Bab 32
Malam harinya.
Di sebuah rumah sakit swasta di
Beluno.
Arjun, penguasa Gluton, bergegas
masuk bersama ratusan anak buahnya yang berpakaian hitam.
Baik staf rumah sakit maupun
orang-orang yang lewat di rumah sakit tampak panik. Mereka mulai
bertanya-tanya, entah siapa lagi yang akan direnggut nyawanya oleh penjahat
keji di Gluton ini.
Bahkan, Arjun yang biasanya memiliki
wajah tersenyum pun tidak lagi memperlihatkan senyuman.
Pintu bangsal terbuka. Ada seorang
dokter yang keluar
Arjun mematikan rokoknya dan bertanya
dengan datar, " Bagaimana kondisi Rendra?"
Dokter itu tampak serius dan
menggelengkan kepalanya. "Kondisi pasien nggak terlalu baik!"
"Kondisinya nggak terlalu baik?
Jelaskan yang benar padaku!"
"Uh.... Tuan Rendra sudah
cacat!"
Selesai berbicara, dokter menatap
Arjun dengan hati-hati.
Namun yang mengejutkannya, wajah
penguasa Gluton ini tidak menunjukkan kemarahan ataupun niat membunuh.
"Kak Arjun, kita harus balas
dendam untuk Kak Rendra!"
"Beraninya dia menyentuh
orang-orang Gluton kita? Kak Arjun, biarlah saudara-saudara semuanya maju untuk
menghabisi pelakunya!"
"Kak Arjun, beri perintah. Aku
akan membawa orang untuk membunuh bajingan bodoh itu sekarang juga!"
Semua anak buahnya bersorak dan
menggertakkan gigi.
Arjun mengangkat tangannya.
"Pelankan suara kalian. Jangan sampai mengganggu istirahatnya
Rendra."
"Tapi Kak Arjun ...."
Arjun berkata dengan nada tegas,
"Apa kalian nggak mendengar perkataanku? Jangan buat keributan lagi. Aku akan
menanganinya sendiri!"
Dokter diam-diam terkejut. Ini sama
sekali tidak seperti gaya Penguasa Gluton.
Dulu, setiap kali Gluton mengalami
kerugian, Arjun, sang penguasa, akan segera mengambil tindakan dan tidak pernah
menunda waktu.
Bahkan, saat menghadapi keluarga
bangsawan, Arjun juga tidak pernah ragu dan akan langsung bertindak.
Namun, penampilannya kali ini sungguh
berbeda!
Arjun tampak khawatir dan berjalan
keluar dari rumah sakit tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah itu, anak
buah berpakaian hitam yang berjumlah ratusan itu pun mengikutinya. Semuanya
punya aura yang mengintimidasi!
Saat ini, sebuah mobil Rolls-Royce
melaju perlahan dan berhenti di depan pintu masuk rumah sakit.
Anak buah tampak tidak senang dan
bersiap untuk menghancurkan mobil itu.
Beraninya orang itu memarkirkan mobil
di tempat yang akan dilewati Kak Arjun, penguasa Gluton. Dia benar-benar cari
mati!
Jendela mobil Rolls-Royce diturunkan,
memperlihatkan wajah yang berbentuk persegi.
Beberapa anak buah Arjun yang
mengenali orang itu tidak berani bergerak lagi.
Arjun segera inemerintahkan anak
buahnya untuk berdiri lebih jauh dan tidak bersikap kasar!
"Arjun, ayo ngobrol di dalam
mobil!" Pria berwajah persegi itu mengajaknya sambil tersenyum.
Arjun menggerakkan bibirnya, lalu
dengan patuh membuka pintu lainnya dan masuk ke dalam.
Salah satu anak buah dari Gluton yang
tidak paham langsung bertanya dengan kaget, "Kakak Ketiga, siapa lelaki
tua itu? Beraninya dia memanggil Kak Arjun dengan namanya langsung?"
Kakak ketiga langsung mendaratkan
sebuah tamparan di wajalı anak buah yang baru saja bergabung belum lama ini
sambil memarahinya, "Diamlah! Jangan banyak omong!"
"Tahukah kamu siapa lelaki tua
di dalam mobil itu? Dia Tuan Bima, orang terkaya di Beluno. Bahkan, Kak Arjun
pun harus hormat padanya!"
Wajah anak buah itu berubah pucat.
Dia langsung terdiam dan tidak berani omong kosong lagi! 1
Di dalam mobil.
Arjun berkata dengan dingin,
"Tuan Bima, anak buahku, Rendra, sudah cacat. Tahukah kamu akibat hal ini
seberapa besar kerugian yang ditanggung oleh Gluton kami?"
Bima bersandar pada kruk berkepala
naga, kemudian berkata sambil tersenyum, "Jangankan cacat, sekalipun
nyawanya hilang, itu juga bukan masalah yang perlu dibesar-besarkan."
Arjun menahan amarahnya dan berkata,
"Tuan Bima, mana boleh bilang seperti itu? Bukan begitu cara kita
berbisnis, 'kan? Apa menurutmu aku nggak perlu harga diri? Membiarkan orang
lain menyerangku dan aku hanya duduk diam saja tanpa mengatakan sepatah kata
pun?"
Bima menoleh dan menatapnya, masih
memperlihatkan sikap ramah. "Jadi, apa yang kamu inginkan?"
Arjun berkata dengan nada tegas,
"Bahkan, Tuan Bima pun turun tangan untuk menjadi penengah, apa lagi yang
bisa aku lakukan? Tapi setidaknya, bocah itu harus datang ke Gluton dan
bersujud kepadaku!"
Bima menggelengkan kepalanya dan
tertawa. "Nggak mungkin!"
Arjun berkata dengan marah,
"Tuan Bima, aku sudah memberi muka padamu. Kalau nggak, berdasarkan
temperamenku, bocah itu pasti sudah mati mengenaskan!"
No comments: