Bab 181
Regina terlihat marah. Kenapa Billy
begitu sombong?
Namun, master bela diri seperti Bibi
Eva ataupun Billy, memang sulit diperintah.
Saat ini, Nathan tiba-tiba berkata,
"Aku tahu petunjuk apa yang dia katakan itu, tapi sayangnya, nggak ada
gunanya sama sekali!"
Regina terkejut dan bertanya,
"Dokter Nathan, cepat beri tahu aku, di mana petunjuk tanaman obat
itu?"
"Dia pasti berpikir untuk
mengikuti jejak roda truk itu," jawab Nathan.
Regina melihat jalan, lalu mengangguk
dan berkata, "Ide yang bagus. Ada banyak jalan tanah di pedesaan ini. Truk
kami pasti akan meninggalkan jejak saat melewatinya."
Nathan menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Kecuali orang yang mencuri tanaman obat itu bodoh. Kalau nggak,
mana mungkin mereka meninggalkan petunjuk yang begitu jelas seperti itu."
"Nona Regina, coba kamu pikirkan
dulu. Jalan tanah mungkin akan meninggalkan jejak, tapi bagaimana kalau truk
melaju di jalan beton atau jalan aspal?"
Regina langsung putus asa.
"Kalau begitu, percuma saja."
"Ayo pergi," ucap Nathan.
Regina tertegun. "Ke mana?"
Nathan melompat ke dalam kendaraan
off-road dan berkata, "Ayo kembali ke kebun obat Grup Suteja. Di sini
adalah daerah pegunungan dekat dengan pedesaan."
"Menurutku, kalau kita ingin
mencari tempat persembunyian tanaman obat, nggak ada yang lebih paham dari
penduduk desa di sini."
Regina adalah wanita cerdas. Begitu
mendengar nasihat Nathan, matanya langsung berbinar.
"Benar juga. Kenapa aku nggak
memikirkannya?"
"Meski bajingan-bajingan itu
telah mencuri bahan-bahan obat kita, mereka pasti nggak akan bisa
memindahkannya dalam waktu singkat."
"Cara terbaik adalah
menyembunyikannya lebih dulu dan mengangkutnya kemudian,"
"Benar. Sebaliknya, orang-orang
kita sama sekali nggak tahu tentang seluk beluk tempat terpencil ini,"
kata Nathan sambil tersenyum.
"Tetapi penduduk Desa Gading
lahir dan dibesarkan di sini, jadi mereka berbeda. Mereka pasti akan tahu di
mana tempat yang paling tepat untuk menyembunyikan tujuh truk."
Setengah jam kemudian.
Nathan dan Regina meninggalkan kebun
obat sekali lagi.
Yang berbeda hanyalah bertambah
seorang remaja di dalam mobil mereka.
"Kak Nathan, Kak Regina, kalian
ingin cari truk berisi tanaman obat itu, 'kan? Gampang saja. Aku antar kalian
ke sana."
"Tapi aku mau tegaskan satu hal
dulu. Kalau nggak beri aku upah 400 ribu, aku nggak akan bawa kalian ke
sana."
Mendengar perkataan bocah remaja ini,
Regina tersenyum dan berkata, "Dede, asal kamu membantuku menemukan
tanaman obat, aku akan beri kamu dua juta. Setelah kamu dewasa nanti dan pergi
ke Beluno, aku akan mencarikanmu seorang istri."
Anak desa itu kegirangan. Dia
mengajak Nathan dan lainnya berkeliling. Tak lama kemudian, akhirnya mereka
sampai di sebuah gua yang besar.
Tujuh truk yang hilang diparkir di
dalam.
Saat Nathan mendekat, dia menyadari
bahwa tidak ada seorang pun di tempat kejadian, tetapi semua tanaman obat masih
utuh.
Regina tersenyum dan berkata,
"Pasti para pencuri mengira kita nggak akan bisa menemukan mereka, jadi
mereka memarkir mobil di sini dan kembali beristirahat."
Dia segera menghubungi orang untuk
mengendarai truk-truk itu kembali.
Nathan mengeluarkan dompetnya dan
memberikan dua juta pada Dede.
Setelah mengambilnya, Dede bersiap
pergi dengan girang
Nathan berteriak, "Bocah, tunggu
sebentar."
Dede tampak defensif. "Kak
Nathan, kamu nggak akan menarik kembali kata-katamu, 'kan?"
Nathan mengumpat sambil tersenyum,
lalu menyerahkan sisa delapan juta di dalam dompetnya.
"Ambillah. Kondisi kakekmu
kelihatannya nggak begitu baik. Nggak mudah baginya untuk membiayai
pendidikanmu dan adikmu. Ingat, kamu boleh ambil dua juta, tapi delapan juta
ini harus diberikan pada kakekmu.
Mata anak laki-laki itu langsung
memerah. Setelah menerimanya dengan malu, dia pun membungkuk pada Nathan tiga
kali dengan hormat. Kemudian, berlari pulang dengan gembira.
No comments: