Bab 227
Thomas juga bukan orang yang bisa
ditekan oleh Tiara dan juga Regina.
Edward sangat senang dan berkata
dengan nada datar, " Tiara, kamu pasti nggak sangka kalau aku akan mampu
menekan Nathan dan memberinya pelajaran, 'kan?"
"Selama ini, kamu dan Regina,
dua wanita paling cantik di Beluno, selalu bergaul dengan bocah itu."
"Sebagai seorang kakak, entah
sudah berapa kali aku memperingatkanmu. Tapi kalian keras kepala dan nggak mau
dengar nasihatku."
"Begini saja. Kamu panggil
Nathan ke sini, lalu suruh dia berlutut dan jilat jari kakiku. Kalau aku puas,
mungkin aku akan pertimbangkan untuk melepaskan nyawanya untuk sementara
waktu."
Melihat senyum puas Edward, Tiara
merasa jijik dan juga ilfil.
"Edward, bagaimanapun juga, kamu
termasuk tuan muda paling berbakat di Beluno dan berasal dari keluarga
bangsawan."
"Tapi selama ini, kamulah yang
terus-terusan mencari masalah dengan Nathan. Lantaran nggak bisa mengalahkan
Nathan, sekarang kamu minta para master keluargamu untuk datang
membantumu."
"Haha. Apa kamu merasa dirimu
sudah sangat hebat? Terus terang saja, kamu hanya mengandalkan ayahmu. Kalau
nggak, kamulah yang harus menjilati kaki Nathan.
Wajah Edward tiba-tiba berubah gelap.
"Keluarga Halim kami punya banyak master. Lantas, kenapa aku nggak boleh
menggunakan mereka?”
"Nathan hanya beruntung dan tahu
cara menyenangkan wanita. Selain kedua kemampuan ini, memangnya dia punya
kelebihan apa lagi?
Suara Nathan terdengar dari luar
pintu. "Ya, aku nggak punya kelebihan lagi, tapi Tuan Edward, apa kamu
nggak bisa bercermin? Kalau pecundang sepertimu nggak mau mengubah kebiasaan
burukmu, kamu pasti akan mati."
Tatapan Edward berubah dingin. Dia
langsung menoleh ke belakang.
Nathan dan Emilia berjalan masuk ke
dalam.
Saat melihat mantel Nathan menutupi
tubuh Emilia, Edward sudah mau mengamuk karena cemburu dan benci.
"Dasar jalang, aku berulang kali
menyenangkanmu, tapi kamu bahkan nggak mengizinkanku menyentuh tanganmu."
"Sekarang pecundang ini baru
saja memberimu sedikit kehangatan, kamu sudah melemparkan dirimu ke pelukannya.
Apa kamu begitu nggak tahu malu?"
Dalam sekejap, putra sulung Keluarga
Halim langsung mengamuk.
Dia telah berusaha sekuat tenaga,
tetapi masih tidak berhasil menaklukkan Emilia. Dia sangat emosi.
Namun, Nathan malah bisa mendapatkan
hati Emilia tanpa perlu bersusah payah.
Melihat wajah Emilia yang memerah dan
juga mantel yang menutupi tubuh wanita itu, tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan
dalam benak Edward. Jangan-jangan mereka berdua baru saja berhubungan badan?
Makin memikirkannya, Edward makin
frustrasi. Dadanya terasa sesak dan amarahnya juga telah memuncak.
"Edward, pikiranmu memang kotor
dan juga cabul."
Saat ini, Emilia berkata dengan nada
dingin, "Aku dan Nathan nggak terjadi apa-apa. Tapi meski terjadi sesuatu
di antara kami, sepertinya itu juga sudah nggak ada hubungannya denganmu
lagi."
Edward yang sudah dikuasai api cemburu
bersiap maju untuk melampiaskan amarahnya.
Namun sebelum bertindak, peringatan
keras dari Thomas kembali terngiang di kepalanya.
Dia datang ke sini untuk minta maaf
dan juga untuk mendapatkan kepercayaan dari Emilia.
Jika dia terus bersikap kasar seperti
ini, maka hanya akan memperparah masalah dan juga permusuhan dengan Emilia
serta Grup Sebastian.
'Lupakan saja. Aku akan berpura-pura
baik untuk saat ini. Setelah aku menikahimu, saat itu aku akan membuat hidupmu
tersiksa dan menjerit setiap malamnya!'
Setelah membayangkan hal itu dalam
hatinya, Edward menarik napas dalam-dalam dan memaksakan senyum di wajahnya.
"Emilia, aku datang ke sini
untuk minta maaf padamu dan bukannya bertengkar denganmu."
"Aku yang salah. Maafkan aku.
Mulai sekarang, apa pun yang kamu katakan, aku nggak akan menentang keinginanmu
lagi.”
No comments: