Bab 84
"Kamu putranya Thomas Halim,
'kan? Katakan saja apa yang ingin kamu bicarakan," ucap Bima dengan datar.
Nada bicara Tuan Bima terkesan
dingin. Jantung Edward berdebar kencang, tetapi dia tidak terlalu
memikirkannya. Dia tersenyum dan berkata, "Begini, Tuan Bima. Saya ingin
membeli Raja Berlian yang ada di tangan Anda. Tuan Bima bisa langsung sebutkan
harganya."
"Raja Berlian? Raja Berlian
apa?"
Edward tercengang. "Cincin
berlian yang paling terkenal di Beluno kita. Sejauh yang saya tahu, Raja
Berlian seharusnya berada di tangan bawahan Anda, Nathan."
"Sebenarnya, masalah kecil
seperti ini nggak perlu merepotkan Tuan Bima. Tapi bawahan Anda, Nathan, ngotot
nggak mau menjual cincin itu pada saya."
"Tuan Bima, saya juga nggak
marah padanya. Saya rasa lebih baik Anda yang memberi pelajaran pada bawahan
Anda sendiri."
"Tapi saya ingin mengingatkan
Tuan Bima, bawahan Anda, Nathan, mungkin berencana untuk merebut berlian
berharga ini. Tuan Bima harus lebih waspada!"
Setelah menyelesaikan kata-kata itu
dalam satu tarikan napas, Edward langsung memperlihatkan senyum sinis,
seolah-olah masalah telah terselesaikan sepenuhnya.
Dia bukan hanya ingin membeli berlian
itu, tetapi dia juga ingin membongkar wajah asli pecundang itu di hadapan Tuan
Bima.
Sekali berdayung dua pulau
terlampaui.
Tampaknya, si pecundang itu pasti
akan disingkirkan oleh Tuan Bima.
Seperti yang diketahui semua orang,
Tuan Bima, orang terkaya di Beluno, terkenal keras dalam mengendalikan
bawahannya.
Namun, Bima malah berkata, "Aku
nggak tahu apa yang kamu bicarakan. Raja berlian itu sama sekali nggak ada
hubungannya denganku."
Apa?
Edward tercengang. "Tuan Bima,
kalau Raja Berlian itu bukan milikmu, jadi itu punya siapa?"
"Aku sering dengar putra Thomas,
Edward, adalah pria yang berbakat di Beluno. Tapi setelah dilihat sekarang,
sepertinya otakmu agak bermasalah," ucap Bima dengan nada datar.
"Aku sudah bilang Raja Berlian
itu bukan milikku. Kamu malah tanya aku itu milik siapa? Apa kamu buta? Cincin
itu sekarang ada di tangan siapa, ya itu miliknya. Apa kamu masih perlu
menanyakan hal seperti itu kepadaku?
"Konyol sekali!"
Setelah memarahinya, Tuan Bima
langsung menutup telepon.
Edward terpaku di tempat. Dia bahkan
masih belum sepenuhnya mencerna kata-kata yang diucapkan Tuan Bima barusan.
Tamara buru-buru bertanya,
"Edward, apa yang dikatakan Tuan Bima? Apa dia menyetujuimu?"
Ken tersenyum dan berkata,
"Nggak perlu ditanyakan lagi. Asalkan Kak Edward membuka mulut, sekalipun
dia orang paling kaya di Beluno, dia juga harus memberinya muka."
Edward mengerutkan keningnya, lalu
berkata dengan muram, "Bima bilang Raja Berlian itu bukan miliknya."
Apa!
Anggota Keluarga Sebastian langsung
terkejut.
Emilia membuka mulutnya dan bertanya
dengan heran, " Jadi, Raja Berlian itu sungguh milik Nathan?"
Tamara berkata dengan marah,
"Nggak mungkin. Si pecundang ini nggak akan mungkin bisa membelinya. Pasti
ada alasan tersembunyi di balik semua ini. Aku yakin."
Emilia mengabaikan ibunya dan menatap
Edward dengan curiga.
"Ada apa, Edward? Apa Raja
Berlian itu benar-benar miliknya Nathan?"
"Emilia, kamu rasa itu mungkin?
Harganya saja 100 miliar. Hanya beberapa orang di Beluno yang mampu membelinya.
Nathan nggak mungkin bisa memilikinya," kata Edward dengan nada dingin.
Emilia tidak berbicara lagi, tetapi
dia tidak bisa berhenti mengingat setiap detail tentang mantannya, Nathan.
Setelah membatalkan pertunangan, dia
menyadari bahwa pria ini menjadi berbeda.
Bagaimana mengatakannya. Rasanya pria
itu tiba-tiba menjadi hebat dan membuat Emilia makin sulit untuk memahaminya.
Emilia tidak bisa tidur nyenyak malam
itu.
Ada suara yang muncul di kepalanya,
yang terus mengingatkannya, jika dia melewatkan hal terpenting dalam hidupnya,
dia akan menyesalinya sepanjang hidupnya.
Yang tidak bisa tidur nyenyak bukan
hanya Emilia saja.
Hessen, di sebuah klub sosial tingkat
atas.
Waldi, salah satu dari empat penguasa
bawah tanah Beluno, juga menghadapi malam yang panjang.
Seluruh klub telah dikosongkan oleh
pasukannya.
Waldi tengah berendam di kolam air
panas. Keningnya tampak berkerut, seakan sedang mengkhawatirkan sesuatu.
No comments: