Bab 159
Namun, dia juga bukannya tidak
mendapatkan apa-apa. Waldi sudah meninggal. Setidaknya, utang ratusan miliarnya
pada Hessen juga tidak perlu dibayar lagi.
Saat ini, Emilia yang sedang
terbaring di ranjang rumah sakit, memperlihatkan ekspresi kesakitan di
wajahnya. Dia juga bergumam pelan.
Tamara segera mendekatinya dan
bertanya dengan khawatir, "Putriku, apa yang kamu katakan? Katakan pada
Ibu."
Emilia membuka mulutnya sedikit dan
suaranya begitu pelan. "Selamatkan aku, bisakah kamu menyelamatkanku?
Maafkan aku, Nathan .... Aku minta maaf!"
Padahal, Emilia hanya mengigau. Namun
begitu Tamara mendengarnya, dia tersenyum dan berkata kepada calon menantunya,
"Edward, Emilia menyuruhmu menyelamatkannya. Dia bahkan memanggil namamu.
Lihat, bahkan dalam mimpi pun dia juga masih memikirkanmu!"
Hati Edward terasa hangat. Dia segera
mendekatinya, lalu mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Emilia dan
berkata dengan penuh kasih sayang, "Jangan takut, Emilia. Aku ada di sini.
Sekalipun langit runtuh, aku juga akan melindungimu. Kamu adalah wanita yang
paling kucintai."
Namun, saat dia memegang tangan
Emilia, wanita yang masih tertidur itu meronta dengan keras dan berkata dengan
jijik, "Kamu bukan Nathan. Lepaskan aku, lepaskan aku!"
"Nathan, Nathan, kamu ada di
mana? Maaf, tapi bisakah kamu datang menyelamatkanku?"
Raut wajah Edward tiba-tiba berubah
jelek.
Anggota Keluarga Sebastian lainnya
juga merasa canggung.
Lantaran semua orang telah mendengar
bahwa orang yang dipanggil Emilia bukanlah Edward, melainkan Nathan.
Tamara tersenyum dan berkata,
"Dia hanya mengigau. Jangan dianggap serius. Hehe. Biasanya mimpi akan
bertolak belakang dengan kenyataan."
Sayangnya, tidak peduli bagaimana
Tamara menjelaskan, raut wajah Edward malah bertambah buruk.
Emilia yang sedang tidur tampak mengalami
mimpi buruk. Ekspresi wajahnya tampak kesakitan dan menderita.
Di saat Nathan mendekat, dia langsung
meraih tangan pria itu dan baru tenang kembali. Dia tertidur lelap dengan
senyum menawan di bibirnya.
Seakan-akan kehangatan di tangan
Nathan melenyapkan segala kengerian dalam mimpinya!
Edward yang diam-diam menyaksikan
kejadian itu sangat cemburu hingga matanya memerah. Tangannya juga terkepal
sangat erat hingga menimbulkan suara berderak.
Tamara sangat marah. Dia bersiap
untuk memisahkan tangan Nathan dan Emilia.
Namun, Tiara malah berkata dengan
nada dingin, "Bibi, aku sarankan kamu nggak mengganggu Nona Emilia
beristirahat."
"Atau kamu ingin putrimu yang
baru bisa tertidur itu bangun dan terus menderita?"
Tamara tidak berani bergerak lagi. Dia
berkata dengan galak, "Nathan, aku peringatkan kamu. Sebaiknya kamu nggak
menganggap serius igauan Emilia barusan."
"Kalian berdua sudah berpisah.
Sekarang Emilia dan Edward adalah sepasang kekasih, jadi aku harap kamu tahu
posisimu sendiri dan jangan mengharapkan hal-hal yang nggak mungkin terjadi
lagi!"
Nathan berkata dengan acuh tak acuh,
"Bibi mungkin sudah rabun. Yang memegang tanganku sepertinya putri
kesayanganmu."
"Kamu ...." Tenggorokan
Tamara tercekat. Dia menatap tajam Nathan, lalu berjalan keluar bangsal dengan
marah.
Edward menatap dingin Nathan, lalu
berkata sambil tersenyum palsu, "Kalau begitu, mohon bantuan Dokter Nathan
untuk menjaga Emilia."
"Uang bukanlah masalah. Dokter
Nathan, berikan pelayanan yang terbaik saja."
Selesai berbicara, dia berbalik dan
berjalan keluar sambil membanting pintu.
Tiara mencibir. "Dia jelas-jelas
cemburu, tapi masih mencoba menyelamatkan harga dirinya dengan omong
kosong."
"Edward ini makin lama makin
menyebalkan."
Melihat tangan Nathan yang masih dipegang
oleh Emilia, Tiara pun berkata dengan ekspresi masam, "
Nathan, sekarang Keluarga Sebastian
dan Edward sudah pergi, Nona Emilia juga sudah tenang, bukankah genggaman
tangan kalian seharusnya dilepas?"
No comments: