Bab 105
Mata Alfian penuh dengan nafsu. Pria
itu kemudian menunjuk ke bagian bawah tubuhnya. "Grup Sebastian nggak
perlu memikul tanggung jawab karena Bu Emilia sendiri bisa menyelesaikannya
dengan mudah. Kamu hanya perlu merentangkan kakimu yang indah dan melayaniku.
Bagaimana?"
Ekspresi wajah Emilia tiba-tiba
berubah jelek. "Pak Alfian, apa maksudmu?"
"Apa maksudku? Bukankah kamu
ingin mendapatkan pinjaman? Aku sendiri ingin menidurimu. Dengan begitu, kita
berdua mendapatkan apa yang kita inginkan, "kan?"
Alfian tidak lagi menyembunyikan
hasrat dalam hatinya dan mengungkapkannya secara langsung.
Emilia tampak emosi. "Nggak tahu
malu!"
Alfian mencibir dan menepuk pahanya.
"Emilia, sekarang kamulah yang sedang meminta bantuanku dan bukan aku yang
butuh bantuanmu."
"Jujur saja, aku selalu ingin
mencoba seperti apa rasanya wanita cantik nomor satu di Beluno kita ini."
"Asalkan kamu bersedia
bersenang-senang hari ini dan membuatku puas, aku akan segera mengalokasikan
dananya."
Emilia langsung berteriak,
"Enyahlah! Dasar berengsek!"
Dia pun berbalik dan bersiap
meninggalkan tempat itu.
Alfian langsung berdiri dan menutup
pintu
"Dasar murahan! Kenapa masih
berpura pura?"
"Aku sudah sering bertemu dengan
wanita sepertimu. Dari luar, kamu sok suci dan bertindak seolah-olah kamu itu
polos. Padahal di lubuk hati, kamu hanyalah wanita murahan."
Alfian memasang ekspresi liar dan
perlahan melangkah mendekati Emilia.
"Jangan kira aku nggak tahu.
Pertumbuhan pesat yang dicapai Grup Sebastian dalam tiga tahun terakhir ini
pasti hasil dari kamu meniduri banyak bos besar. Kalau nggak, mana mungkin
pabrik pengolahan buruk seperti itu bisa sukses seperti sekarang ini? Hanya
orang bodoh yang nggak tahu kondisi Grup Sebastian kalian. Aku sudah
berkecimpung di bidang keuangan selama bertahun-tahun. Aku bisa tahu hanya
dengan melihat saja!"
Emilia tidak menyangka Alfian akan
begitu berani.
Dia segera mengeluarkan ponsel untuk
menelepon.
"Dasar bajingan! Aku pasti akan
membongkar kebusukanmu!"
Alfian tertawa cabul. Pria itu tampak
tidak bermoral.
"Teleponlah. Bukankah kamu ingin
meminta Edward dari Keluarga Halim untuk membantumu. Huh! Yang lain mungkin
takut padanya, tapi sebagai kepala bank, aku sama sekali nggak takut dengan
Keluarga Halim."
"Asal kamu tahu saja, Edward, si
bajingan kecil itu, baru saja meminjam ratusan miliar dari sini. Kalau dia
berani macam-macam, aku akan membuatnya segera membayar kembali uang itu!"
Emilia sama sekali tidak percaya.
"Omong kosong. Keluarga Halim juga termasuk keluarga terkenal di Beluno.
Mana mungkin mereka meminjam uang darimu?
11
Alfian tersenyum sinis. "Dalam
beberapa tahun terakhir ini, Keluarga Halim sudah kehilangan kejayaan seperti
beberapa tahun yang lalu. Bahkan saat berada di luar negeri, Edward sudah
berutang banyak."
"Setelah kembali ke Isernia, dia
menyombongkan diri sebagai talenta muda dan memulai bisnis, tapi dia kehilangan
ratusan miliar. Kalau bukan meminjam uang dariku, dia hanya bajingan yang nggak
punya apa-apa!"
Wajah cantik Emilia berubah pucat.
Dia tidak tahu apa dia harus memercayai semua ini.
Dalam benaknya, Edward memang bukan
pria sempurna, tetapi dia jelas merupakan pria yang luar biasa. Dia juga putra
dari keluarga bangsawan. Bagaimana mungkin dia terlilit banyak utang?
Melihat ekspresi Emilia yang bimbang,
Alfian buru-buru menghampirinya dan napasnya tampak memburu.
"Gadis cantik, patuhlah dan
biarkan aku menidurimu. Kalau kamu bisa melayaniku dengan baik, kelak aku pasti
akan menjadi lelakimu."
"Edward memang tampan, tapi
nggak berguna. Kalau mengikutinya, kamu nggak akan punya masa depan. Bahkan,
Grup Sebastian kalian juga mungkin akan terlibat!"
Emilia terkejut dan juga marah. Tanpa
perlu berpikir panjang, dia langsung menendang Alfian.
Ujung sepatu hak tingginya tepat
mengenai selangkangan Alfian.
Diikuti oleh teriakan keras, wajah
Alfian tampak ngeri dan kesakitan. "Dasar murahan! Nggak tahu diberi
untung! Akan kuberi pelajaran hari ini!"
Dia mengangkat tangannya dan langsung
menampar wajah Emilia.
Bersamaan dengan itu, Alfian berjalan
maju, lalu menjambak rambut Emilia dan menyeretnya ke sofa.
"Lantaran kamu nggak tahu
menghargai kebaikanku, aku akan menggunakan cara paksa. Aku pasti akan
memberimu pelajaran hari ini."
"Memberontaklah. Makin kamu
memberontak, aku akan makin bersemangat. Gairahku juga akan makin membara.
No comments: