Bab 113
"Aku hanya nggak ingin
sembarangan difitnah orang dan membantu orang lain untuk mendapatkan hal-hal
baik."
Edward menggelengkan kepalanya dan
tersenyum pahit, "Nathan, prasangkamu terhadapku benar-benar makin dalam.
Apa aku pernah membuatmu tersinggung?"
Dia mengeluarkan ponselnya, lalu
membuka rekaman panggilan dan menunjukkannya kepada Emilia, Tamara, dan Ken.
"Emilia, Bibi, Ken, lihatlah.
Aku baru saja menelepon Pak Samuel satu jam yang lalu. Apalagi, masih ada
rekaman panggilannya di sini."
Melihat itu, Tamara langsung
berteriak pada Nathan, " Kali ini, Nathan, kamu nggak bisa membantah lagi,
'kan?
Ken berkata dengan bangga, "Satu
jam yang lalu, Pak Samuel datang untuk menegakkan keadilan. Itu jelas karena
panggilan telepon dari kakak iparku. Nathan, jangan melebih-lebihkan
kemampuanmu dan mencoba bersaing dengan kakak iparku lagi."
Edward pura-pura menghela napas dan
berkata, " Sebenarnya, aku bukan hanya menelepon Pak Samuel, tapi aku juga
sudah menyiapkan pasukan Keluarga Halim kami. Pokoknya, mereka siap kapan
saja."
"Kapan pun Emilia membutuhkanku,
aku bisa memanggil mereka dalam hitungan menit."
Ken tertawa dan mengacungkan jempol.
"Kak Edward, kamu benar-benar hebat!"
Nathan hanya menggelengkan kepalanya.
Anggota Keluarga Sebastian benar-benar sekelompok orang bodoh.
Bisa-bisanya mereka terkesan hanya
berdasarkan rekaman panggilan yang ditunjukkan oleh Edward. Nathan benar-benar
salut pada mereka.
Samuel datang untuk menyelesaikan
masalah. Jika Nathan tidak ada di sana, Keluarga Sebastian tidak akan punya
kesempatan untuk membalikkan situasi.
Apa mereka mengira Samuel akan begitu
berani untuk mengambil tindakan tegas dan menghukum bawahannya, Alfian?
Mereka semua berasal dari sistem yang
sama. Samuel mungkin tahu sesuatu tentang karakter moral Alfian.
Hanya saja sebagai pemimpin, dia
tidak terlalu ketat dengan anak buahnya.
Namun, kemunculan Nathan terpaksa
membuat Samuel mengambil tindakan kejam terhadap Alfian.
Lagi pula, politisi paling pintar
dalam memperhitungkan keuntungan dan kerugian.
Jujur saja, Samuel pasti merasa
Alfian yang tidak berguna itu tidak bisa dibandingkan dengan Nathan, yang mana
punya kemampuan hebat.
"Pak Nathan, ayo makan bersama.
Selain mengucapkan terima kasih, aku juga punya beberapa hal untuk didiskusikan
denganmu."
Emilia mengajak Nathan sekali lagi.
Hanya saja, tatapan matanya berubah
dingin, tidak lagi hangat dan tulus seperti sebelumnya.
Bahkan, dia juga memanggil Nathan
dengan 'Pak Nathan
Edward berkata dengan tulus,
"Sudah seharusnya kita mentraktir Nathan sebagai ungkapan rasa terima
kasih."
"Emilia, kamu nggak boleh
rebutan denganku kali ini. Biarlah aku yang mengatur."
Tak lama kemudian, mereka telah
sampai di sebuah restoran kelas atas.
"Edward, tempat ini kelihatannya
nggak murah," seru Tamara.
Edward tertawa dan berkata,
"Nggak apa-apa, Bibi. Yang paling penting, makanannya enak. Bagiku, uang
bukanlah masalah besar."
"Emilia, kalian pesan makanan
dulu. Aku mau mengobrol dengan Nathan sekaligus membina hubungan
dengannya."
Tamara memutar bola matanya dan
berkata dengan nada sarkastis, "Edward kami benar-benar sempurna.
Seharusnya 'seseorang' belajar darinya."
Begitu anggota Keluarga Sebastian
pergi, senyuman di wajah Edward langsung menghilang.
"Nathan, aku peringatkan kamu.
Kalau kamu berani merusak rencanaku, aku pasti akan membuatmu menderita."
"Jangan kira hanya karena kamu
dihargai oleh Pak Samuel sekarang, kamu sudah bisa menghancurkan rencanaku.
Kamu sudah berulang kali merampas barang-barang milikku dan aku sudah lama
menoleransimu!"
Edward yang saat ini menatap Nathan
dengan ekspresi garang.
Semua kepura-puraan yang dia
perlihatkan barusan lenyap sepenuhnya.
Melihat wajahnya yang terdistorsi,
Nathan masih tetap tenang.
"Apa Tuan Edward
mengancamku?"
No comments: