Bab 83
Sikap acuh tak acuh Nathan malah
membuat Tiara merasa pria ini menyimpan banyak misteri di balik identitasnya
yang sesungguhnya.
Di sisi lain, Keluarga Sebastian.
"Emilia, aku berjanji padamu dan
Bibi akan menggelar pesta pernikahan yang megah. Aku ingin kamu menjadi
pengantin paling berbahagia di Beluno ini!"
Edward mengungkapkan rasa cintanya
kepada Emilia dengan penuh kasih sayang.
Tamara dan Ken yang juga ada di sana
pun bersorak dan bertepuk tangan.
"Kak Edward hebat sekali. Dia
dan kakakku adalah pasangan yang sangat cocok."
Tamara tersenyum lebar hingga kedua
matanya sudah hampir menyatu. "Edward, kami semua tahu bagaimana
perasaanmu terhadap Emilia."
"Tapi Tuan Edward, aku dengar
kamu ingin menggunakan Raja Berlian untuk melamar Emilia, ya? Apa hal
itu...."
Emilia langsung menegurnya.
"Ibu, mengapa mengungkit hal seperti itu?"
Tamara tersenyum canggung dan
berkata, "Apa salahnya? Aku dengar Edward mengatakan hal itu sebelumnya,
jadi aku tanya saja. Lagi pula, hanya Raja Berlian yang layak untukmu,
Emilia."
Edward tersenyum dengan penuh percaya
diri. "Bibi benar. Emilia, aku memang akan membeli Raja Berlian untuk
melamarmu."
Emilia menggelengkan kepalanya.
"Edward, kamu nggak perlu buru-buru. Sebenarnya, menurutku kita masih
perlu memantapkan hubungan lebih dulu."
"Sebelum kembali dari luar negeri,
kamu juga bilang kalau kamu ingin membangun karier dulu sebelum
mempertimbangkan jenjang pernikahan. Kamu tahu kan aku lebih tertarik pada pria
yang punya banyak ide dan mampu merealisasikan idenya."
Edward tertawa dan berkata,
"Jangan khawatir, Emilia. Sebenarnya, aku sudah mulai merencanakan
karierku sebelum kembali ke sini."
"Terlebih, membeli Raja Berlian
untuk melamarmu adalah keinginanku selama ini. Bagiku, cinta dan karier nggak
boleh dilewatkan begitu saja."
Tamara langsung berseru,
"Dibandingkan dengan Nathan, si pecundang itu, Edward, kamu benar-benar
pria yang sempurna."
Ken juga tidak mau kalah. "Benar
sekali. Kak Edward, aku rasa kamu nggak punya kekurangan sama sekali. Nathan
bahkan nggak layak dibandingkan denganmu."
"Meski aku nggak bermaksud
membandingkan, aku sama sekali nggak peduli sama Nathan. Bagaimanapun, kami
berasal dari dunia yang berbeda," ucap Edward sambil tersenyum.
Emilia tampak ragu. Dia kemudian
berkata, "Edward, Raja Berlian di Beluno terlalu berharga. Apalagi, cincin
itu seharusnya ada di tangan Nathan sekarang. Aku harap kamu nggak melontarkan
kata-kata yang terlalu kasar saat kamu menghubungi Tuan Bima nanti. Setidaknya,
jangan mempermalukan Nathan."
"Emilia, jangan khawatir. Meski
Nathan terkesan agak sombong, aku memahaminya," ucap Edward dengan murah
hati.
"Jadi, saat dia menyerahkan Raja
Berlian padaku dengan patuh, aku akan memberinya komisi. Setidaknya, aku akan
memberinya ratusan juta sebagai imbalan telah menyimpannya untukku selama
ini."
Tamara berkata dengan tidak rela,
"Mengapa pecundang itu harus diberi komisi? Bukankah dia sekarang hidup
dari nona muda Keluarga Suteja itu? Kalau dia butuh uang, minta saja pada
Keluarga Suteja."
Ken mencibir. "Bu, kamu sudah
salah. Kalau Nathan, si pecundang itu butuh uang, apa Keluarga Suteja akan
memberikannya? Cepat atau lambat, Nona Regina pasti akan mencampakkannya. Kalau
Ibu nggak percaya, lihat saja nanti."
Saat ini, Edward mengeluarkan
ponselnya dan mulai menelepon Bima, orang terkaya di Beluno.
Agar bisa memamerkan diri, dia
sengaja menelepon di hadapan Keluarga Sebastian.
"Halo, Tuan Bima. Ini saya
Edward. Bagaimana kabar Anda akhir-akhir ini?"
Begitu panggilan tersambung, Edward
langsung berbasa-basi.
No comments: