Bab 219
"Edward, aku sungguh nggak bisa
menikah denganmu."
Ekspresi putra sulung Keluarga Halim
tiba-tiba berubah.
Tanpa disadari, tangannya yang
memegang mahkota juga bergetar.
Tamara dan Ken juga panik.
"Emilia, omong kosong apa yang
kamu bicarakan? Itu mahkota senilai 200 miliar. Apa kamu pikir hadiah lamaran
yang mahal itu nggak berharga? Cepat ambil dulu!"
"Benar, Kak. Setidaknya kamu
terima lamarannya dulu dan ambil mahkota itu. Kalau kamu memang nggak
menyukainya, kamu masih bisa menolaknya nanti!"
Emilia mengabaikan keserakahan dan
rasa tidak tahu malu ibu dan adiknya.
Sambil menatap Edward, dia berkata
dengan nada serius, "Edward, aku rasa kita benar-benar nggak cocok untuk
menikah sekarang."
Jadi, aku minta maaf. Aku benar-benar
nggak bisa menerima mahkota ini!"
Putra sulung Keluarga Halim akhirnya
sadar bahwa dirinya telah ditolak.
"Emilia, aku akan beri kamu satu
kesempatan lagi. Pilih kata-kata yang tepat dan jawab aku dengan benar."
Penghinaan, kemarahan, kegilaan,
semua itu membuat Edward langsung meraung.
Demi lamaran pernikahan ini, Keluarga
Halim yang tengah mengalami krisis bahkan harus berpura-pura tegar.
Namun kini, dia malah ditolak dengan
kejam.
Ini merupakan akhir yang tidak pernah
dibayangkan oleh Edward.
Emilia mengerutkan kening dan
berkata, "Edward, tenangkan dirimu dulu."
Edward langsung berkata dengan marah,
"Bagaimana aku bisa tenang? Emilia, mengapa kamu menolak lamaranku?"
"Apa ada sesuatu dalam diriku
yang membuatku nggak layak bersamamu? Sampai kamu punya keberanian untuk
menolakku?"
Emilia menarik napas dalam-dalam dan
berkata dengan nada jijik, "Edward, apa kamu nggak sadar kalau dirimu
makin lama makin nggak tahu malu?"
"Akhir-akhir ini, kamu
memperlihatkan segala macam kelakuan burukmu. Apa sekarang kamu juga ingin
memukulku?"
Edward langsung berdiri dan berkata
dengan marah," Dasar jalang! Beraninya kamu mempermainkanku. Aku tegaskan
sekali lagi. Kalau kamu berani menolakku, aku pasti nggak akan melepaskanmu.
Begitu pula dengan Keluarga Sebastian."
Mata yang merah dan juga tatapan
ganasnya seketika membuat Tamara beserta Ken ketakutan.
Tamara memakinya. "Edward, apa
kamu sudah gila? Apa kelakuanmu sekarang seperti sedang melamar? Kamu lebih
terlihat ingin membunuh orang."
Ken juga berkata dengan nada tidak
senang, "Edward, apa maksudmu? Apa kamu sedang mengancam kakakku? Aku
bukan orang yang bisa sembarang kamu tindas. Aku sarankan sebaiknya kamu nggak
macam-macam.”
Begitu dimarahi, wajah Edward
langsung berubah.
Kebencian dan dendam terhadap
Keluarga Sebastian yang sudah lama dia pendam langsung meledak.
"Enyahlah! Enyahlah dari sini
semuanya!"
"Tamara, kamu itu wanita tua
yang lupa prinsip dan nggak pernah puas kalau berkaitan dengan uang."
"Ken, kamu sendiri hanya
pecundang nggak berguna dan menunggu mati saja."
"Sialan! Biasanya aku sudah
kelewat menghormati kalian, 'kan? Di saat seperti ini, kalian masih berani
mengajariku?"
Omelan tanpa ampun itu langsung
membuat Tamara dan Ken tertegun.
Detik berikutnya, Tamara langsung
berteriak, "Edward, siapa yang kamu teriaki? Siapa yang kamu panggil
wanita tua?"
"Pantas saja, Emilia memandang
rendah dirimu. Yang seharusnya enyah itu kamu. Apa kamu mengira Keluarga Halim
begitu hebat? Jangan kira aku nggak tahu kondisi Keluarga Halim saat ini.
Kalian sudah berada di ambang krisis."
Ken mencibir. "Edward, sudah
kuduga, kamu itu pria berhati kejam yang tampak hangat di luar, tapi sebenarnya
dingin di dalam."
"Haha. Sekarang wajah aslimu
sudah terungkap. Kakakku sudah melihat wajah aslimu. Kamu hanyalah pecundang
yang nggak kompeten dan pemarah."
Emilia berkata dengan nada dingin,
"Bu, Ken, ayo kita pergi.”
Wajah asli Edward membuatnya takut.
Di saat bersamaan, dia juga merasa sangat terhina.
Lantaran Emilia benar-benar tidak mau
mengakui bahwa perkataan Nathan benar. Emilia memang seorang wanita bodoh.
Wanita bodoh yang tidak bisa menilai
pria!
No comments: