Bab 184
Satya tidak berkata apa-apa. Dia perlahan
berjongkok dan menekan tubuh Bibi Eva.
Kemudian, berdiri sambil memasang
wajah muram dan berkata, "Wanita tua ini pasti berhadapan dengan seorang
master."
"Master seperti apa yang bisa
membunuh kepala pengawal Keluarga Suteja kami?" seru Liam dengan marah.
Satya tertegun sejenak, lalu berkata
dengan ekspresi serius yang jarang terlihat, "Setidaknya, orang ini punya
kekuatan setingkat Guru Besar junior, atau mungkin juga seorang Guru
Besar."
"Dengan satu pukulan, dia bisa
menghancurkan meridian jantung Bibi Eva dan membunuhnya langsung. Kekuatan ini
nggak bisa dibandingkan dengan orang yang baru saja berlatih kultivasi."
Liam terkejut dan berkata,
"Satya, jangan bercanda. Apa mungkin ada master setingkat Guru Besar yang
bersembunyi di tempat kumuh seperti ini?"
Master setingkat Guru Besar sudah
pasti milik Keluarga Suteja. Apalagi, mereka semua harus tunduk dan
menyanjungnya.
Dalam benak Liam dan keluarga bangsawan
lainnya, satu -satunya kesan yang mereka miliki tentang master Guru Besar
adalah dia bisa secara sewenang-wenang memutuskan hidup dan mati orang-orang
biasa.
Satya mendengus dingin. "Aku
nggak pernah bercanda. Wanita tua ini tewas di tangan master yang kekuatannya
setidaknya berada di level Guru Besar junior."
Liam gemetar dan berkata,
"Satya, jangan-jangan master Guru Besar ini diutus oleh Regina?"
Satya meliriknya sekilas, lalu
memarahinya, "Bodoh! Kalau dia bisa mengundang master tingkat Guru Besar,
apa dia masih akan disandera oleh Bibi Eva dan dibawa ke hutan lebat ini untuk
menunggu kita datang?"
"Pasti master itu bala bantuan
yang baru saja diutus datang. Kamu pergi tanya dulu, apa itu master Keluarga
Suteja kalian?"
Liam langsung menggelengkan kepalanya
dan berkata, " Aku jamin, sudah pasti nggak mungkin. Kalau Keluarga Suteja
kami benar-benar mengutus master Guru Besar, itu juga hanya kepala keluarga
yang bisa melakukannya."
Satya terkejut dan berkata,
"Aneh sekali. Apa Regina punya penyelamat yang nggak kamu ketahui?"
Liam berpikir sejenak lalu berkata,
"Nathan. Pasti gigolo itu. Nathan, si bajingan sialan."
Melihat Liam menggertakkan giginya,
Satya tertegun sejenak dan mendengus dingin. "Omong kosong!"
Selama ini, Liam telah mengalami
trauma karena Nathan. Jadi, dia terus bersikeras, "Satya, jangan remehkan
bocah ini. Dia sudah merusak rencanaku dan menyelamatkan Regina dari bahaya
berkali-kali."
"Kalau bukan karena dia, aku
benar-benar nggak bisa membayangkan siapa lagi yang punya kemampuan untuk
merusak rencana kita."
Satya berkata dengan nada menghina,
"Tuan Liam, mentalmu sudah bermasalah gara-gara bocah itu."
"Bocah itu nggak mungkin bisa
menghadapi Bibi Eva sendirian. Jangan bilang kalau bocah itu punya kekuatan
setingkat Guru Besar.”
"Kalau memang begitu, aku
sarankan kamu segera berkemas dan keluar dari Grup Suteja. Kemudian, pergi
temui Regina dan berlutut padanya. Memohon padanya untuk mengampuni
nyawamu."
Satya benar-benar merasa Liam telah
membuat dugaan yang tidak berdasar.
Terus terang saja, sepertinya Liam
sudah ketakutan sampai-sampai kehilangan akal sehatnya.
Bocah bernama Nathan itu masih sangat
muda. Mana mungkin bocah semuda itu punya kekuatan setingkat Guru Besar?
"Satya, kalau kamu bertarung
melawan Guru Besar junior, apa kamu akan menang?" tanya Liam.
Satya mengangkat dagunya tinggi dan
mendengus dingin. "Aku master dalam ilmu pengobatan dan bela diri, jadi
tentu saja aku nggak terintimidasi oleh Guru Besar."
"Tapi tergantung pada
situasinya. Aku nggak ingin bermusuhan dengan master Guru Besar. Ingat, kalau
kamu bertemu Master Guru Besar, kamu hanya perlu melakukan satu hal."
Liam refleks bertanya, "Apa
itu?"
Satya berkata dengan nada serius,
"Lari secepatnya!”
No comments: