Bab 160
Nathan tiba-tiba merasa malu dan buru-buru
melepaskan tangan Emilia.
Tiara bertanya, "Nathan, melihat
Nona Emilia yang terlihat begitu menyedihkan, kamu nggak jatuh cinta padanya
lagi, 'kan?"
Nathan terdiam dan berkata,
"Nggak seperti yang kamu pikirkan. Bagaimanapun, dia terluka gara-gara aku.
Sudah seharusnya aku menyembuhkannya."
Tiara mendengus. "Baguslah.
Kalau kamu bersamanya lagi, Regina pasti akan sangat sedih. Kurasa kamu lebih
tahu daripada aku."
Nathan kebingungan. "Mengapa
kamu mengaitkan masalah ini dengan Nona Regina? Padahal, dua masalah ini nggak
ada hubungannya sama sekali."
Tiara berkata dengan nada tidak
senang, "Kenapa nggak ada hubungannya? Jangan pura-pura bodoh. Regina
menyukaimu, apa kamu nggak tahu?"
"Kalau kamu menyakiti hatinya,
Nathan, itu berarti kamu benar-benar bajingan."
Nathan cukup bijaksana untuk tidak
membantah. Jika dia menjelaskan lebih lanjut, hal seperti ini hanya akan makin
memperburuk situasi.
Tiara sangat marah. "Mengapa
kamu nggak bicara? Bagaimana perasaanmu terhadap Regina?"
Nathan tersenyum pahit dan berkata,
"Nona Regina pernah menolongku sebelumnya. Dia cantik dan baik hari. Aku
selalu menganggapnya sebagai teman baik."
Tiara tersenyum sinis. "Hanya
teman baik? Kalau kamu nggak menyukainya, mengapa kamu menggodanya? Bagaimana
kalau dia sungguh jatuh cinta padamu nanti? Apa kamu akan bilang hanya
menganggapnya sebagai teman baik?"
"Huh! Nathan, akhirnya aku tahu
sekarang. Kamu benar-benar bajingan."
"Bukan begitu, kamu dengar aku
dulu. Mengapa aku malah menjadi bajingan?"
Nathan masih bermaksud untuk
menjelaskan.
Sayangnya, Tiara langsung
membusungkan dadanya, lalu berbalik dan berjalan keluar. Dia sama sekali tidak
memberi Nathan kesempatan untuk menjelaskan.
Grup Suteja.
Regina sedang fokus pada
pekerjaannya. Tiba-tiba pintu ruangannya didorong hingga terbuka. Liam masuk ke
dalam sambil memasang ekspresi main-main.
"Adik sepupuku, kamu masih
sempat bekerja di sini. Apa kamu nggak tahu di Rumah Sakit Perdana, pacarmu
sedang bermesraan dengan wanita lain?"
Nada bicara Liam tampak sarkastis dan
bahkan terdengar geli.
Regina bahkan tidak mengangkat
kepalanya. "Kalau kamu datang ke sini hanya untuk menyampaikan kata-kata
yang nggak berguna seperti itu, lebih baik kamu keluar saja!"
Ada kilatan yang melintas di mata
Liam. Pria itu mencibir. "Regina, aku berbaik hati memperingatkanmu.
"Nathan memang pria berbakat
yang jarang ditemukan. Kamu harus menjaganya di sisimu. Dia akan sangat berguna
bagimu di masa depan. Tapi sekarang, pacar yang kamu hidupi itu menunjukkan
tanda-tanda mengkhianati tuannya. Aku sarankan kamu agar
mendisiplinkannya."
Regina mengangkat kopi yang belum
habis di depannya dan menuangkannya langsung ke wajah Liam, kemudian berkata
dengan nada dingin, "Kalau kamu berani menjelek-jelekkan Nathan lagi,
jangan salahkan aku nggak sungkan lagi, Liam."
Liam tampak malu. Dia jelas tidak
menyangka Regina akan begitu galak.
"Regina, apa kamu gila? Aku
berbaik hati mengingatkanmu, apa kamu perlu bereaksi berlebihan seperti
ini?"
Liam berteriak sambil menyeka
pakaiannya,
Regina mencibir dan berkata,
"Jangan kira aku nggak tahu apa tujuanmu. Liam, kamu hanya ingin melihat
aku dan Nathan bertengkar, 'kan?"
"Tapi kamu salah. Aku nggak
peduli Nathan mau bermain dengan wanita mana. Aku hanya tahu perasaannya padaku
nggak berubah!"
"Benarkah? Kalau begitu, aku
harap yang kamu pikirkan itu akan menjadi kenyataan," ucap Liam sambil
menyeringai.
"Oh ya, aku ingin mengingatkanmu
satu hal. Para pemimpin keluarga sudah menyetujui pertunanganmu dengan Keluarga
Kusuma dari pemerintah provinsi. Tuan muda pertama dari Keluarga Kusuma juga
sudah lama ingin menikahimu."
No comments: