Bab 19
Daniel menatap Nathan sambil
tersenyum, "Kenapa, Nathan? Dari nada bicaramu, sepertinya kamu punya
pendapat?"
Tamara berkata dengan nada
meremehkan, "Tentu saja dia keberatan. Dia nggak bisa menerima kenyataan
bahwa Tuan Daniel lebih cakap darinya, jadi dia cemburu.”
Nathan menggelengkan kepalanya. Sikap
tidak tahu malunya Daniel benar-benar melebihi ekspektasinya.
Padahal, Bima yang meneleponnya untuk
meminta pendapat. Berkat persetujuannya, barulah Grup Sebastian berkesempatan
mengambil alih tanah panti asuhan.
Daniel memegang gelas anggur dan
berkata, "Nathan, mana boleh kamu seperti itu."
"Aku berbaik hati mengundangmu
untuk bergabung, tapi kamu malah nggak berterima kasih dan berbalik
mempertanyakanku. Dilihat dari sikapmu ini, sepertinya yang membantu Emilia
bukanlah aku, melainkan kamu?"
Tamara mencibir. "Cuih! Dia
hanya seorang pecundang, mana mungkin? Kalau dia bisa melakukan hal seperti
itu, aku akan makan kotoran di depannya!"
Nathan menatap Emilia dan berkata
dengan nada serius, "Aku nasihati kamu sekali lagi. Ada banyak orang
goblok di sekitarmu. Apalagi, mereka punya niat buruk dan penuh kebohongan, jadi
sebaiknya kamu berhati-hati."
"Grup Sebastian telah
menghabiskan banyak usaha keras untuk membangun bisnis keluarga ini. Aku nggak
ingin kamu salah menghakimi orang dan sedikit demi sedikit menghancurkan jerih
payahmu."
Sayangnya, niat baik Nathan malah
tidak dihargai Emilia. Gadis itu berkata dengan nada tidak senang, "
Nathan, aku nggak mengerti mengapa kamu selalu memiliki pendapat mengenai
orang-orang di sekitarku."
"Aku tahu sudah salah paham
padamu barusan dan menyakitimu, tapi aku sudah minta maaf padamu. Mari kita
menilainya dari sudut pandang yang berbeda. Tolong jangan sembarangan memfitnah
orang-orang di sekitarku."
Apa?
Nathan tercengang. "Aku
sembarangan memfitnah? Jadi, sampai sekarang, kamu masih mengira akulah yang
mencari masalah padamu?"
Emilia menghela napas dan melambaikan
tangannya dengan lelah. "Jangan bahas masalah ini lagi, ok? Nathan, jujur
saja, kamu yang sekarang ini benar-benar membuatku kecewa."
Nathan mentertawakan dirinya sendiri.
Dia tidak menyangka bahwa niat baiknya malah akan membuat dirinya dicap sebagai
penjahat.
"Baildah, semua yang kamu
katakan benar. Aku hanyalah orang jahat. Aku mengincar orang-orang di
sekitarmu. Aku nggak senang melihatmu hidup dengan baik. Puas?"
Selesai berbicara, Nathan langsung
mendengus dingin dan berbalik.
Selesai berbicara, Nathan langsung
mendengus dingin dan berbalik.
Dia benar-benar muak dengan gadis
bodoh ini.
"Berhenti di situ!" teriak
Emilia tiba-tiba. Entah kenapa dia merasa marah dan hatinya juga sedih.
"Karena kamu sudah mengucapkan
kata-kata kasar seperti itu, aku juga nggak perlu meninggalkan harga diri
untukmu lagi. Aku nggak akan mempermasalahkan kamu membantu orang lain untuk
menentangku, tapi sekarang kamu juga nggak tahan melihat orang lain bersikap
baik padaku?"
Dia benar-benar tidak menyangka bahwa
sifat asli laki-laki yang sudah bersamanya selama tiga tahun akan seburuk itu.
Daniel tersenyum puas dan berkata,
"Nathan, demi balas dendam pada Emilia karena mencampakkanmu, kamu menjadi
antek-anteknya Regina dan membuat Emilia jijik padamu."
"Kemudian, kamu menjadi pion
Bima, menggunakan statusnya sebagai orang terkaya untuk bersaing dengan Emilia.
Sesama laki-laki, aku mengerti kamu hanya ingin meinuaskan egomu."
"Tapi aku ingin memberikan
sedikit nasihat. Sebagai pria, lebih baik mengandalkan diri sendiri daripada
orang lain."
Nathan ingin tertawa. Si goblok ini
bertindak seolah-olah dialah yang paling pintar.
Dia benar-benar salut dengan cara
berpikirnya Daniel.
Emilia memandang Nathan dengan
tatapan jijik. " Sekarang kamu nggak berdalih lagi? Bukankah kamu merasa
nggak bersalah dan mengatakan aku nggak tahu cara menilai orang?"
Nathan menarik napas dalam-dalam.
Bahkan, sempat terbersit keinginan untuk mencekik gadis di hadapannya ini.
"Aku nggak peduli bagaimana kamu
menilaiku. Tapi aku tetap bersungguh-sungguh dengan perkataanku tadi.
Daniel...."
Tanpa menunggu Nathan selesai
berbicara, Emilia langsung berteriak dengan marah, "Diamlah. Sampai
sekarang kamu masih mencurigainya?"
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan
membuatmu kalah dengan puas. Sewaktu Tuan Daniel menelepon, aku juga ada di
sana. Dia menggunakan koneksi keluarganya untuk membantuku mendapatkan tanah
itu. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang, apa lagi yang ingin
kamu katakan?"
Melihat keduanya bertengkar sengit,
Daniel diam-diam merasa senang.
Akhirnya Nathan berhasil ditekan
olehnya.
Dilihat dari pertengkaran intens ini,
Emilia pasti sudah muak dengan pecundang ini.
Jika begitu, kesempatannya telah datang.
Dia yakin tidak lama lagi, dia pasti akan berhasil membawa Emilia ke ranjang
dan membuat gadis cantik itu melayaninya.
"Haha. Dasar nggak berguna!
Pecundang yang nggak punya apa-apa, tapi masih berani pamer!"
"Banyak laki-laki yang
mengandalkan perempuan, tapi ini pertama kalinya aku bertemu dengan laki-laki
menjijikkan sepertinya ini. Kalau aku jadi Bu Emilia, aku pasti sudah
menamparnya."
"Entah ini karena moralitas yang
menurun atau penyimpangan sifat manusia, mengapa bajingan seperti ini nggak
mati saja? Makin dipikir, aku makin kasihan pada Bu Emilia!"
Para tamu yang makan di aula semuanya
langsung melemparkan pandangan jijik dan meremehkan pada Nathan.
Beberapa laki-laki telah memasang
ancang-ancang. Asalkan Emilia memberi perintah, mereka pasti akan maju agar
menegakkan keadilan untuk gadis cantik itu.
"Pergilah. Aku nggak ingin
melihatmu lagi."
Sembari menunjuk ke arah pintu,
Emilia menatap Nathan sekali lagi, kemudian berbalik dengan jijik.
Nathan tidak ingin tinggal lebih lama
lagi. Dia berkata dengan dingin, "Sekarang aku menyadari kamu bukan hanya
bodoh, tapi juga nggak tahu cara menilai orang."
Tepat di saat bersiap pergi,
sekelompok pria berpakaian hitam bergegas masuk ke dalam hotel.
Yang memimpin adalah seorang pria
botak. Dia tampak menyulut sebatang rokok yang terselip di mulutnya. Dia
menunjuk ke semua orang dan bertanya, "Yang mana CEO cantik Grup
Sebastian? Silakan ikut dengan kami."
Terlihat jelas, sekelompok pria ini
bukanlah orang baik. Para tamu mulai ketakutan.
Emilia mengerutkan kening dan maju ke
depan. "Aku Emilia. Apa yang ingin kamu lakukan?"
Saat melihatnya, pria botak itu
tersenyum mesum. " Sesuai reputasi, kamu memang cantik. Aku tanya padamu,
tanah di Gluton sudah diakuisisi oleh Grup Sebastian-mu, 'kan?"
"Benar, ada di tangan Grup
Sebastian kami."
"Kalau begitu, sudah benar.
Cepat bawa gadis cantik ini pergi."
Ekspresi Emilia berubah. "Kalian
berani?"
Pria botak tertawa sinis. "Gadis
cantik, kamu akan segera tahu, kami berani atau nggak. Kami menginginkan tanah
itu dan juga menginginkan dirimu. Setidaknya, kamu bisa memuaskan kami selama
tiga tahun. Hahaha ...."
Ken bergegas maju dan berkata dengan
marah, " Pembuat onar dari mana ini? Kalau kamu berani menyentuh kakakku,
aku pasti akan mengulitimu."
Plak!
Buk!
Pria botak itu mengangkat tangannya
dan menampar wajah Ken dengan kasar.
Bukan hanya itu saja, dia juga
menendang dada Ken.
Ken seketika memuntahkan seteguk
darah segar. Tubuhnya juga langsung terhempas keluar.
Tamara berteriak, "Astaga, Ken.
Dosa apa yang telah kamu perbuat? Kamu baru saja keluar dari rumah sakit,
sekarang kamu dipukuli lagi."
Daniel memasang ekspresi muram dan
maju untuk membantah. "Teman-teman, kalian datang dari mana? Namaku Daniel
Liman, putra dari Keluarga Liman. Aku rasa kalian pasti pernah mendengar
namaku."
Pria botak meliriknya dengan jijik.
"Siapa yang peduli denganmu? Keluarga Liman hanyalah sampah, memangnya
terkenal?"
"Aku peringatkan kamu, keluarlah
dari sini sekarang juga. Yang kami inginkan hanyalah tanah di Gluton dan gadis
cantik ini, bukannya pria busuk sepertimu."
Daniel tentu tidak senang karena
diabaikan seperti itu. " Dasar bajingan! Sepertinya aku sudah terlalu
sopan pada kalian."
Dia menarik Emilia ke belakangnya,
seakan-akan memperlihatkan sikap heroiknya yang ingin menyelamatkan seorang
wanita cantik. "Jangan takut, Emilia. Serahkan padaku."
Daniel merasa darahnya telah mendidih
sekarang.
Ini juga kesempatan yang tepat untuk
memamerkan kehebatannya di depan Emilia. Daniel tidak percaya bahwa setelah
menyelamatkannya dari bahaya, gadis cantik masih tidak bersedia menikah
dengannya.
Begitulah yang biasanya terjadi di
film-film. Seharusnya tidak salah lagi.
"Semuanya, jujur saja. Akulah
yang membantu Grup Sebastian untuk mendapatkan tanah panti asuhan."
"Kalian menginginkan tanah dan
juga ingin menculik orang. Aku sarankan sebaiknya kalian serang aku saja. Aku
tahu kalian punya banyak orang dan kekuatan, tapi perkataanku tetap sama
seperti sebelumnya. Kalian nggak bisa menyinggung Keluarga Liman kami."
Begitu Daniel selesai berbicara, dia
menyalakan sebatang rokok dengan tenang, kemudian mengembuskan lingkaran asap
ke wajah pria botak itu. Dia tampak sangat arogan.
Pria botak dan belasan saudara di
belakangnya tertegun. Mereka memandang Daniel seakan-akan pria itu bego.
Tamara dan yang lainnya masih belum
menyadari letak permasalahan. Mereka tampak terkejut. Dengan adanya dukungan
dari Tuan Daniel, seharusnya para gangster ini tidak akan menimbulkan masalah.
Bahkan, Emilia juga tersentuh.
Mungkin niat Daniel untuk membantunya tidaklah sesederhana itu.
Namun dibandingkan dengan Nathan, si
pengecut itu, Emilia masih menganggap Daniel jauh lebih baik.
Daniel sangat bangga saat ini.
Tampaknya belasan bajingan kecil ini telah terintimidasi oleh reputasi Keluarga
Liman.
Sekarang saatnya untuk memperlihatkan
kehebatannya yang sesungguhnya.
Dia berdeham sebentar, kemudian
berkata, "Sekarang, aku memberimu kesempatan. Berlututlah dan minta maaf
kepada Nona Emilia. Lalu ...."
"Lalu, hancurkan seluruh
keluargamu!"
Pria botak itu tertawa sinis, lalu
menjambak rambut Daniel dan menariknya.
No comments: