Bab 88
Nathan sungguh kehabisan kata-kata.
Padahal dia datang ke kediaman Wijaya
untuk mengobati penyakit Tiara.
Siapa sangka, dia malah dianggap
sebagai saingan cinta oleh pria bernama Brian ini. Bahkan, Brian juga cemburu
dan dendam.
"Begini, meski kamu suka pada
Tiara, itu juga nggak ada hubungannya denganku."
"Aku menerima imbalan dari
Tiara, jadi sudah seharusnya aku mengobati penyakitnya."
"Kalau kamu benar-benar ingin
bersamanya, tunggulah sampai aku mengobatinya. Saat itu, kalian berdua bisa
melakukan apa pun yang kalian inginkan. Itu urusanmu dan aku sama sekali nggak
peduli!"
Nathan dengan sabar menjelaskan semua
itu pada Brian.
Meski perkataan Brian agak kasar,
Nathan tahu pria ini punya alasan untuk berbuat demikian. Dia keliru dan
mengira Nathan ingin merebut perempuan yang dia sukai.
Jadi, Nathan juga tidak ingin
berdebat dengannya lagi.
Barulah ekspresi wajah Brian kian
membaik. Dia mendengus dingin. "Kamu sadar diri juga, tapi hanya aku yang
boleh mengobati penyakitnya Tiara. Jangan harap pria lain bisa
melakukannya."
Nathan berkata dengan tak berdaya,
"Baiklah. Keluarga Wijaya kalian berhak memutuskan apa yang ingin kalian
lakukan. Aku nggak ikut campur lagi."
Melihat Nathan bersiap pergi, Tiara
buru-buru berteriak, "Nathan, tunggu sebentar!"
Wajah Brian seketika berubah.
"Tiara, biarkan dia pergi. Apa kamu nggak percaya pada kemampuanku?"
Tiara menggigit bibirnya dan berkata
dengan ekspresi serba salah, "Kak Brian, aku berterima kasih untuk
ketulusan hatimu padaku. Tapi aku minta maaf ...."
Brian lebih dulu menyelanya.
"Tiara, kamu nggak perlu minta maaf. Apa pun yang aku lakukan untukmu,
sekalipun harus mati, itu juga kemauanku sendiri."
"Kamu itu penerus Guru. Kamu
juga punya cita-cita yang sama denganku. Kita sudah berteman sejak kecil.
Bahkan, dari dulu, aku sudah memutuskan. Dalam kehidupan ini, kamulah
satu-satunya wanita yang ingin aku nikahi."
Pengakuan cinta seperti ini seketika
membuat Nathan merinding.
Namun, suara Brian terdengar penuh
emosional. Sepertinya pria ini sungguh-sungguh!
Ekspresi wajah Dokter Bayu berubah
muram. Entah apa yang sedang dipikirkannya.
"Kak, minta maaf yang aku maksud
barusan bukanlah seperti apa yang kamu pikirkan."
"Aku ingin minta maaf karena aku
selalu menganggapmu sebagai kakakku. Mengenai hubungan cinta, aku sama sekali
nggak pernah memikirkannya."
Melihat Brian tampak emosional, Tiara
buru-buru menjelaskan perkataannya.
Jderr!
Brian tidak memercayainya. Dia merasa
hatinya hancur.
Nathan juga hampir tidak sanggup
menahan diri. Ternyata cinta Brian tidak terbalas selama ini.
Hal ini membuatnya teringat pada film
Pendekar Hina Kelana. Dalam film itu diceritakan bahwa tokoh utama pria juga
sangat mencintai adik seperguruannya.
Siapa sangka, hati adik
seperguruannya telah dimiliki oleh pria lain. Memikirkannya saja telah
membuatnya sedih.
"Tiara, apa maksudmu?
Jangan-jangan kamu... terhadapku...."
Brian refleks mundur dua langkah. Dia
memandang Tiara dengan tidak percaya. Wajahnya juga memucat.
Tiara memalingkan wajahnya dan
berbisik, "Kak Brian, jangan marah. Aku selalu menghormatimu. Aku hanya
nggak punya perasaan seperti itu padamu."
Brian sulit menerima kenyataan itu.
Dia langsung berteriak, "Jangan bicara lagi."
"Aku nggak percaya. Kamu pasti
berbohong padaku. Kita sudah bersama selama ini, mana mungkin kamu nggak
mencintaiku?"
Tiara berkata dengan ekspresi
bersalah, "Kak Brian, hubungan cinta nggak ditentukan oleh lamanya waktu
mereka bersama."
""Terlebih lagi, kamu juga
bukan tipe pria yang aku sukai.
Wajah Brian memerah. Masih dengan
ekspresi tidak percaya, dia pun bertanya lagi, "Jadi, kamu nggak
menyukaiku?"
Tiara tidak tahu harus bagaimana
menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia pun berkata, "Bukannya aku
nggak menyukaimu, tapi kamu lima tahun lebih tua dariku, dan kamu... kaku dan
membosankan. Selain itu, gaya berpakaianmu juga kulot."
No comments: