Bab 162
Rumah Sakit Perdana. Tiga hari telah
berlalu.
Bulu mata Emilia yang panjang tampak
bergerak. Wanita itu perlahan membuka matanya.
Hal yang pertama dia lihat adalah
bangsal rumah sakit kelas atas.
Ada sosok tinggi berjas putih sedang
membelakanginya.
Tampangnya yang serius itu, dengan
lekuk garis yang menawan, masih indah seperti dalam ingatannya.
Nathan tiba-tiba berbalik. "Kamu
sudah bangun?"
Emilia buru-buru mengalihkan
pandangannya. Wajahnya sedikit merona. "Ya, aku sudah bangun."
"Kalau begitu, aku akan hubungi
keluargamu. Kamu sudah boleh keluar dari rumah sakit!" ucap Nathan.
Emilia berkata dengan tidak senang,
"Aku baru saja siuman. Kamu tega ingin aku langsung pergi?"
Nathan menatapnya lurus-lurus.
"Lantas, apa yang harus kulakukan? Apa aku harus meminta Bu Emilia tetap
di sini dan jangan pergi?"
Untuk sesaat, Emilia terdiam.
Setelah beberapa saat, dia
menggertakkan giginya dan berkata, "Nathan, bisakah kita nggak berdebat
dan jangan berprasangka buruk? Apa kita nggak bisa bicara baik-baik?"
Nathan berkata tanpa ekspresi,
"Sepertinya orang yang suka berdebat dan punya prasangka selama ini
bukanlah aku."
"Sebaliknya, justru karena aku
terlalu mudah diajak bicara dan juga terlalu tenang, orang lain jadi
meremehkanku."
Emilia berkata dengan rasa bersalah,
"Aku tahu masalah putus sudah menyakiti hatimu."
"Tapi Nathan, kuharap kamu
mengerti maksudku. Keluarga Sebastian membutuhkan diriku untuk memimpin.
Terkadang, aku nggak berdaya dan sangat lelah. Aku juga ingin mencari orang
yang bisa mendukung Grup Sebastian kami."
Nathan tersenyum sinis. "Aku
mengerti. Mana mungkin aku nggak mengerti? Itu sebabnya, aku berusaha keras
untuk mendukungmu. Bu Emilia bisa menikah dengan putra Keluarga Halim dan
menjadi menantu Keluarga Halim."
"Dengan begitu, Grup Sebastian
yang mulanya punya masa depan yang menjanjikan akan hancur lebih cepat. Emilia,
kamu akan merasakan bagaimana rasanya melangkah ke dalam perapian."
Emilia menarik napas dalam-dalam dan
menahan emosinya. "Nathan, kamu masih saja kasar dan paranoid seperti
dulu. Lupakan saja, aku nggak ingin berdebat denganmu!"
"Terima kasih sudah
menyelamatkanku hari itu. Jangan khawatir, aku pasti akan membalas kebaikanmu
karena sudah menyelarnatkan nyawaku!"
Dia tidak menyangka pernikahannya
dengan Keluarga Halim akan menjadi bencana.
Sebaliknya, Grup Sebastian
membutuhkan pendukung untuk berkembang.
Sama seperti kejadian kali ini. Waldi
berani menggertak Keluarga Sebastian karena Grup Sebastian tidak memiliki
dukungan latar belakang yang kuat.
Jika mereka punya hubungan dengan
Keluarga Halim, Emilia pasti bisa memimpin Grup Sebastian untuk berkembang
pesat.
Nathan berkata dengan dingin,
"Bu Emilia, kamu sudah berpikir terlalu jauh. Aku bisa ke sana karena
ingin menyelesaikan dendamku dengan Waldi. Menyelamatkanmu? Kamu sudah salah
sangka."
"Sekalipun hanya pejalan kaki
ataupun orang yang nggak ada hubungannya denganku, aku juga akan tetap
menolongnya, jadi Bu Emilia nggak perlu khawatir."
Pipi Emilia memerah. Dia tampak
sangat marah.
Ternyata bagi Nathan sekarang,
dirinya tidak ada bedanya dengan orang asing?
Saat ini, pintu bangsal terbuka.
Tamara, Edward, dan yang lainnya masuk.
"Putriku, akhirnya kamu siuman
juga. Kamu sudah menderita beberapa hari ini," ucap Tamara dengan
perhatian.
Emilia menggelengkan kepalanya.
"Bu, aku baik-baik saja sekarang. Berkat keterampilan medis Nathan, aku
baru bisa pulih dengan cepat."
Tamara melirik Nathan sambil
mendengus, "Apa dia begitu hebat? Dia hanya melakukan tanggung jawabnya.
Sebaliknya, Edward sangat mengkhawatirkanmu, Emilia. Dia sampai nggak bisa
makan dan tidur."
Edward maju tepat waktu dan berkata
dengan senyum sopan, "Bibi, kamu bercanda. Emilia itu pacarku. Demi
dirinya, jangankan nggak makan dan tidur, sekalipun harus aku mati, aku juga
nggak akan ragu sedikit pun."
Tamara begitu terharu hingga hampir
menangis. " Emilia, dengar itu. Di mana lagi kamu bisa menemukan pria
sempurna seperti Tuan Edward ini?"
Emilia tidak berbicara, melainkan
memandang Edward dengan ragu.
Kata-kata Waldi hari itu meninggalkan
banyak pertanyaan.
"Edward, aku ingin menanyakan
sesuatu padamu. Tapi kalau kamu nggak leluasa, aku juga nggak akan tanya
lagi."
No comments: