Bab 90
Di ruang tamu kediaman Wijaya.
Dokter Bayu buru-buru meminta pelayan
untuk membawakan teh enak dan menyajikannya dengan sopan kepada Nathan.
"Dokter genius kecil, minum teh.
Ayo dicicipi!"
Nathan meliriknya sekilas, lalu
berkata, "Dokter Bayu, aku nggak pantas dipanggil sebagai dokter genius.
Sebaiknya panggil aku Nathan saja."
Dokter Bayu buru-buru berkata,
"Mana boleh seperti itu. Seperti pepatah, belajar nggak mengenal usia.
Yang berpengetahuan lebih tinggi pantas disebut guru. Meski dokter genius kecil
masih muda, keterampilan medismu sangat hebat. Jadi, aku tulus menyebutnya
sebagai dokter genius."
Nathan berkata sambil tersenyum,
"Apa Dokter Bayu masih ingat pertemuan terakhir kali kita di kediaman
Sebastian? Saat itu, Dokter Bayu masih ingin aku menjadi muridmu."
"Saat itu, aku nggak setuju. Dokter
Bayu mengatakan aku bocah nggak tahu berterima kasih dan nggak pandai menilai
orang."
"Semua ini salahku karena kurang
berwawasan. Ditambah lagi, anggota Keluarga Sebastian juga menyesatkanku.
Sebenarnya saat itu aku sempat beranggapan bahwa keterampilan medis dokter
genius kecil sangat luar biasa," kata Dokter Bayu sambil tersenyum.
Memikirkan hal ini, Dokter Bayu ingin
menampar dirinya sendiri beberapa kali.
Dialah yang buta dan tidak menyadari
kehebatan dokter muda di depannya.
Tiara masih duduk di sofa. Dia baru
saja selesai menjalani pengobatan, jadi dia tidak boleh sembarangan bergerak.
Semua pergerakannya masih harus
dibantu oleh pelayan Keluarga Wijaya, tetapi wajahnya masih penuh energi.
"Kakek, mungkin kamu masih belum
tahu. Teknik penekanan titik akupunktur dan penyegelan meridian Nathan bahkan
lebih baik darimu."
Begitu mendengar penuturan cucunya,
Dokter Bayu langsung tertegun. Hatinya makin yakin bahwa dia telah bertemu
dengan master hebat.
Setelah ragu-ragu sejenak, dia
tiba-tiba membungkuk pada Nathan. "Dokter genius kecil, terimalah aku
sebagai muridmu."
Hah?
Melihat adegan ini, Tiara langsung
tercengang!
Kakeknya itu seorang dokter hebat di
Beluno. Beliau dikenal sebagai orang cuek, pemarah, dan memandang rendah semua
orang.
Namun, kakeknya yang saat ini malah
begitu patuh kepada Nathan. Kakeknya yang sudah berusia lanjut ini masih ingin
berguru pada Nathan?
Beberapa murid Dokter Bayu yang duduk
di sekitar juga tercengang.
Hanya si murid pertama, Brian, yang
memperlihatkan ekspresi muram. Matanya bergerak-gerak dan sesekali melirik
Nathan dengan tatapan dingin.
Tanpa perlu berpikir panjang, Nathan
langsung menolak permintaan Dokter Bayu. "Maaf, Dokter Bayu, aku nggak
punya kualifikasi untuk menjadi gurumu."
Dokter Bayu masih ngotot.
"Dokter genius kecil, jangan merendah. Meski aku selalu menganggap diriku
yang paling benar, aku juga bukanlah orang yang kelewat percaya diri!"
"Aku punya mata tajam yang bisa
menilai seorang master hebat. Dokter genius kecil, kamu sungguh punya
kualifikasi untuk menjadi guruku."
Diikuti bunyi keras, Brian tidak bisa
lagi duduk diam. Dia memukul meja dan berkata dengan marah, "Guru, lihat
baik-baik dulu. Dia hanya bocah ingusan."
"Atas dasar apa dia bisa menjadi
gurumu? Aku rasa dia hanya kebetulan saja bisa menyembuhkan penyakit
Tiara."
Dokter Bayu langsung menampar Brian.
Pipi pria itu seketika memerah.
"Berengsek. Apa aku perlu kamu
mengajariku melakukan sesuatu di sini?"
"Dasar pengkhianat. Beraninya
kamu nggak hormat pada guru dari gurumu? Berlututlah dan minta maaf!"
Wajah Dokter Bayu penuh dengan emosi.
Dia mulai memarahi Brian.
Brian langsung menutupi wajahnya. Dia
merasa malu sekali.
Dia telah belajar kedokteran dengan
tekun selama lebih dari 30 tahun. Bukankah sangat keterlaluan memintanya untuk
berlutut di hadapan seorang bocah dan mengakuinya sebagai gurunya?
Meski gigolo ini menutupi matanya
dengan kain hitam saat mengobati Tiara, siapa tahu dia melakukan hal yang tidak
senonoh kepada gadis itu ataupun memanfaatkan kesempatan untuk mengambil
keuntungan darinya.
Memikirkan hal ini, Brian merasakan
gelombang api dalam hatinya telah menyambar ke atas kepalanya.
"Meski Guru membunuhku, aku juga
nggak akan berlutut. Baik itu dalam keterampilan medis maupun kekuatan, aku
lebih unggul dibandingkan bocah itu. Kenapa harus berlutut padanya? Memangnya
dia siapa?"
Setelah mendengus dingin, Brian pun
melirik Nathan dengan jijik.
"Pengkhianat. Kamu, kamu,
kamu... buat aku emosi!"
Melihat muridnya tidak patuh, Dokter
Bayu langsung marah hingga jenggotnya juga ikut bergetar.
Nathan tidak tahan lagi, jadi dia pun
berdiri dan berkata, "Dokter Bayu, karena Nona Tiara baik-baik saja, aku
panit dulu."
No comments: