Bab 185
Liam mengangguk dengan takut-takut
dan berkata, " Saat Bibi Eva meninggal, untung saja kita nggak ada di
sana. Kalau kita bertemu dengan master Guru Besar itu, pasti akan sulit."
"Sayang sekali, Regina berhasil
lolos. Tapi untungnya, persediaan bahan obat sekarang ada di tanganku. Saat dia
kembali ke Grup Suteja, dia pasti akan gagal menjalankan misi karena lalai
dalam menjalankan tugas!
Memikirkan hal ini, senyum akhirnya
muncul di wajah muram Liam.
Ekspresi wajah Satya tiba-tiba
berubah. Dia berteriak, " Siapa? Keluar! Atau nggak, aku nggak akan segan
lagi!"
Liam terkejut, lalu berbalik cepat
dan gemetar, "Satya, jangan-jangan master Guru Besar itu datang ke sini
untuk membunuh kita?"
Di bawah tatapan gugup kedua orang
itu, seorang pria kekar berjalan keluar.
Melihat orang itu, Liam baru menghela
napas lega. "Aku kira siapa, ternyata kamu rupanya, Paman Billy. Kamu
membuatku takut setengah mati!"
Billy mendengus dingin dan berkata,
"Tuan Liam, bukankah kamu ingin mengambil alih Grup Suteja? Kamu harus
punya sikap seorang pemimpin. Hanya masalah sepele seperti ini sudah membuatmu
ketakutan seperti ini!"
Liam tersenyum dan berkata,
"Paman Billy, kamu nggak perlu terlalu serius. Hanya ada kita bertiga di
sini. Bukankah kita semua orang sendiri? Sekalipun aku terlihat pengecut, juga
nggak ada orang lain yang melihatnya, 'kan? Asal nggak ada orang yang
melihatnya, mereka nggak akan tahu sifat asliku!”
Billy menggelengkan kepalanya. Dia
merasa Liam bahkan jauh lebih parah dibandingkan Regina.
Meski Liam pengecut dan tidak
berguna, dia tetaplah seorang pria. Kesempatannya untuk mengambil alih Grup
Suteja kelak akan lebih besar daripada siapa pun.
"Oh ya, Paman Billy, bukankah
aku memintamu pergi ke gua tempat tanaman obat disembunyikan dan berjaga di
sana? Mengapa kamu datang ke sini?" tanya Liam tanpa menyadari
ketidakpuasan dan kesuraman di wajah Billy.
"Berjaga? Sudah ada orang yang
sampai di sana duluan, apa lagi yang perlu dijaga?"
Mulut Billy berkedut dan dia
mengumpat keras.
Jantung Liam berdebar kencang.
"Paman Billy, apa maksudmu? Apa ada yang mencuri tanaman obat kita?"
Billy menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Jangan memikirkan truk berisi tanaman obat itu lagi. Saat aku
sampai di sana, Regina sudah lebih dulu menemukannya dan sudah mengutus orang
untuk membawanya pergi."
"Apa kamu bilang? Dia lebih dulu
menemukannya? Nggak mungkin...."
Liam langsung mengamuk. Dia pun
berteriak dengan marah, "Bagaimana dia bisa menemukannya? Aku
menyembunyikannya dengan sangat baik. Bagaimana dia bisa menemukannya?"
Satya juga berkata dengan nada
dingin, "Aku sudah memeriksa tempat itu, apalagi orang-orang di samping
gadis itu nggak punya kemampuan untuk menemukannya. Apa orangmu sana melakukan
kesalahan?"
Suara Billy sangat rendah dan penuh
frustrasi. "Orang-orangku mengikutiku sepanjang proses dan nggak mungkin
melakukan kesalahan. Orang yang menemukan tanaman obat itu bukanlah pengawal di
samping Nona, melainkan gigolo bernama Nathan."
Pft!
Liam tersentak dan berteriak pada
Satya, "Dia, dialah orangnya. Satya, sudah kubilang padamu, bajingan
inilah yang seharusnya kita habisi, tapi kamu masih nggak percaya!"
Satya menyipitkan matanya yang kejam.
"Apa bocah ini benar-benar sulit dihadapi?"
"Sepertinya, selain
menyingkirkannya, kita nggak punya pilihan lain lagi!"
"Apalagi, Nathan ini sepertinya
mencurigaiku," ucap Billy.
"Jadi, Tuan Muda, jangan
mencariku akhir-akhir ini. Aku bisa membantumu berdebat dengan Nona, tapi kalau
kelewat batas, akan sulit bagiku kalau kepala keluarga menanyaiku."
Liam sangat marah dan berkata,
"Paman Billy, aku ingin kamu membantuku sekali lagi. Bunuh bajingan yang
sudah berulang kali merusak rencanaku itu.”
No comments: