Bab 141
"Aku berbaik hati
mengingatkanmu. Kalau nggak mau dengar, silakan abaikan saja. Aku paham kamu
mungkin nggak bisa menghubungi Tuan Bima. Itu sebabnya, kamu sengaja bilang
nggak butuh bantuannya."
"Tapi jangan khawatir. Kamu juga
sudah menolongku sekali. Kalau Pak Henry datang mencari masalah, meski aku
nggak bisa minta bantuan Tuan Bima untuk mewakilimu berbicara, aku juga akan
membelamu."
Nathan terkekeh. "Nggak perlu.
Lebih baik kamu urus masalah Grup Sebastian kalian saja."
Tamara mendengus dingin. "Grup
Sebastian kami kian berkembang pesat, masalah apa yang mungkin terjadi? Jangan
sembarangan membuat rumor."
Nathan tersenyum sinis dan berkata,
"Kudengar putra sulung Keluarga Hitam terlilit utang dan nggak mampu
menghidupi dirinya sendiri lagi. Aku khawatir investasi Grup Sebastian akan
sia-sia. Kalau aku jadi kamu, aku akan segera mengambil kembali uang itu
sekarang dan berusaha meminimalkan kerugian."
Tamara sama sekali tidak
memercayainya. "Omong kosong! Nathan, bilang saja kamu cemburu!"
"Asal kamu tahu saja, Edward
baru saja membalas pesanku. Pernyataan dari atas akan segera dikeluarkan. Grup
Sebastian kami akan menghasilkan banyak uang."
Ken berkata dengan nada bangga,
"Nathan, aku akan segera membeli mobil Porsche sewaanmu itu. Aku hanya
perlu tunggu kakak iparku membagikan hasil investasi. Jumlahnya setidaknya ada
puluhan miliar. Sudah cukup untuk membelinya."
Nathan melirik Emilia dan berkata,
"Bu Emilia, keluarga kalian punya banyak orang aneh."
Selesai berbicara, Nathan pun
mendengus dingin dan berjalan pergi.
Ken tersenyum puas dan berkata,
"Kak, lihatlah. Dia gelisah dan malu. Itu sebabnya, dia kabur."
Emilia menoleh dan menatap adiknya
dengan ekspresi datar. "Yang seharusnya malu itu kamu. Siapa yang bilang
sama kamu kalau Porsche-nya itu mobil sewaan? Dia baru saja membelinya hari ini
dan aku juga melihat hal itu dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang kamu sudah
puas?"
Mulut Ken tiba-tiba terbuka lebar.
"Dia membelinya? Bukankah dia hanya seorang gigolo? Dari mana dia
mendapatkan uang miliaran itu?"
Kegembiraan yang barusan dia rasakan
lenyap dalam seketika. Ken menjadi cemas dan iri!
Hessen!
Waldi sudah tidak tidur selama dua
hari dua malam.
"Tuan Waldi, kabar baik. Titik
fatal Tuan Muda akhirnya terlepaskan juga."
Orang kepercayaannya datang dengan
tergesa-gesa. Dia mengumumkan kabar baik itu sambil tersenyum lebar.
Waldi terkejut. Dia kemudian bertanya
dengan gembira, " Benarkah?"
Orang kepercayaannya itu tertawa dan
berkata, "Benar. Tuan muda sudah tertidur saat ini. Master Satya bilang
dia akan mengembalikan putramu yang lincah dan patuh dalam tiga hari
kemudian."
Waldi tiba-tiba mengepalkan tangannya
dan berkata dengan gembira, "Bagus, bagus sekali."
"Cepat undang Master Satya dan
Tuan Liam datang. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka berdua
secara langsung."
Orang kepercayaannya tersenyum dan
segera melaksanakan perintahnya.
Tak lama kemudian, Liam, yang
mengenakan jas putih, sepatu kulit putih, dan kacamata berbingkai emas, muncul.
Dia tampak seperti seorang pria sejati.
Selain itu, juga ada seorang lelaki
tua berjubah hitam yang memiliki wajah menyeramkan berjalan memasuki aula utama
rumah Waldi.
Waldi tertawa dan buru-buru menyambut
mereka. "Tuan Liam, Master Satya, sudah merepotkan kalian berdua untuk
mengobati penyakit putraku."
Liam tersenyum dan berkata,
"Tuan Waldi terlalu sungkan."
Lelaki tua berjubah hitam itu
memasang ekspresi acuh tak acuh. Reaksinya terhadap antusiasme Waldi, penguasa
bawah tanah Hessen, sangat normal.
"Tuan Waldi nggak perlu sungkan.
Ada hal yang ingin aku tanyakan. Siapa yang membuat putramu terluka seperti
itu?"
"Tak disangka, di Beluno yang
kecil ini, akan ada seorang ahli pengobatan kuno. Hal ini benar-benar
mengejutkanku!"
No comments: