Bab 176
Regina yang duduk di kursi belakang
hampir muntah karena guncangan yang disebabkan jalanan yang tidak rata. Dia
langsung berseru, "Bibi Eva, apa yang kamu lakukan? Kita harus kembali dan
membantu mereka.">
Wajah Eva berubah gelap. Dia sama
sekali tidak menurunkan pedal gas. "Kalau kita kembali, itu berarti kita
akan mati. Mengenai pengawal-pengawal lainnya, biarkan saja mereka mati. Mereka
hanya sekumpulan orang nggak becus. Apa gunanya menolong mereka!"
Regina berteriak dengan marah,
"Bibi Eva, kamu sadar dengan apa yang kamu katakan?"
"Sebagai majikanmu, aku
perintahkan kamu, segera bawa aku kembali ke lokasi kejadian. Kalau kamu
bertindak sesuka hatimu, setelah kembali ke perusahaan nanti, aku akan segera
ajukan permohonan pada keluarga untuk mengakhiri kerja sama denganmu."
Bibi Eva tersenyum sinis. Bopeng di
wajahnya tampak sangat jelek.
"Beraninya gadis kecil sepertimu
memerintahku? Kamu nggak merasa sikapmu sudah terlalu lancang?"
Ekspresi Regina langsung berubah.
"Apa sebenarnya yang ingin kamu lakukan?"
Bibi Eva tertawa sinis. "Apa
yang ingin aku lakukan? Tentu saja mengantarmu ke tempat majikanku yang baru.
"Maaf, Nona Regina. Keluarga
Suteja memang memberikan banyak uang padaku. Tapi orang yang ingin membunuhmu
memberikan lebih banyak lagi. Jadi, jangan salahkan aku kejam!"
Hati Regina meringis. Dia tampak
panik dan juga marah. "Bibi Eva, apa ini semua ulah Liam? Apa Liam si
bajingan itu yang menyuruhmu menyerangku?"
Bibi Eva tersenyum dan berkata,
"Jangan panik. Kamu akan segera bertemu dengan orang itu."
Regina sangat cemas dan berusaha
keras untuk membuka pintu mobil. Sayangnya, sudah terkunci.
Dia juga bukan wanita lemah. Dia
merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah pistol.
Namun, mobil tiba-tiba mengerem dan
berhenti. Seketika, hampir membuat Regina terhempas keluar.
"Nona, aku sarankan kamu nggak
melawan lagi. Benda di tanganmu itu nggak berguna bagiku."
Bibi Eva tersenyum sinis, lalu
merampas pistol dari tangannya, dan membuangnya ke luar jendela mobil
Regina mengedarkan pandangannya ke
sekeliling jalan. Wajahnya mulai memucat.
Semuanya penuh dengan pepohonan lebat
dan sepertinya tidak ada seorang pun yang tinggal di sini.
Bibi Eva juga seorang master bela
diri, jadi sangat sulit baginya untuk melarikan diri.
Di saat kritis seperti ini, Regina
malah masih tenang dan bertanya dengan dingin, "Bibi Eva, selama ini aku
cukup baik padamu, 'kan? Kenapa kamu tega mengkhianatiku?"
Wajah Bibi Eva berkedut, kemudian dia
mendengus dingin, "Kami yang berada di dunia bela diri hanya peduli dengan
yang namanya keuntungan."
"Kamu masih punya Keluarga
Suteja dan memang memperlakukanku dengan baik, tapi Nona, asalkan aku
menyerahkan dirimu pada mereka, aku bisa pensiun dari dunia bela diri dan nggak
perlu bekerja lagi."
Regina berkata dengan marah,
"Bukankah orang-orang dari dunia bela diri mementingkan kesetiaan? Apa
kamu nggak merasa bersalah karena mengkhianatiku demi keuntungan?"
"Kamu itu gadis yang cerdas dan
punya banyak akal, tapi kamu mengajukan pertanyaan yang naif," ucap Bibi
Eva sambil mencibir.
"Apa hanya berdasarkan kesetiaan
saja sudah bisa membuatku bertahan hidup di dunia ini? Yang paling nyata adalah
uang!"
Regina tahu Bibi Eva telah bertekad
untuk mengkhianatinya, jadi dia pun mencibir dan berkata, " Karena kamu
nggak berniat baik, aku juga nggak akan sungkan lagi."
"Kamu menculikku sendirian,
master Keluarga Suteja kami pasti akan mengejarmu."
"Yang kamu maksud
pecundang-pecundang dari Keluarga Suteja itu, toh? kalau mereka berani datang,
aku pasti akan bunuh mereka semua," ucap Bibi Eva dengan nada meremehkan:
Harapan Regina satu-satunya lenyap.
Para pengawal Keluarga Suteja memang bukan tandingan Bibi Eva.
Namun sekarang, mustahil baginya
untuk memberi tahu keluarganya agar mengutus master datang menyelamatkannya.
Apa yang harus dia lakukan?
Apa dia benar-benar hanya bisa duduk
dan menunggu mati?
Tiba-tiba sosok Nathan muncul dalam
benaknya.
"Dokter Nathan, saat Emilia
dalam masalah, kamu bahkan nggak peduli dengan nyawamu sendiri dan langsung
pergi ke Hessen sendirian untuk menyelamatkannya."
"Tapi bagaimana denganku?
Sekarang kamu pasti sedang melewati kehidupan yang manis dengan mantanmu, 'kan?
Kamu pasti sudah melupakanku, 'kan? 11
Untuk sesaat, Regina putus asa dan
tidak lagi mengkhawatirkan keselamatannya sendiri. Dia berdiri di sana dengan
linglung. Matanya dipenuhi air mata.
No comments: