Bab 151
Setiap kata itu diucapkan Waldi
sambil menggertakkan giginya.
Pria yang datang bukanlah orang lain,
tetapi Nathan.
Ekspresi dingin di wajahnya belum
pernah terlihat sebelumnya.
Dengan lambaian tangan kanannya,
kapak yang direbutnya dalam pertarungan barusan itu meluncur melewati
sekelompok master Hessen.
Dalam sekejap dan tanpa disadari,
kapak itu pun tepat menancap pada lengan Daren.
Diikuti dengan lengkingan suara,
lengan kanan Daren langsung terpotong dan darah pun mengucur keluar.
Ada beberapa tetes darah yang juga
jatuh mengenai wajah pucat Emilia. Wanita itu menyaksikan adegan di hadapannya
dengan penuh keterkejutan dan ketidakpercayaan.
"Tanganku, tanganku.... Argh!
Ayah, tolong aku. Cepat bunuh dia. Bunuh bajingan ini!"
Daren yang kehilangan satu lengannya,
tidak lagi peduli dengan perilakunya yang tidak senonoh. Sebaliknya, dia
menutupi lengan kanannya yang kosong sambil berguling-guling di genangan darah.
Kondisinya sungguh menyedihkan.
"Nathan, aku akan membunuhmu.
Aku akan menghabisi seluruh keluargamu!"
Waldi meraung seperti orang gila.
"Cepat maju. Bunuh dia. Bunuh ...."
Di bawah pengawasan semua master
Hessen dan juga dikelilingi oleh ratusan anak buah, lengan putranya malah
dipotong.
Saat ini, hati Waldi telah dipenuhi
dengan amarah.
Setelah menerima perintah, para anak
buah Hessen yang tersisa bergegas maju dan mengepung Nathan sambil meraung.
Tanpa diragukan lagi, terjadilah
adegan pembantaian lainnya!
Wajah tampan Nathan tampak tenang dan
ekspresinya dingin.
Setiap pukulan yang dia keluarkan
seakan tidak memberi kesempatan bagi orang lain untuk melawan. Para anak buah
Hessen jatuh satu demi satu sambil menjerit kesakitan.
Tanpa terkecuali, siapa pun yang
terkena pukulan Nathan akan terbunuh ataupun terluka. Selain itu, juga akan
kehilangan semua kekuatan bertarung.
Glup!
Entah siapa yang berada di kerumunan
yang menelan ludah.
Pertarungan yang terjadi sangatlah
kejam
Bahir yang sedari tadi duduk di kursi
utama tidak bisa lagi tenang. Dia bangkit dari tempat duduknya dan ekspresi
wajahnya sangat muram.
"Anak muda, aku sudah
meremehkanmu."
Nathan bahkan tidak menatap lelaki
tua itu, tetapi bergegas mendekati Emilia sambil memasang ekspresi datar.
Saat melihat punggung wanita itu
telah dicambuk hingga begitu parah.
Niat membunuh yang kuat akhirnya
muncul di ekspresi wajah Nathan yang datar itu.
Sepasang tangan besi, terkepal begitu
keras hingga menimbulkan suara berderak!
"Nathan, kamu... kamu sudah
datang! Syu ... syukurlah!"
"Mereka ... mereka menyuruhku
meneleponmu dan memancingmu ke sini, tapi aku ... aku nggak mau."
Kondisi Emilia yang tergeletak di
lantai itu tampak menyedihkan. Pakaiannya robek dan tubuhnya berlumuran darah.
Namun saat melihat wajah Nathan, dia
langsung merasa lega.
Sudut mulutnya yang berlumuran darah
memperlihatkan senyuman. Matanya terpejam dan langsung pingsan.
Tangan Nathan yang terkepal tidak
bisa berhenti bergetar. Pria itu buru-buru memeriksa napasnya.
Setelah memastikan tidak ada masalah,
Nathan mengeluarkan botol dari kantongnya, lalu mengeluarkan dua pil kuning dan
memasukkannya ke dalam mulut Emilia.
Saat melihat pil kuning itu, kelopak
mata Bahir langsung berkedut. Dia berkata dengan rakus, "Itu Pil Penambah
Vitalitas. Nak, kamu punya banyak uang."
"Tapi sebentar lagi barang bagus
milikmu itu akan jatuh ke tanganku."
Nathan tidak mengatakan apa pun. Dia
hanya melepas baju luarannya dan dengan lembut menutupi tubuh Emilia.
Setelah itu, dia baru berdiri dan
melirik Bahir tanpa memperlihatkan sikap ramah sedikit pun. "Kamu
menginginkan Pil Penambah Vitalitas milikku? Kebetulan aku juga menginginkan
sesuatu darimu."
Bahir refleks bertanya, "Apa
yang kamu inginkan?"
Senyum sinis di wajah Nathan makin
melebar. " Kepalamu!"
Bam!
Nathan sekali lagi melakukan
serangan.
Dengan satu langkah, dia langsung
menginjak dada Daren yang penuh dengan genangan darah dan meledakkannya.
No comments: