Bab 193
Detik berikutnya, dia langsung marah.
"Bajingan! Beraninya kamu mengancamku? Enyah sekarang juga!"
Edward tidak bergerak. Dia hanya
menyeringai pada Thomas. "Ayah, aku butuh uang, kekuasaan, pengaruh, dan
juga master keluarga kita. Semua ini bisa aku miliki kalau sudah menjadi kepala
keluarga."
"Tapi aku benar-benar nggak bisa
menunggu selama lima tahun. Kalau kamu mencintai anakmu ini, serahkan jabatanmu
padaku secepatnya. Jangan khawatir, Keluarga Halim pasti akan segera kembali ke
masa puncak."
Thomas tidak mendengar dan hanya
berteriak, "Aku sudah menyuruhmu pergi, apa kamu nggak dengar? Atau kamu
ingin memberontak?"
Keganasan di wajah Edward
berangsur-angsur mereda. Dia langsung berlutut dan berkata dengan hormat,
" Ayah, aku barusan terlalu impulsif. Tolong maafkan aku."
"Kamu diberkati Langit. Kamu
pasti akan hidup seratus tahun lagi. Seperti yang kamu katakan, aku masih belum
berpengalaman dan nggak memenuhi syarat untuk mengelola Keluarga Halim.
Baiklah, biarlah anakmu mengasah pengalaman selama lima tahun lagi."
Darah Thomas yang tadinya sempat
mendidih pun berangsur tenang. Dia mendengus dingin. "Apa kamu benar-benar
berpikir begitu?"
Edward berlutut, lalu bersujud dua
kali, dan berkata dengan patuh, "Aku berani bersumpah!"
"Tadi aku yang salah. Aku sempat
kehilangan akal sehat, tapi tekadku untuk berkontribusi bagi Keluarga Halim
nggak pernah berubah. Aku harap Ayah memahamiku!”
Thomas berkata sambil tersenyum puas.
"Ini baru anakku. Edward, aku sudah membesarkanmu dengan semua koneksi dan
sumber daya Keluarga Halim. Ayah percaya padamu. Meski kamu punya kekurangan,
asalkan kamu berusaha keras, kelak kamu pasti akan menjadi yang terhebat."
Setelah berbicara, Thomas mulai
terbatuk-batuk dan segera menutup mulutnya dengan sapu tangan.
Tatapan mata Edward tampak dingin,
tetapi dia tetap mendekati ayahnya sambil memasang ekspresi khawatir.
"Ayah, kamu baik-baik saja?"
Thomas melambaikan tangannya.
"Jangan khawatir. Meski dokter sudah angkat tangan, aku masih bisa
mengembalikan Keluarga Halim ke jalur yang benar untukmu dalam beberapa tahun
lagi."
Edward berkata dengan sedih.
"Ayah, kamu adalah tulang punggung Keluarga Halim. Kamu harus menjaga
dirimu dengan baik. Asalkan Ayah sehat, aku rela menunggu sepuluh ataupun dua
puluh tahun untuk mengambil posisi kepala keluarga."
Suasana hati Thomas perlahan membaik.
Dia pun berkata dengan lega, "Edward, kesetiaan dan baktimu pada orang
tua-lah yang ingin dilihat ayahmu."
"Nikahilah Emilia secepatnya.
Situasi Keluarga Halim kita sekarang kurang baik. Kalau kamu bisa memenangkan
hati Emilia, sumber daya dan dana Grup Sebastian mungkin bisa membantu keluarga
kita."
Edward berkata dengan hormat,
"Jangan khawatir, Ayah. Aku sudah belajar dari kesalahanku. Mulai
sekarang, aku pasti nggak akan mengecewakanmu."
Thomas tersenyum dan berkata,
"Bagus. Kamu masih mampu bangkit setelah mengalami kegagalan. Kamu memang
pantas menjadi putraku.”
"Oh ya, saat kamu keluar nanti,
panggil ibumu masuk."
Edward mengangguk. "Ya!"
Tak lama kemudian, Edward pun
meninggalkan aula kediaman Halim.
Senyuman di wajahnya juga tiba-tiba
menghilang.
Digantikan oleh ekspresi dingin dan
kejam!
Ada seorang wanita cantik berpakaian
tradisional yang sedang menunggu di luar aula.
Pakaian tradisional yang ketat itu
sukses memperlihatkan lekuk tubuh menawan, memukau, dan juga memancarkan pesona.
Wanita ini adalah ibu tirinya Edward.
Yang juga istri kedua Thomas, kepala Keluarga Halim.
Begitu melihat Edward, dia langsung
bertanya dengan gugup, "Apa yang kamu dan ayahmu perdebatkan di dalam?
Suara kalian sangat keras sampai orang-orang di luar pun bisa dengar."
Edward berkata dengan ekspresi kesal,
"Bajingan tua itu ingin menunda lima tahun lagi untuk menyerahkan posisi
kepala keluarga padaku. Aku barusan benar-benar ingin membunuhnya karena
emosi!”
No comments: