Bangkit dari Abu Kembalinya Nathan ~ Bab 17

 

Bab 17

 

"Sudahlah, Nona Regina. Sebaiknya kita bahas masalah penting saja."

 

Nathan juga hampir tidak sanggup menahan serangan dari Regina.

 

Wanita ini begitu menawan dan menggoda. Baik itu senyumannya ataupun setiap gerakannya tampak begitu memikat. Dia benar-benar tidak bisa menahan diri lagi.

 

Regina berhenti tertawa dan mengangguk. "Baiklah, mari kita bahas masalah penting."

 

"Tiara, aku rasa Dokter Nathan bisa menyembuhkan penyakitmu."

 

Tiara menatap Nathan dan berkata dengan nada menghina, "Dia? Selama bertahun-tahun ini, aku telah mengunjungi banyak dokter terkenal. Bahkan, beberapa di antaranya termasuk ahli terkenal di Mavodi. Tapi mereka semua mengatakan sangat sulit. Sebaliknya, dia hanya seorang dokter kecil, kemampuan macam apa yang dia miliki?"

 

Nathan mengerutkan kening dan berkata, "Kalau aku nggak salah, penyakit yang ingin kamu obati itu atresia rahim, "kan?"

 

Tiara sangat malu saat menyebutkan masalah ini. Dia berkata kepada Regina, "Regina, ini rahasia di antara kita berdua. Mengapa kamu memberi tahu bajingan ini?"

 

Regina buru-buru berkata, "Tiara, aku bersumpah. Aku nggak pernah memberi tahu masalahmu pada Nathan."

 

Tiara tidak memercayainya. "Lantas, bagaimana dia tahu aku aku mengidap penyakit ini?"

 

Nathan berkata dengan datar, "Aku bukan hanya tahu kamu mengidap atresia rahim, tapi aku juga tahu kamu mengalami gangguan endokrin dan insomnia akhir-akhir ini."

 

"Tapi masalah terbesarmu adalah emosimu yang terlalu tinggi. Kamu sering merasakan sesak di dada dan napasmu pendek. Ini adalah gejala yang sangat berbahaya karena bisa menyebabkan sesak napas kapan saja."

 

Tiara benar-benar bingung dan tidak yakin sekarang.

 

Jika Regina-lah yang membocorkan penyakit atresia rahim yang dia derita pada Nathan.

 

Lantas, bagaimana Nathan bisa tahu keluhan lainnya? Dia belum pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun.

 

"Baiklah. Sekalipun tebakanmu benar, katakan padaku, bagaimana mengatasi masalah sesak napasku?" tanya Tiara dengan nada kurang puas. Dia sendiri berasal dari keluarga dokter, tetapi kenapa dia merasa seakan-akan buta huruf di hadapan Nathan?

 

Nathan menjawab. "Sesak dan napas pendek yang kamu alami berbeda dengan yang lain. Akar penyebabnya adalah dadamu yang terlalu berkembang dan tekanannya terlalu besar."

 

"Ditambah lagi, kamu punya sifat pemarah. Jadi, solusinya adalah karnu harus kendalikan emosimu, atau bisa juga menjalani operasi untuk mengecilkan ukuran dadamu."

 

Tiara terdiam.

 

Saat menatap Nathan, ada sedikit keterkejutan yang muncul di sorot matanya.

 

Yang dikatakan pria ini persis seperti ucapan kakeknya.

 

Apalagi, kakeknya adalah seorang dokter tua yang terkenal di Beluno dan juga pendiri Keluarga Wijaya.

 

Regina menutup mulutnya dan tertawa, "Bagian itu merupakan anugerah dari Langit untuk Tiara. Nggak boleh mengecilkannya. Dokter Nathan, kamu nggak tahu, betapa nyamannya tidur menyandar ke bagian dadanya."

 

Tiara sangat malu sekaligus marah. Jika memungkinkan, dia ingin menghilang dari sana. "Regina, diamlah."

 

Dia menatap Nathan dengan marah. "Baiklah, aku akan memercayaimu kali ini. Kalau begitu, katakan padaku, bagaimana menyembuhkan atresia rahim ini?"

 

Nathan berkata dengan nada datar, "Mungkin bagi orang lain itu sangat sulit. Tapi bagiku, ini hanya sedikit merepotkan."

 

Tiara seakan-akan telah dihipnotis oleh Nathan. Melihat Nathan berhenti berbicara, dia pun bertanya dengan penuh semangat, "Lalu?"

 

Nathan menggelengkan kepalanya. "Lalu? Nggak ada lagi."

 

"Bukannya aku nggak mau mengobatimu, tapi kamu selalu bersikap kasar padaku. Jadi, kalau kamu ingin aku membantumu, setidaknya kamu harus tunjukkan ketulusanmu dulu."

 

Tiara tertegun, lalu mendengus dingin. "Sudah kuduga, setelah menjelaskan begitu banyak, kamu pasti punya motif tersembunyi."

 

"Tapi asalkan kamu bisa menyembuhkanku, aku bisa memberimu ginseng top berusia seratus tahun dari Keluarga Wijaya kami."

 

Nathan menggelengkan kepalanya dan berkata, "Maaf, aku nggak membutuhkannya sekarang. Aku juga nggak akan menyembuhkan penyakitmu."

 

"Kamu ...." Tiara tampak emosi.

 

Pria ini pasti sudah gila. Dia tiba-tiba berubah sikap dan bahkan lebih pelit dibandingkan wanita.

 

Nathan berkata dengan dingin, "Sebaiknya kamu mengerti. Kamulah yang memohon padaku untuk mengobati penyakit dan bukan aku yang memohon padamu. Tapi apa sikapmu sekarang terlihat seperti memohon?"

 

Asalkan dia menyebarkan berita ini, akan ada banyak petinggi di Beluno yang akan memohon padanya untuk mengobati penyakit mereka.

 

Apalagi, Nathan sudah lama tidak menyukai Tiara ini.

 

Tiara sangat marah hingga dadanya bergetar. Dia menyerah dan berkata, "Baiklah, aku nggak sopan tadi. Mohon Dokter Nathan nggak menganggapnya serius."

 

Nathan inengangguk dan berkata, "Baiklah. Bawakan aku ginseng top berusia seratus tahun itu. Setelah itu, aku akan membantumu menyembuhkan penyakitmu."

 

Tiara marah lagi. "Mana ada aturan seperti itu? Bukankah seharusnya kamu mengobatiku dulu, baru aku akan memberimu imbalannya?"

 

Nathan meliriknya dengan tenang. "Maaf, akulah yang berhak membuat aturan di sini."

 

Tiara terdiam.

 

Dia tidak berani berbicara lagi, karena takut membuat marah bajingan kecil ini.

 

Regina menatap Nathan dengan mata berbinar. Bahkan, sudut mulutnya terangkat membentuk senyum.

 

Matanya memang tidak pernah salah dalam menilai pria. Nathan sangat mendominasi.

 

"Baiklah. Masalah sudah selesai dibahas. Ayo makan semuanya."

 

"Dokter Nathan, ayo coba makanan yang aku pesan khusus untuk kamu. Ada abalon, salad jamur hitam, dan juga salmon panggang...."

 

Selesai makan malam, Nathan dengan sopan menolak Regina yang hendak mengantarnya pulang. Pria itu meninggalkan Hotel Beluno sendirian.

 

Hanya saja, begitu tiba di lobi, dia bertemu dengan sekelompok orang yang tidak ingin dia temui.

 

"Bukankah ini gigolo baru Regina? Dia sudah hebat sekarang. Bahkan, bisa menghabiskan uang di tempat-tempat mewah seperti Hotel Beluno."

 

Nada bicara Daniel tampak sinis dan meremehkan.

 

Ken, yang kepalanya dibalut kain kasa, menatap Nathan dengan mata merah. "Kak, bajingan inilah yang memukulku. Kamu harus balas dendam untukku sekarang!"

 

Tamara juga meletakkan tangannya di pinggangnya, seakan-akan menemukan pendukungnya. "Musuh selalu muncul di mana-mana. Nathan, aku khawatir nggak bisa menemukanmu untuk membalas dendam. Tak disangka, kamu malah bertemu denganku di sini."

 

Emilia memasang ekspresi datar. Dia beranjak dari meja makan dan berjalan selangkah demi selangkah mendekati Nathan.

 

"Nathan, kamu memukul orang tanpa alasan yang jelas, apa kamu nggak seharusnya memberiku penjelasan?"

 

Nathan berkata dengan acuh tak acuh. "Mungkin seharusnya kamu tanyakan pada adikmu lebih dulu, apa yang sudah dia lakukan?"

 

"Apa pun yang dia lakukan, itu juga bukanlah alasanmu untuk memukulnya. Lihat, seberapa parah kamu memukulmu."

 

"Nathan, aku benar-benar nggak menyangka kamu orang yang seperti itu. Ken adalah adik kandungku. Bagaimana kamu bisa begitu kejam padanya?"

 

Makin lama suara Emilia makin keras. Seakan-akan ingin memberi tekanan pada orang lain.

 

Nathan tertawa mengejek. "Kamu langsung menuduhku melakukan kejahatan tanpa memeriksa lebih dulu, mana yang benar atau salah, seolah-olah aku telah membunuh adilamu."

 

""Tapi Emilía, aku ingin tahu, kenapa kamu mengatakan aku kejam?"

 

"Kalau adikku sungguh terluka parah, apa mungkin dia masih bisa duduk di sini dan bersenang-senang?"

 

Emilia terdiam.

 

Memang. Dia juga merasa cedera Ken sepertinya tidak terlalu serius.

 

Namun, kepala Ken dibalut kain kasa. Jadi, dia tidak bisa memeriksa lukanya.

 

Apalagi, Tamara dan Ken bersikeras mengatakan tindakan Nathan sangat brutal. Pria itu sama sekali tidak mengingat hubungan mereka dan hampir memukul Ken sampai mati.

 

Mungkinkah Ibu dan adiknya membohonginya?

 

Tatapan dingin di mata Emilia sempat goyah.

 

Saat ini, Tamara diam-diam memberi isyarat pada Ken melalui matanya.

 

Ken langsung maju dan berkata dengan marah, "Kak, buat apa kamu bicara dengan orang yang nggak tahu berterima kasih ini? Lihat kepalaku. Hampir hancur dia buat."

 

"Bukan itu saja. Dia bahkan ingin menyerang Ibu. Aku berusaha menghentikannya, tapi dia malah menyerangku."

 

Emilia tidak percaya. "Bu, Nathan bahkan berani menyerangmu?"

 

Tamera langsung menangis dan berkata, "Sebenarnya aku nggak ingin menceritakan masalah ini padamu. Aku nggak ingin membuatmu merasa bersalah. Tapi karena Ken sudah mengatakannya, aku akan terus terang saja."

 

"Benar. Sejak kamu membatalkan pernikahan, dia menyimpan dendam padamu. Dia bukan hanya memukul Ken, tapi dia juga nggak berniat melepaskanku."

 

"Demi melindungiku, Ken bertarung dengannya dan hampir kehilangan nyawa. Dokter bilang, adikmu menderita gegar otak..."

 

Sembari berbicara, Tamara mulai menangis agar bisa meyakinkan putrinya. 1

 

Daniel buru-buru memberikan tisu dan menghiburnya. " Bibi, tenanglah. Jangan menangis. Aku nggak sangka bajingan nggak tahu berterima kasih ini akan berani menyerangmu."

 

"Sekalipun Emilia berhati lembut dan nggak tega menghukumnya, aku nggak tahan lagi. Apa pun yang terjadi, aku pasti harus memberinya pelajaran hari ini."

 

Ketiga orang itu terus memanas-manasinya, yang membuat Emilia bertambah emosi.

 

Benar, meski ibunya dan adiknya melakukan kesalahan, Nathan juga tidak seharusnya memukulnya.

 

Bagaimanapun juga, itu ibunya. Nathan bahkan berani menyerangnya. Apa itu berarti suatu hari nanti Nathan juga berani memukul dirinya?

 

Membayangkan hal ini, Emilia tidak tahan lagi. Dia meraih gelas berisi air di atas meja dan menyiramkannya ke wajah Nathan.

 

"Dasar bajingan. Kalau sempat terjadi sesuatu pada ibuku dan Ken, aku pasti nggak akan melepaskan nyawamu begitu saja."

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Abu Kembalinya Nathan ~ Bab 17 Bangkit dari Abu Kembalinya Nathan ~ Bab 17 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 02, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.