Bab 40
Setelah meninggalkan ruangannya
Regina, Nathan tidak berjalan menuju kamar mandi terdekat.
Sebaliknya, dia justru pergi ke
tempat lain.
Saat dia datang ke sini barusan, dia
sudah menyadari bahwa ruangannya Liam, wakil CEO Grup Suteja, juga berada di
sana.
Nathan diam-diam berjalan ke kamar
mandi di area tersebut.
Begitu masuk, dia telah mendengar
percakapan Liam melalui ponsel. Apalagi, nada suara pria itu penuh kecemasan.
"Ingatlah. Apa pun yang
dilakukan Regina, kamu harus berpura-pura nggak terjadi apa-apa."
"Gadis busuk itu sudah mulai
curiga. Kalau dia tahu kamulah pelakunya, aku pasti akan celaka!"
Nathan tersenyum sinis. Benar saja,
Liam ini memang bermasalah.
Saat ini, Liam yang berada di dalam
ruang sebelah mulai mengamuk.
"Apa yang kamu takutkan,
dasar.bodoh? Aku mendukungmu di sini. Asalkan Regina nggak menemukan bukti apa
pun, sekalipun dia mencurigaimu, memangnya apa yang bisa dia perbuat pada kita?"
"Sudahlah. Untuk saat ini, ada
baiknya kita nggak berhubungan dulu. Aku mau kamu bersikap bijak."
"Oh ya, berhati-hatilah kalau
kamu bertemu dengan gigolo di samping Regina. Pria itu punya banyak trik. Kalau
bukan dia membantu Regina, kita juga nggak akan pasif seperti sekarang
ini!"
Kemudian, Liam menutup telepon dan
mulai buang air kecil.
Nathan tersenyum. Sepertinya ginjal
Tuan Liam tidak dalam kondisi baik, karena dia frekuensinya hanya sesekali.
Tiba-tiba, Nathan menekan tombol
penyiram.
Suara desisan air seketika membuat
Lian ketakutan setengah mati.
"Siapa? Siapa yang ada di
dalam?" teriak Liam dengan ekspresi wajah pucat
Biasanya, hanya dia satu-satunya yang
menggunakan kamar mandi ini.
Namun sekarang, ada orang yang
menekan tombol penyiram toilet. Itu berarti ada orang yang mendengar
pembicaraannya lewat telepon tadi?
Pintu terbuka dan Nathan berjalan
keluar perlahan.
"Eh, Tuan Liam juga ada di sini.
Kebetulan sekali."
Melihat senyum penuh arti di wajah
Nathan, Liam bertanya dengan kesal, "Kenapa kamu ada di sini?"
Nathan bertanya dengan heran,
"Mengapa aku nggak boleh berada di sini? Apa ada sesuatu yang Tuan Liam
sembunyikan di sini?"
"Memangnya apa yang aku
sembunyikan?"
Nathan tertawa. "Misalnya
pembicaraan telepon Tuan Liam barusan?"
Kali ini, tidak peduli seberapa
lambat pun reaksi Liam, dia juga tahu apa yang dimaksud Nathan.
Dia menatap Nathan dengan ekspresi
dingin dan bertanya, "Jadi, kamu sudah dengar semua pembicaraanku
barusan?"
Nathan menjawab, "Ya. Suaramu begitu
keras. Mustahil aku nggak mendengarnya."
Liam diam-diam mengumpat dalam hati.
"Kamu orang yang pintar. Lantaran sudah mendengarnya, aku akan peringatkan
kamu langsung. Lupakan apa yang barusan kamu dengar. Kalau nggak, nyawamu pasti
akan berakhir celaka!"
Nathan berkata dengan nada cuek,
"Tuan Liam, apa kamu sedang mengancamku atau mencoba menyuapku? Tapi kamu
begitu galak, seolah-olah ingin membunuhku untuk membungkam masalah ini. Aku
takut sekali!"
"Kamu juga tahu, biasanya saat
orang takut, mereka mungkin akan melakukan hal yang nggak biasa. Misalnya,
memberi tahu Nona Regina tentang apa yang telah dilakukan Tuan Liam!"
"Bajingan! Tutup mulutmu!"
Liam langsung menyuruhnya berhenti
bicara. Dia berharap bisa menelan Nathan hidup-hidup.
Senyuman di wajah Nathan makin
melebar. "Tuan Liam, kamu panik?"
Liam menggertakkan giginya dan
berkata, "Aku akan memberimu uang tutup mulut sebanyak 20 miliar.
Pokoknya, kamu harus merahasiakan semua yang kamu dengar dari Regina.
Mengerti?"
Nathan tersenyum dan berkata,
"20 miliar? Tuan Liam, kamu pikir aku mudah disuap?"
"Tak kusangka, permintaanmu
tinggi juga. Benar juga, kamu termasuk gigolonya Regina. Akulah yang terlalu
meremehkanmu."
Wajah Liam berubah muram, lalu
berkata, "100 miliar sudah menjadi batasku. Uang sebanyak itu sudah cukup
untukmu bermain dengan semua jenis wanita dan bersenang-senang."
Nathan menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Masih terlalu sedikit. Bahkan, nggak cukup mengenyangkan
perutku."
Liam langsung menggeram. "Jangan
keterlaluan. Aku sudah cukup baik padamu."
"Jadi orang janganlah terlalu
serakah. Kalau nggak, kamu mungkin nggak akan bisa menghabiskan uang yang kamu
dapatkan itu."
Nathan mengangguk setuju dan berkata,
"Tuan Liam, kamu benar sekali. Bagaimana kita bisa sembarangan mengambil
uang orang lain? Jadi, aku nggak mau 100 miliar, tapi 200 miliar!"
No comments: