Bab 110
"Tuan Nathan, jangan khawatir.
Aku pasti akan memberikan penjelasan yang memuaskan untuk masalah ini!"
Ekspresi wajah Samuel tampak serius.
Nada bicaranya pada Nathan terdengar tulus.
Sikap Samuel yang berbeda itu tentu
membuat orang di sekitarnya tercengang.
Bahkan, Emilia pun terkejut. Bukankah
Pak Samuel terlalu segan pada Nathan?
Nathan berkata dengan nada datar,
"Pak Samuel, kamu harus memberiku sebuah penjelasan. Kalau nggak, ini
bukan hanya perkara mematahkan satu tangan direktur Bank Beluno, bawahanmu ini
saja!"
Kelopak mata Samuel berkedut. Dia
diam-diam memaki Alfian dalam hatinya dan menyebutnya bodoh.
Samuel tidak peduli kalau Alfian
menyinggung orang lain, tetapi mengapa dia malah berani menyinggung Tuan
Nathan?
Bahkan, Samuel sendiri juga ingin
menjalin hubungan yang baik dengan Nathan.
Alfian, si kepala bank kecil ini,
sepertinya sudah bosan hidup.
Makin memikirkannya, Samuel makin
marah. Pria itu pun berkata dengan nada tegas, "Pak Alfian, kemarilah dan
jelaskan masalah ini kepadaku."
"Kalau sempat ada hal yang
membuat Tuan Nathan nggak puas, aku juga nggak bisa melindungimu lagi."
Alfian tertegun. Dia langsung
berteriak, "Pak Samuel, jelas-jelas bocah ini yang memukulku. Mengapa kamu
ingin aku memberikan penjelasan padanya?"
Dia sudah kebingungan. Pak Samuel,
sebenarnya kamu berpihak pada siapa?
Samuel tiba-tiba menjadi marah.
"Bajingan. Kalau kamu nggak melakukan hal yang membuat Tuan Nathan marah,
apa dia akan memukulmu?"
Pikiran Alfian mendadak menjadi
kosong.
Bibirnya bergetar. Dia juga hampir
menangis. "Pak Samuel, apa... apa Anda membantu bocah ini untuk menindas
saya?"
Tidak peduli seberapa lambat respons
para pengamat, mereka juga bisa melihat bahwa Pak Samuel jelas memihak Nathan
saat ini.
Namun, inilah yang membuat semua
orang sulit memahaminya. Siapa bocah ini? Mengapa Pak Samuel begitu memihak
dirinya?
Saat ini, Emilia juga angkat bicara.
"Pak Samuel, Nathan memang sudah memukulnya."
"Tapi itu karena Pak Alfian yang
menyerangku dulu. Masalah yang terjadi bukanlah seperti yang dikatakan Pak
Samuel. Jadi, perkataan Pak Samuel barusan semuanya dibuat-buat!"
Samuel menggertakkan giginya dan
berkata, "Alfian, kamu benar-benar bajingan. Ternyata kamülah yang
melakukan hal buruk itu."
"Kalau begitu, kamu juga nggak
perlu menjabat sebagai kepala bank lagi. Keluarlah dari sini!"
Kepala Alfian langsung berdengung.
Dia merangkak maju. "Pak Samuel, aku ini orangmu. Aku sudah mengikutimu
dan bekerja keras selama ini. Kenapa ... kenapa kamu begitu tega melakukan ini
padaku?"
Dia sama sekali tidak menyangka bahwa
di saat dia menggerakkan pendukungnya, yang terinjak hingga tewas bukanlah
musuhnya, melainkan dirinya sendiri.
Melihat Alfian meratap, Samuel sama
sekali tidak merasa kasihan. Sebaliknya, dia malah bertambah marah.
Dia mencengkeram kerah baju Alfian
dan menggeram, Dasar bodoh! Kenapa kamu malah menyentuh orang yang bahkan harus
aku hormati ini?"
"Kemasi barang-barangmu dan
enyahlah dari sini. Jangan salahkan aku kejam. Salahkan saja dirimu sendiri
karena sial dan salah memprovokasi orang."
Hati Alfian terguncang. Bahkan, Pak
Samuel pun harus hormat padanya?
Siapa bocah itu sebenarnya?
Dia memandang sekelilingnya dengan
tatapan tidak percaya.
Alhasil, dia hanya melihat ekspresi
dingin Nathan.
Wajah Alfian langsung berubah pucat
pasi.
Jangan-jangan bocah ini punya latar
belakang kuat? Sampai-sampai Pak Samuel juga harus tunduk padanya?
"Bu Emilia, Tuan Nathan, apa
kalian puas dengan solusi ini?"
Samuel bahkan tidak melirik sedikit
pun sosok Alfian yang tergeletak di lantai.
Sebaliknya, dia menoleh pada Nathan
dan Emilia, kemudian bertanya sambil tersenyum.
Perlakuan baik itu membuat Emilia
merasa tidak nyata.
Apa masalah selesai begitu saja?
"Aku puas atau nggak itu nggak
penting. Korbannya adalah Bu Emilia. Ini semua tergantung pada Bu Emilia puas
atau nggak," ucap Nathan.
Emilia buru-buru berkata, "Pak
Samuel, aku sangat puas dengan solusi seperti ini."
Alfian sudah dipecat dan dipukul
begitu parah. Jika Emilia masih terus menyatakan ketidakpuasan, bukankah dia
hanya akan dicap sebagai orang yang tidak tahu berterima kasih?
No comments: