Bab 221
Nathan.
Namun saat dia baru saja bersiap
mengeluarkan ponselnya, tubuhnya langsung membeku.
Jika dia meminta bantuan Nathan sat
ini, bukankah itu sama dengan mengakui bahwa penilaiannya salah?
Dia harus bagaimana menghadapi pria
itu? Penilaiannya salah, harga dirinya hancur, dan reputasinya juga lenyap.
Semua perkataan yang diucapkan Emilia
saat itu berubah menjadi pisau tajam yang kembali mencabik-cabik dirinya
sendiri.
Melihat gerakannya, Edward
menyeringai dan berkata, " Aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Kamu
ingin Nathan si pecundang itu menyelamatkanmu, 'kan?"
"Emilia, kamu bukan hanya
berlagak sok suci, tapi kamu juga ingin berperan menjadi gadis jalang secara
bersamaan?"
"Dulu kamulah yang mencampakkan
Nathan dan mendekatiku. Sekarang kamu masih mau pergi memohon padanya? Kamu
nggak merasa malu? Kamu sungguh bisa membuka mulut padanya?"
Kata-kata Edward yang tajam itu
langsung membuat wajah Emilia berubah pucat pasi.
Edward tertawa. "Begini baru
benar. Jangan khawatir, aku masih akan memberimu mahkota berlian."
"Tapi sebelumnya, aku harus
mendapatkan tubuhmu dulu. Kebetulan aku juga ingin menguji apa kamu masih
perawan atau nggak. Selain aku, jangan harap ada pria lain yang berani
menyentuhmu."
"Asalkan bisa memilikimu, kelak
mana mungkin aku nggak bisa mendapatkan hatimu? Hahahaha!”
Edward berjalan mendekat sambil
tertawa penuh kemenangan.
Tiba-tiba terdengar teriakan keras.
"Berhenti! Dasar bajingan!"
Kepala Keluarga Halim, Thomas, datang
bersama anak buahnya.
"Ayah, kenapa kamu bisa datang
ke sini? Bukankah kita sudah sepakat aku yang akan mengurus segalanya malam
ini?"
Edward terlihat tidak senang dan
tidak puas karena Thomas datang merusak rencananya.
Thomas memasang wajah muram. Dia
melangkah maju dan menamparnya dengan keras. "Dasar anak durhaka! Sejak
kapan kamu jadi bajingan seperti ini?"
"Mengapa malah mengacaukan acara
lamaranmu menjadi seperti ini? Inikah yang selama ini aku ajarkan padamu?"
Edward menutupi wajahnya yang memerah
dan berkata dengan marah, "Kamu memukulku? Lantas, tahukah kamu kalau
Keluarga Sebastian-lah yang nggak tahu diuntung? Emilia, si jalang itu, yang
lebih dulu menolakku."
"Aku ini anggota Keluarga Halim
dan juga calon kepala Keluarga Halim. Apa aku harus diam saja diperlakukan
seperti ini?"
Saking emosinya, Thomas sampai
terbatuk-batuk. Bahkan, ada bekas darah yang muncul di sapu tangan putihnya.
"Dasar anak durhaka, kamu kira
tindakanmu sudah benar? Kamu ingin membuatku marah sampai mati?”
Wajah Edward tampak kejam. Dia langsung
berkata, " Dasar tua bangka sakit-sakitan! Kamu seharusnya sudah mati dari
dulu dan menyerahkan posisi kepala Keluarga Halim."
Namun, wanita di samping Thomas
buru-buru menghentikan Edward dengan tatapan matanya.
Wanita ini sangat menawan. Dia mengenakan
pakaian tradisional yang punya belahan tinggi hingga membuat orang bisa melihat
paha mulusnya. Setiap gerakannya menjadi pusat perhatian.
Dia adalah istri kedua Thomas dan
juga ibu tiri Edward.
"Pengawal, segera bawa ibu dan
adiknya Nona Emilia ke rumah sakit."
"Ingat, bawa mereka ke rumah
sakit paling baik. Keluarga Halim juga akan mengutus orang untuk merawat mereka
24 jam sehari sampai mereka diperbolehkan keluar dari rumah sakit."
Thomas langsung memberi perintah,
tanpa peduli dengan ekspresi muram Edward.
Melihat ibu dan adiknya dibawa pergi,
Emilia berkata dengan nada dingin, "Pak Thomas, mulai sekarang, Keluarga
Sebastian nggak punya hubungan dengan Keluarga Halim lagi."
Thomas tersenyum dan berkata,
"Bukankah sudah biasa anak muda seperti kalian bertengkar? Nggak perlu
terlalu dianggap serius."
"Edward sudah kehilangan ibunya
sejak kecil, jadi dia kurang kasih sayang seorang ibu. Oleh karena itulah, dia
jadi berpikiran sempit.”
"Tapi sebenarnya Keluarga Halim
sudah memberinya bimbingan yang baik. Kalau kamu menikah dengannya, kamu dan
juga Keluarga Sebastian pasti akan punya kehidupan yang lebih baik di masa
depan. Percayalah pada Paman.”
No comments: