Bab 161
Hati Regina mendadak tegang, tetapi
dia masih tetap berkata dengan dingin, "Selain aku sendiri, nggak ada
seorang pun yang berhak mengambil keputusan dalam pernikahanku."
Liam mendengus dingin. "Sudah
kuduga, kamu akan menolak. Tapi percuma saja. Pernikahan ini sudah diputuskan
oleh kepala keluarga dan juga petinggi Keluarga Suteja yang lainnya. Meski kamu
nggak setuju, kamu juga nggak bisa berbuat apa-apa!"
Terakhir, Liam memalingkan wajahnya
sambil memperlihatkan ekspresi puas. Setelah itu, dia pun berbalik dan pergi.
Meninggalkan Regina di ruangan itu
sendirian. Wanita itu tampak membeku di tempat. Kemudian, bersandar lemah di
kursinya.
"Pada akhirnya, apa aku juga
akan dijadikan sebagai batu loncatan untuk bisnis keluarga? Meski Keluarga
Kusuma punya pengaruh kuat, aku... juga nggak mau!"
Ekspresi tekad baru saja muncul di
wajahnya, tetapi sesaat kemudian, berangsur-angsur kembali memudar.
Dia mentertawakan dirinya sendiri dan
bergumam dengan suara yang hanya bisa didengar dirinya sendiri. " Meski
nggak mau, aku juga nggak bisa menahan tekanan dari keluargaku."
"Tapi bagaimana dengan
perasannya terhadapku? Selama beberapa hari ini, dia terus-terusan menjaga
Emilia dan mengabaikanku."
"Mungkin memang seperti yang
dikatakan Liam. Pada akhirnya, akulah yang berkhayal terlalu tinggi!"
Setelah meninggalkan ruangan Regina,
Liam pun memasang ekspresi muram dan segera kembali ke ruangannya sendiri.
Bruk!
Begitu masuk ke dalam, Liam langsung
menghancurkan asbak dengan kesal.
Ada seorang lelaki tua berpakaian
hitam yang duduk di sofa sambil menyilangkan kaki. Wajahnya tampak menyeramkan.
"Tuan Liam, kenapa begitu
kembali langsung marah? Siapa yang mengganggumu?"
Liam selalu memanggil lelaki tua ini
dengan nama Satya.
Liam sangat marah dan berkata,
"Aku nggak tahan sama Regina, si wanita jalang itu lagi."
"Aku nggak sabar lagi. Aku harus
merebut kekuasaan Grup Suteja secepatnya dan mengusir wanita jalang ini
secepatnya. Hanya dengan begitu, aku baru bisa menghapus penghinaan yang telah
dia berikan kepadaku. 11
Satya perlahan berkata, "Gadis
itu memang nggak sopan. Siapa suruh kamu tiba-tiba memprovokasinya?"
"Tuan Liam, jangan khawatir.
Kamu pasti akan segera menguasai Grup Suteja sepenuhnya."
Liam tertegun sejenak, kemudian dia
tampak senang. " Oh, Satya, apa kamu menemukan cara untuk membantuku
menggulingkan Regina?"
Satya mendengus dingin. "Gadis
ini sangat pintar. Mungkin kamu nggak akan suka dengar kata-kataku ini. Tapi
dia memang lebih pintar darimu, Tuan Liam."
"Ingin mengalahkannya nggak akan
semudah itu."
"Tapi bagaimanapun, dia masih
muda. Asal dibantu olehku secara diam-diam, cepat atau lambat, dia akan
menderita kerugian besar. Bukankah ini saatnya perusahaan farmasi Suteja
membeli bahan obat baru? Inilah kesempatan kita untuk bertindak."
Melihat wajah tua Satya yang dipenuhi
senyum menyeramkan itu, otak Liam pun berputar dengan cepat. Dia tiba-tiba dia
bertanya, "Satya, maksudmu kita akan mengambil tindakan saat Regina pergi
untuk mengambil bahan obat baru?"
"Benar sekali. Perusahaan
Farmasi Suteja harus pergi ke kebun obat di pedesaan untuk membeli bahan obat
baru setiap tahunnya. Ini adalah bisnis prioritas utama dan gadis itu harus
melakukannya sendiri," ucap Satya dengan bangga.
"Asalkan dia meninggalkan Beluno
dan pergi ke kebun obat di pedesaan, perlindungannya juga akan makin melemah.
Selain itu, pedesaan itu terpencil. Orang-orangmu bisa memanfaatkan kesempatan
untuk menaklukkannya dengan mudah!"
Senyum di mulut Liam berangsur-angsur
melebar. Dia langsung tertawa liar.
"Baiklah. Sudah saatnya memberi
pukulan telak pada wanita jalang ini."
"Satu-satunya masalah adalah
Nathan si berengsek ini benar-benar beruntung. Waldi sudah meninggal, tapi dia
malah masih hidup!"
No comments: