Bab 139
Mulut dan hidung Pak Henry langsung
menyemburkan darah. Kepalanya terasa berdengung dan pusing. Tamparan Nathan
barusan sudah hampir mengambil separuh nyawanya.
Diikuti bunyi keras, Nathan
menendangnya lagi dan membuat tubuh Pak Henry, yang beratnya lebih dari 100 kg
terjatuh ke bawah.
Nathan menginjak dada Pak Henry, lalu
menatapnya dan berkata, "Pak Henry nggak suka bicara baik-baik, 'kan?
Kalau begitu, mari ubah cara kita berbicara."
"Sekarang, Pak Henry, apa kamu
mau minta maaf dan bayar biaya pengobatan?"
Pak Henry menatap Nathan dengan
ngeri. Serangkaian pukulan barusan langsung menghilangkan kesombongan dan
perilaku mendominasinya.
"Ja, jangan ... jangan pukul aku
lagi. Aku akan minta maaf dan beri kompensasi padamu. Aku akan menuruti perkataanmu!"
Pak Henry sudah hampir menangis saat
ini.
Dia telah berpura-pura hebat selama
bertahun-tahun ini dan juga pernah bertemu dengan lawan tangguh.
Namun, hanya segelintir yang seperti
Nathan, yang mampu mengalahkannya dan membuatnya kembali ke penampilan aslinya.
Nathan mengangkat kakinya. Tanpa
perlu dia ingatkan, Pak Henry langsung berguling dan merangkak ke arah Tamara
dan Ken.
Dia bersujud sebanyak dua kali.
Wajahnya berlumuran darah. Dia pun meminta maaf. "Maaf. Aku pantas mati.
Aku minta maaf kepada kalian berdua di sini."
Sembari minta maaf, Pak Henry
mengeluarkan sejumlah besar uang tunai dari tasnya sebagai kompensasi biaya
pengobatan.
Emilia, Tamara, dan Ken tercengang
menyaksikan adegan itu.
Bisa-bisanya Pak Henry yang begitu
mendominasi terhadap Keluarga Sebastian barusan ini berlutut dan minta maaf
serta memberi kompensasi kepada mereka.
Sikap seperti itu sungguh hina.
Apalagi, ini semua karena Nathan yang
kini tengah berdiri di depan pintu.
Pria yang selalu dipandang rendah
oleh Keluarga Sebastian!
"Kak, aku sudah beri uangnya dan
sudah minta maaf, jadi aku boleh pergi sekarang, 'kan?"
Pak Henry bangkit dari lantai.
Kondisinya tampak menyedihkan. Dia hanya ingin segera melarikan diri dari
pandangan Nathan.
Nathan menarik kursi dan duduk, lalu
berkata dengan nada tenang, "Nggak usah buru-buru. Ganti rugi dan
permintaan maaf sudah diberikan, tapi kita belum membicarakan bisnis, kenapa
begitu terburu-buru?"
Pak Henry menggigil dan berteriak,
"Apa lagi yang kamu inginkan? Aku masih punya ibu berusia delapan puluh
tahun di rumah dan juga istri serta anak-anak yang mengandalkanku di rumah.
Kalau kamu nggak memaafkanku, apa yang akan mereka lakukan?"
"Jangan khawatir. Aku nggak akan
melakukan apa pun padamu. Bisnis yang kumaksud adalah membahas kerja sama
dengan Grup Makarim-mu," kata Nathan.
Sembari berbicara, Nathan menatap
Emilia. Wanita itu langsung berkata dengan panik, "Ke ... kenapa?"
Nathan langsung mengerutkan kening
dan berkata, "Bu Emilia, kamu nggak lihat Pak Henry sedang menunggu untuk
membahas kerja sama? Mengapa kamu masih berdiri di sana?"
Emilia ber-"oh" dan
bergegas maju untuk mengambil kontrak yang telah dia persiapkan.
Di saat bersamaan, dia merasa sedikit
tidak puas. Nathan menatapnya seolah-olah dia bodoh. Apa maksud pria itu?
"Suatu kehormatan bagi Grup
Makarim kami untuk bekerja sama dengan kalian."
Pak Henry sangat lugas dan
menandatangani kontrak tanpa ragu sedikit pun.
Dia bekerja sama dengan baik dan
sangat patuh. Bahkan, Emilia pun tidak bisa menemukan kekurangan apa pun dalam
dirinya.
Lantaran semuanya sudah selesai. Pak
Henry menatap Nathan dan bertanya dengan penuh harap, "Kak, sekarang aku
sudah boleh pergi, 'kan?"
Nathan memberi jalan. "Kalau
begitu, Pak Henry, hati-hati di jalan. Aku nggak antar lagi."
Tak lama kemudian, orang-orang dari
Grup Makarim pun pergi tanpa jejak.
Saat mereka meninggalkan tempat itu,
semuanya tampak lega.
Tamara yang masih berada di
departemen proyek itu berkata dengan marah, "Nathan, kamu memukulnya
seperti itu. Apa kamu pikir Henry akan diam saja setelah menanggung kerugian
sebesar itu?"
Ken juga ikut mencibir. "Kamu
memukul CEO Grup Makarim, apa kamu pikir karnu hebat? Huh! Tunggu saja kamu
dihukum."
Nathan mengangkat alisnya. "Aku
membantumu menegakkan keadilan, tapi inikah caramu membalasnya?"
No comments: