangan kamu takut sama gigolo itu?”
Satya mencibir, lalu berkata,
"Konyol! Aku sudah menghabiskan separuh hidupku di dunia bela diri Bimala.
Aku nggak pernah takut pada siapa pun, apalagi kota kecil seperti Beluno
ini."
"Kamu juga nggak perlu khawatir
tentang masalah ini. Kita akan membahasnya setelah kembali ke Beluno!"
Liam tidak berdaya. Dia sudah tidak
sabar ingin mencari Nathan dan melawannya sampai mati.
Namun, kekuatannya tidak cukup
tinggi. Jadi, dia masih harus mengandalkan Satya, Billy, dan lainnya.
Jelas terlihat bahwa lelaki-lelaki
tua ini semuanya sangat licik.
Tanpa punya kepastian sepenuhnya,
mereka tidak mungkin akan mengambil risiko demi Liam.
Klub Balavan, Beluno.
Nathan ditarik keluar mobil oleh
Regina.
"Nona Regina, sebenarnya kamu
nggak perlu mengadakan acara perayaan."
Nathan menjelaskan dengan tidak
berdaya.
Namun, Regina tidak mau dengar. Dia
mengamit erat lengan Nathan. Wanita itu bahkan tidak keberatan akan dadanya
yang berulang kali bersentuhan dengan Nathan.
"Dokter Nathan, jangan segan.
Apa pun yang terjadi, aku ingin mengucapkan terima kasih padamu. Kamu sudah
banyak membantuku."
Melihat Regina tidak berniat
melepaskannya, Nathan tidak menyerah begitu saja. "Sekalipun ingin
berterima kasih padaku, kamu juga nggak perlu membawaku ke sini, 'kan?
Setahuku, ini klub milik Keluarga Halim.”
Regina tersenyum. Rambut kuncir
kudanya bergoyang-goyang. "Dokter Nathan, kamu mungkin masih belum tahu,
tapi aku akan segera membeli Klub Balavan ini. Sebagai ucapan terima kasih,
kamu akan segera menjadi pemiliknya."
Nathan tercengang.
"Membelikannya untukku? Memangnya Keluarga Halim setuju?"
Sejauh yang dia tahu, Klub Balavan di
Beluno ini cukup terkenal dan merupakan bisnis yang menguntungkan.
Apalagi, bos di balik klub kelas satu
ini adalah Edward, putra sulung Keluarga Halim.
Regina tersenyum dan berkata,
"Keluarga Halim sekarang terlilit utang. Kalau nggak segera menjual aset
yang mereka miliki, akan sulit bagi keluarga sebesar itu untuk bertahan
hidup."
"Kebetulan kondisi Keluarga
Suteja sangat baik. Tentu saja kita harus memanfaatkan kesempatan dan
menghasilkan banyak uang."
Nathan langsung mengerti. Tampaknya
investasi Edward yang gagal telah memberikan pukulan fatal yang mematahkan
semangat Keluarga Halim dalam mengatasi masa sulit.
Keluarga bangsawan yang awalnya besar
itu bahkan harus menghadapi titik di mana mereka harus menjual semua aset yang
mereka miliki.
Begitu memasuki gerbang Klub Balavan,
interior yang dulunya sangat megah kini berubah menjadi remang-remang.
Tiara dan sekretarisnya Regina sudah
menunggu mereka berdua.
Regina bertanya kepada sekretaris,
"Apa anggota Keluarga Halim sudah datang?"
Raut wajah sekretaris tampak aneh.
Dia pun menjawab, " Mereka sudah datang. Nona, yang datang bukan hanya
agen Keluarga Halim, tapi ada ...."
Regina tidak peduli. "Tapi ada
siapa lagi? Apa Edward si bajingan itu juga datang?"
Tiara lebih dulu menjawab,
"Regina, sebaiknya kamu berhati-hati. Bukan hanya Edward saja, tapi
Thomas, kepala Keluarga Halim, juga datang.”
No comments: