Bab 48
Dilihat dari sudut mana pun, Tamara
sangat puas terhadap Edward. Dia berkata sambil tersenyum, " Menantuku,
silakan duduk. Kamu adalah tokoh utama dalam jamuan keluarga malam ini."
Edward tampak begitu sopan terhadap
orang-orang Keluarga Sebastian.
Hal itu sontak membuat seluruh
Keluarga Sebastian kegirangan. Semuanya beranggapan bahwa menantu laki -lakinya
ini sangat sempurna dan tanpa cela.
"Melihat Edward begitu diterima
keluarga kami, apa hatimu merasa nggak nyaman?"
Entah sejak kapan, Emilia sudah
berjalan mendekati Nathan dan menanyakan hal itu.
Nathan tersenyum dan berkata,
"Selamat, ya. Kamu sudah menemukan pria yang hebat. Kamu selalu berharap
bisa menikah dengan keluarga kaya selama ini. Sekarang impianmu sudah
terwujud."
Ekspresi Emilia tampak rumit. Dia
menghela napas." Nathan, sebenarnya aku tahu kamu bukanlah orang yang
jahat. Kamu punya kepribadian yang baik."
"Melihat orang yang berbudi
luhur seperti itu, seharusnya kamu menirunya. Aku mengatakan ini semua bukanlah
untuk pamer di hadapanmu."
"Sebaliknya, aku ingin kamu
belajar dari Edward. Meski nggak bisa mencapai kesuksesan sepertinya,
setidaknya kamu bisa menjalani kehidupan yang baik."
Nathan tersenyum dan berkata,
"Dari apa yang dikatakan Bu Emilia, nggak peduli seberapa keras pun aku
berusaha, sepertinya aku nggak akan bisa sesukses tunanganmu, begitu?"
Emilia menggelengkan kepalanya dan
berkata dengan putus asa, "Sepertinya kamu masih keras kepala. Benar-benar
nggak tertolong lagi. Aku hanya ingin memberimu nasihat, tapi aku nggak sangka
kamu akan begitu keras kepala."
"Lupakan. Kakek sudah tahu
hubungan kita berakhir. Kakek memang optimis padamu, tapi aku yakin kemunculan
Edward akan segera menggantikanmu!"
Jamuan Keluarga Sebastian
dipersiapkan dengan meriah.
Tuan Besar Arga duduk di kursi utama
sambil memasang senyum di wajahnya
Nathan duduk di samping mereka, yang
membuat semua anggota Keluarga Sebastian tidak senang.
"Mengapa pecundang itu harus
duduk di samping Kakek?
"Benar. Yang duduk di sana
seharusnya Tuan Edward. Memangnya dia kira dirinya siapa?"
Ken dan Tamara terus-menerus
mencemooh, bahkan tanpa berniat merendahkan suara mereka.
Edward yang duduk di sebelah Emilia
berkata sambil memperlihatkan senyum, "Bibi, Ken, nggak masalah. Aku bisa
duduk di mana saja asalkan Kakek senang."
Tamara langsung mengacungkan jempol.
"Menantuku ini memang murah hati. Tak heran dia berasal dari keluarga
kaya."
Ken buru-buru menyanjungnya.
"Kak Edward, mulai sekarang kita adalah satu keluarga. Makan dan minumlah
sepuasnya. Jangan terlalu sungkan."
Anggota Keluarga Sebastian lainnya
juga menjamu Edward dengan hangat, seakan-akan sedang memuja leluhur mereka.
Tuan Besar Arga menghela napas.
Beliau kemudian berkata kepada nada bersalah, "Nathan, aku nggak menyangka
kamu dan Emilia akan sampai pada tahap seperti ini."
Nathan tidak ingin membuat Tuan Besar
Arga khawatir, jadi dia pun berkata, "Kakek, ini semua takdir. Kita nggak
bisa memaksanya. Oh ya, aku bawakan anggur bagus untukmu. Anggur ini baik untuk
kesehatanmu, jadi kamu bisa minum banyak."
Tuan Besar Arga berkata sambil
tersenyum, "Kamu sangat perhatian. Benar juga, aku sudah lama menantikan
anggurmu."
Melihat Nathan menuangkan anggur, Ken
langsung berteriak, "Nathan, apa yang kamu lakukan?"
"Kamu yakin anggur yang kamu
bawa itu anggur bagus? Aku lihat lebih mirip anggur murahan."
Nathan mengerutkan kening dan
berkata, "Kalau kamu nggak paham, lebih baik jangan sembarangan omong.
Anggur ini bagus untuk dikonsumsi Kakek!"
Ken langsung tertawa sinis dan
berkata, "Dengar semuanya, dia bilang aku nggak paham tentang
anggur?"
"Lihatlah anggur yang dibawa
pecundang ini. Bahkan, label pun nggak ada. Mana kemasannya nggak menarik lagi.
Sepertinya itu anggur murahan dari warung pinggir jalan!"
Anggota Keluarga Sebastian lainnya
juga memperlihatkan ekspresi meremehkan.
No comments: