Bab 85
Anak buah kepercayaannya tiba-tiba
menyerahkan ponsel padanya. "Tuan Waldi, ini ponsel Anda!"
Waldi mengambil ponsel itu. Setelah
ragu-ragu sejenak, dia pun menelepon sebuah nomor.
"Ada masalah apa hingga Tuan
Waldi bisa meneleponku di malam selarut ini?"
Terdengar suara Arjun dari ujung
telepon sana.
Wajah Waldi berubah gelap.
"Arjun, aku butuh penjelasan."
"Nggak ada yang perlu aku
jelaskan," ucap Arjun dengan datar.
Waldi berusaha menahan emosinya dan
berkata, "Kalau sikapmu seperti ini, aku juga nggak takut berhadapan
dengan Gluton kalian."
"Arjun, aku tahu kamu bukan
orang yang gegabah, tapi kamu bukan hanya mengabaikan putraku yang dipukuli,
kamu juga membawa anak buahmu untuk mengepung Zevan dan lainnya. Apa kamu nggak
merasa kelakuanmu sudah kelewat batas?"
Arjun tersenyum dan berkata,
"Tuan Waldi, jujur saja, aku nggak merasa itu kelewat batas."
Emosi yang sedari tadi ditahan oleh
Waldi akhirnya meledak juga. "Baiklah. Karena kamu begitu ngotot, Hessen
kami pasti akan melawanmu sampai mati."
"Aku sudah lama berkecimpung di
dunia bawah tanah, bahkan wali kota pun harus memberi muka padaku. Kamu kira
Gluton kalian sangat hebat? Beraninya kamu begitu sombong?"
Menanggapi kemarahan Waldi, Arjun
masih saja tenang. "Tuan Waldi, kamu boleh marah. Kamu juga boleh
berperang dengan Gluton kami."
"Tapi sebelum kamu melakukan
semua itu, lebih baik kamu selidiki dulu apa yang telah dilakukan putramu itu.
"Meski Daren agak sombong, dia
juga putraku satu-satunya. Apa reputasiku masih nggak cukup untuk membalikkan
situasi?" kata Waldi sambil mendengus dingin.
"Ya, ya, ya. Tuan Waldi, kamu
hanya punya seorang putra, jadi tentu saja kamu harus menjaganya dan
memanjakannya!"
"Tapi sebagai saingan lama, aku
ingin mengingatkan Tuan Waldi. Kalau putramu sering berbuat hal-hal buruk,
suatu saat nanti dia pasti akan ketahuan juga. Dia bisa menggertak bajingan
lain sesuka hatinya, tapi ada orang yang nggak bisa sembarangan dia
provokasi."
Waldi tertawa terbahak-bahak.
"Arjun, aku bukan orang yang gampang digertak. Hanya segelintir keluarga
di Beluno yang nggak mampu diprovokasi oleh Hessen kami. Siapa lagi yang perlu
kami takuti!"
"Kamu bicara begitu banyak, tapi
intinya bukan karena Daren telah menyinggung orang hebat yang berkuasa. Jadi,
aku hanya boleh diam dan nggak boleh balas dendam?"
"Ya, itulah yang kumaksud. Tuan
Waldi, lantaran kamu sudah mengerti, aku juga nggak perlu mengatakan apa-apa
lagi!" kata Arjun.
"Konyol sekali!"
Waldi mendengus dingin. "Aku
hanya punya seorang putra saja. Kalau kalian berani memukulnya, itu berarti
kalian juga memukulku."
"Arjun, Hessen kami dan Gluton
kalian sudah pasti akan berperang. Selain itu, bajingan yang berani menyerang
putraku juga, jangan harap dia bisa hidup dengan damai!
Selesai berbicara, Waldi langsung
melemparkan ponsel yang ada di tangannya.
Kelopak mata anak buah kepercayaannya
berkedut. Dia kemudian bertanya dengan hati-hati, "Tuan Waldi, apa kita benar-benar
akan berperang dengan Arjun yang gila itu?"
Waldi sangat emosi. "Apa kamu
nggak dengar pembicaraan kami barusan?"
"Bajingan ini berani
meremehkanku. Huh! Mentang-mentang dia punya banyak orang di Gluton. Tapi
berhadapan dengan Arjun juga bukanlah masalah sulit bagiku."
Anak buah kepercayaannya langsung
berkata, "Kalau ditambah dengan para master yang tersembunyi, menghadapi
Arjun dari Gluton tentu saja bukan hal sulit. Tapi master-master kita
dipersiapkan untuk berhadapan dengan dua keluarga lainnya."
"Menurut, kita harus
mengembalikan nama baik tuan muda lebih dulu, lalu membereskan bajingan yang
berani menyentuh tuan muda. Setelah itu, kita baru menyelesaikan masalah dengan
Arjun!"
Waldi mengangguk dengan ekspresi
muram, "Kita lakukan seperti itu saja. Aku dengar orang yang berani
menyentuh Daren itu punya hubungan dengan nona muda Keluarga Suteja. Kamu harus
menyelidikinya, lalu bertindaklah dan singkirkan dia!"
Anak buah kepercayaannya itu langsung
berkata, "
Tenang saja, Tuan Waldi. Siapa yang
berani memukul wajah tuan muda, aku pasti akan mengubahnya menjadi mayat!"
No comments: